Selasa 03 Dec 2013 11:17 WIB

Suami Tidak Bertanggung Jawab, Bolehkah Minta Cerai?

Cerai (ilustrasi)
Foto: www.mediaislamnet.com
Cerai (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Saya seorang istri berusia 25 tahun, suami 30 tahun. Kami sudah menikah selama 8 tahun telah dikaruniai seorang putri berusia 5 1/2 tahun. Selama perkawinan, suami sering berjudi dan meninggalkan keluarganya. Yang terakhir kali, ia meninggalkan saya saat putri kami baru berusia 6 bulan, dengan tidak memberikan nafkah. Dan baru kembali saat putri kami berusia 1 tahun. Setelah kembali ke rumah sempat bekerja dengan baik selama 6 bulan, tetapi saat putri kami berusia 1,5 tahun, kebiasaan berjudinya semakin menjadi-jadi dan tidak terkontrol. Pada saat putri kami berusia 2 tahun, saya pergi meninggalkan rumah untuk mencari nafkah, sekaligus ingin memberi pelajaran pada suami agar ia sadar dan meninggalkan kebiasaannya berjudi.

Selama kepergian saya, anak kami dirawat oleh kedua orangtua saya. Tapi suami bukannya sadar, malah bertambah dengan main perempuan. Sampai saat ini kami sudah berpisah 3,5 tahun. Tahun lalu, suami mengajak saya berkumpul lagi. Saya tidak mau karena ia tidak meninggalkan kebiasaan buruknya itu. Tetapi suami juga tidak mau menceraikan saya tanpa memberi alasan yang jelas. Surat nikah kami dua-duanya berada di tangan suami saya. Sekarang saya bekerja di Jakarta sebagai PRT, sedangkan suami di Yogyakarta. Menurut keterangan keluarganya, suami saya sudah menikah lagi. 

Pertanyaan saya: 1. Apakah saya sekarang dapat minta cerai dari suami (atau menceraikan suami)? Alasan apa yang bisa diajukan, mengingat saya adalah pihak yang meninggalkan rumah? 2. Apakah kedudukan saya lemah di depan hukum (saya dan suami beragama Islam menikah di KUA tempat saya tinggal)? 3. Apabila bercerai, apakah putri kami bisa ikut saya? Selama ini suami tidak pernah bertanggung jawab terhadap keluarga. 4. Bagaimana status pernikahan suami saya yang baru ini karena ia menikah tanpa seizin saya. Apabila status pernikahan tersebut tidak sah menurut hukum, bisakah hal tersebut dijadikan sebagai alasan saya untuk menggugat suami? 5. Prosedur apa yang harus saya tempuh agar proses perceraian ini tidak bertele-tele dan menghabiskan banyak waktu dan biaya? 

J, Jakarta Selatan

 

Jawaban:

Membaca surat Ibu mengenai suami Ibu yang sangat tidak bertanggung jawab, dapat kami berikan penjelasan-penjelasan seperti di bawah ini: 1. Untuk mengajukan gugatan cerai kepada suami, Ibu dapat mengajukan melalui Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman istri. Untuk mengajukan gugatan cerai tersebut memang diperlukan surat nikah sebagai bukti. Apabila surat nikah tersebut kedua-duanya ada di tangan suami, Ibu dapat meminta duplikat/salinannya di KUA tempat Ibu menikah. Sebagai alasan untuk bercerai dapat menggunakan alasan seperti yang tercantum dalam pasal 19 huruf a PP No 9/1975 yaitu: ''salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan'', dan pasal 19 huruf f, yaitu: ''antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.''

2. Kedudukan Ibu di muka hukum sebenarnya tidak lemah seperti yang Ibu perkirakan, karena Ibu meninggalkan rumah bukanlah tanpa sebab. Ibu pergi dari rumah untuk mencari nafkah mengingat suami Ibu tidak memberi nafkah untuk Ibu dan anak. Dan anak tidak Ibu telantarkan tetapi Ibu titipkan pada kedua orangtua Ibu untuk merawatnya. 

3. Ibu dapat mengajukan perceraian di pengadilan agama sekaligus dengan mengajukan hak pengasuhan anak. Kebetulan anak Ibu baru berumur 5 1/2 tahun, yang mana menurut peraturan dalam hal terjadi perceraian anak yang belum berumur 12 tahun (belum mumayyiz) adalah hak Ibunya/berada di bawah asuhan Ibu (pasal 105 Kompilasi Hukum Islam). 

4. Mengenai status perkawinan yang baru dari suami Ibu adalah tidak sah menurut hukum, karena dilakukan tanpa seizin Ibu. Dan bisa saja alasan tersebut menjadi alasan dalam Ibu mengajukan gugatan perceraian. Namun tentunya Ibu harus dapat membuktikannya dalam persidangan dengan menghadirkan saksi-saksi yang dapat memberikan keterangan sehingga menguatkan alasan Ibu.

5. Keinginan Ibu agar perceraian tidak bertele-tele, tidak bisa. Karena untuk berperkara di pengadilan ada Hukum Acaranya (tata cara/peraturan/undang-undangnya). Suami Ibu kebetulan bertempat tinggal di luar kota sehingga proses persidangan cukup makan waktu. Ada pun prosesnya yaitu gugatan perceraian diajukan di Pengadilan Agama, kemudian pengadilan akan mengirimkan panggilan sidang kepada suami Ibu melalui Pengadilan Agama Yogyakarta. Selanjutnya, setelah panggilan diterima dan ditandatangani oleh suami Ibu, surat panggilan tersebut dikirim kembali ke pengadilan di mana Ibu mengajukan gugatan. Demikian pula proses panggilan untuk sidang-sidang berikutnya. Demikianlah cara/prosedur yang harus ditempuh oleh Ibu, memang makan waktu dan biaya. Apabila Ibu ingin menyelesaikan permasalahan Ibu, maka Ibu harus siap menghadapi berbagai kendala. Tanpa adanya tekad Ibu maka masalah tidak akan selesai.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement