Jumat 29 Nov 2013 12:25 WIB

Merana karena Ibu Mertua Ikut Campur

Menantu versus mertua/ilustrasi
Foto: worldtranslation.org
Menantu versus mertua/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh,

Pengasuh yang terhormat, 

Terima kasih atas dimuatnya pertanyaan saya. Sudah beberapa bulan saya mencoba memendam perasaan saya, namun saya merasa sudah tidak kuat lagi. Saya tidak berani curhat pada orang lain karena saya khawatir akan memperkeruh persoalan. Saya istri dari seorang suami yang tergantung pada ibu mertua.

Dengan demikian, ibu mertua jadi sering mencampuri urusan keluarga kami. Saya berusaha untuk tidak peduli. Namun, makin lama saya makin tidak suka dengan sikap ibu dan akhirnya memengaruhi sikap saya pada ibu. Sebagai akibatnya, saya tidak peduli dengan urusan rumah. Saya biarkan rumah berantakan dan kotor sebagai tanda protes pada suami. 

Sikap saya juga menjadi keras dan kasar pada suami. Saya sadar saya tidak boleh melakukannya, namun saya tidak tahu jalan keluar apa yang harus saya ambil agar saya terhindar dari pantauan mertua. 

Repotnya, mertua datang ke rumah setiap akhir pekan. Saya sering bersikap kasar juga kepada mertua dan tidak peduli lagi dengan nasihat dan masukan-masukan yang diberikan. Apakah saya sudah mengalami depresi sehingga sikap saya menjadi seperti ini atau saya tidak berakhlak baik secara agama atau saya juga termasuk istri yang tidak baik dengan bersikap kasar kepada suami? Akan tetapi, saya masih memikirkan anak anak.

 

Terima kasih atas saran yang diberikan. 

(X yang merana di ujung dunia).

 

Jawaban,

Ibu X, yang kami sayangi. Waalaikumsalam Wr Wb.

Kami turut prihatin dengan kondisi Ibu saat ini. Mudah-mudahan dengan dimuatnya masalah yang Ibu alami dapat membuat Ibu lebih tenang dan dapat mengambil langkah bijaksana selanjutnya. Kami berharap Ibu lain yang memiliki kasus serupa dapat mengambil hikmah dan dapat memutuskan hal terbaik di dalam hidupnya.

Menjadi istri memang tidak mudah, terlebih jika orangtua tidak mempersiapkan kita sebelum kita menikah. Kondisi yang berbeda ketika gadis dan ketika menjadi istri terkadang memberi trauma-trauma psikologis tertentu pada diri seseorang. Hal-hal baru yang di luar harapan memengaruhi sikap seseorang terhadap pasangannya. Mungkin di dalam pikiran Ibu, Ibu akan memiliki suami yang mengayomi, berwibawa, dan mudah mengambil keputusan.

Namun, kenyataannya antara harapan dan kenyataan sering berbeda. Suami adalah anak mama yang tidak tegas dan sangat menurut kepada orangtuanya terutama ibu. Dari kekecewaan dan kesedihan karena suami tidak sesuai dengan kriteria ideal, terkadang muncul satu bentuk upaya membentengi diri dari kekecewaan seperti bersikap keras, kasar, dan bertingkah laku yang bertentangan dengan harapan suami atau orang lain. Kondisi seperti ini tidak terlalu baik bagi kesehatan mental, namun banyak wanita atau pria yang mengambil cara seperti ini untuk mempertahankan dirinya dari tekanan psikis dari lingkungan luar diri. 

Saat ini Ibu mungkin sedang mengalami kondisi seperti tersebut di atas, reaksi-reaksi yang diberikan kepada ibu mertua dan suami Ibu harapkan dapat membuat sikap suami dan ibu mertua berubah. Namun, sayangnya mereka menangkap hal yang berbeda dan menganggap Ibu sebagai istri yang kurang baik sehingga ibu mertua merasa perlu meluruskan sikap Ibu dengan memberi nasihat. Lagi dan lagi. Akhirnya kondisi rumah yang tidak harmonis antara suami dan istri memengaruhi reaksi masing-masing dan dampaknya kurang baik kepada anak. Jika Ibu tidak mempedulikan kondisi rumah, membiarkan rumah berantakan dan kotor, apa yang dipelajari anak dari sikap yang Ibu ambil? 

Jika Ibu selalu beradu argumentasi dengan suami dan tidak bersikap manis kepada mertua, apa yang dipelajari anak anak dari sikap tidak santun kepada suami dan mertua? Pemuasan emosi yang bersifat segera seperti marah, menentang atau berkata kasar, memang memberi rasa puas sementara pada diri Ibu, tetapi tidak baik untuk kesehatan mental Ibu. Ibu akan mengalami tekanan psikologis yang memengaruhi kehidupan sosial dan pada akhirnya membuat Ibu terisolasi dan mungkin mendapat penilaian negatif dari orang lain atau lingkungan. Kondisi seperti ini akan memperburuk hubungan suami istri dan akan menular ke berbagai hal sampai ke saudara ipar atau relasi suami. 

Saat ini yang harus Ibu lakukan adalah duduk sebentar di dalam kamar yang tenang, ketika suami pergi kerja dan anak-anak ke sekolah. Tarik napas panjang dan berusahalah memikirkan hal atau peristiwa yang menyenangkan di dalam hidup. Rasakan perasaan bangga, senang atau bahagia yang pernah hadir dalam hidup Ibu. Tersenyumlah dan 'tangkap' rasa itu. Tarik napas dan buka mata. Mudah-mudahan saat itu Ibu sedang dalam kondisi emosi yang bahagia. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement