REPUBLIKA.CO.ID, Konsultan desain, Alwi Sjaaf, melihat kecenderungan yang terjadi di Indonesia adalah banyak orang yang mengikuti tren tersebut tanpa memahami budaya dari negeri di mana gaya dapur semacam itu diimpor. ''Karena itu ada slogan Saya bergaya maka saya ada,'' ujar dia.
Alwi menambahkan, harga kitchen set dan peralatannya yang ratusan juta rupiah juga tidak menjadi jaminan bahwa si empunya rumah adalah orang yang mahir bekerja di dapur. Sebaliknya, banyak dapur bersih, mengkilap, tetapi pisaunya tumpul semua karena tidak biasa digunakan. ''Si empunya rumah juga tidak tahu dan tidak ada niat untuk tahu apa gunanya bermacam-macam pisau itu,'' sambungnya. Imelda yang sempat melakukan riset pada sejumlah dapur di Indonesia sampai pada kesimpulan, ''Kalau dapurnya cantik, yang punya rumah pasti nggak bisa masak. Sebaliknya, kalau dapurnya heboh, masakannya pasti enak,'' ujarnya.
Imelda Akmal, konsultan desain, mengatakan sering terjadi bahwa kebutuhan akan dapur justru disesuaikan dengan kebutuhan pembantu. ''Ini karena, bila pembantu yang memasak, hanya perlu satu pisau untuk alat memotong. Mereka tidak peduli apakah itu pisau roti, pisau daging, pisau apa pun tetap dianggap sebagai alat untuk memotong. Apalagi kalau bahan masakan yang akan dipotong itu tidak berbeda-beda jenisnya,'' katanya. Alhasil, tak jarang para pembantu ini justru sering menolak perkakas modern karena tidak tahu cara menggunakannya dan memilih cara lama. Misalnya saja, pekerjaan mengulek sambal yang lebih nyaman dilakukannya dengan cobek daripada blender khusus.
Ini semua, papar Imelda, karena kitchen set yang menjadi tren saat ini berasal dari Barat dan didesain untuk makanan Barat. Dengan gaya hidup Barat yang cenderung ringkas dan praktis, maka mereka pun membutuhkan perkakas yang sama praktisnya. Seperti pendapat perncang produk peralatan dapur asal Inggris, Jhan Stanley, bahwa karena keterbatasan ruang, waktu dan uang, maka rata-rata masyarakat Barat memilih satu dapur yang multifungsi.
Sementara masyarakat Indonesia yang punya cita rasa masakan berbumbu sesungguhnya memiliki tatanan dapur yang berbeda dengan Barat. Artinya, banyak bumbu dasar dan sayuran yang harus dipotong dan dibersihkan. Dan ini hanya mungkin dilakukan di dapur kotor. ''Kan nggak mungkin kita bakar terasi di dapur bersih,'' ujar Alwi. Maka, terciptalah tren dapur yang bercabang, yaitu dapur kotor dan pantry.
Sayangnya, yang terjadi saat ini adalah dapur kotor cenderung dianaktirikan. Orang lebih suka memamerkan pantry-nya yang modern, tapi tidak ramah. Pantry pun digilai bukan karena fungsinya sebagai tempat memasak, tetapi karena keindahan dan fungsinya sebagai bagian dari interior.