REPUBLIKA.CO.ID, Kerap menonton tayangan infotainment di televisi? Jika ya, pastinya Anda kerap mendengar berita seputar pernikahan siri para artis. Ada yang berjalan damai, namun tak sedikit yang berakhir dengan kekisruhan. Mengapa ini bisa terjadi? Apa sebenarnya konsekuensi nikah siri bagi wanita?
Terkait dengan hal ini, psikolog yang kerap mencermati masalah perkawinan, Sri Maslihah Psi menjelaskan, pernikahan dalam hukum Islam dinyatakan sah bila ada mempelai, akad nikah, mahar (mas kawin), wali, dan saksi-saksi. Jika semua rukun ini terpenuhi, maka pernikahan itu sah menurut agama.
Namun, negara memiliki aturan sendiri dalam hal pernikahan, yakni pernikahan yang sah harus dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA). ''Jika pernikahan hanya sah di mata agama, tidak diikuti pencatatan di KUA akibatnya perlindungan hukum dari negara bagi mempelai, terutama perempuan (istri), sangat lemah. Oleh karena itu, sebaiknya pernikahan harus dicatat,'' kata Sri.
Kelemahan bagi perempuan, lanjut alumnus Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, Bandung, ini, antara lain tidak bisa mengajukan gugat cerai jika suatu saat terjadi masalah dalam pernikahan. Di samping itu, istri juga tidak mendapat hak waris jika suami meninggal.
Bukan hanya istri yang dirugikan. Anak-anak hasil pernikahan siri juga kena imbasnya. Mereka tidak mendapat hak waris, tidak bisa memperoleh akta kelahiran, dan surat lain yang diperlukan untuk masuk ke sekolah. Karena itu, dalam pandangan Sri, kawin siri lebih banyak merugikan perempuan dan anak ketimbang si pria.
Dalam pandangan Sri, pernikahan siri yang kerap dilakukan orang saat ini sudah salah kaprah, tidak sesuai syariat, dan menyimpang dari tujuan mulia pernikahan yakni ibadah guna membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. ''Tapi sekarang ini, nikah siri digunakan untuk kepentingan yang tidak bertanggung jawab, sekadar legitimasi atau menghalalkan kesenangan (napsu) supaya tidak dibilang haram,'' katanya.
Sri yang juga aktivis Salimah (Persaudaraan Muslimah) Bandung menambahkan, pernikahan siri di kalangan masyarakat Indonesia biasanya tidak dilakukan pada pernikahan pertama, melainkan pernikahan kedua, dan seterusnya, sehingga sengaja disembunyikan agar tidak diketahui umum. Hal ini erat kaitannya dengan sikap sebagian besar masyarakat Indonesia yang belum bisa menerima poligami. Padahal, Rasulullah SAW menganjurkan, pernikahan harus diumumkan agar diketahui khalayak ramai.
''Rasul tidak pernah melakukan nikah di bawah tangan dan semua pernikahan beliau diumumkan, tidak ada yang disembunyikan. Oleh karena itu, tidak benar kalau pernikahan harus disembunyikan. Mereka yang mau menjadi istri kedua, ya harus diumumkan kepada khalayak ramai dengan status istri kedua, jangan disembunyikan,'' kata Sri panjang lebar.
Melihat praktik pernikahan siri di sebagian masyarakat kita, dan beragam masalah yang dialami oleh sejumlah pelaku nikah siri itu, Sri mengingatkan kaum perempuan agar berpikir panjang sebelum menjalani pernikahan secara siri. ''Alangkah indahnya jika pernikahan mendapat perlindungan hukum dari negara. Kasihan kan anak-anak yang tidak jelas statusnya di mata hukum.''