Oleh Agung Sasongko/Reporter Republika Online
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamis (19/9) kemarin, Indonesia Internasional Motor Show (IIMS) 2013 dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden, Boediono.
Seremoni tersebut menjadi cukup krusial lantaran wapres memanfaatkan momentum itu untuk bersikap soal polemik kebijakan mobil murah dan ramah lingkungan (LCGC).
Soal ini, memang keberatan secara terbuka disampaikan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Jokowi mengirimi surat yang isinya mempertanyakan nasib jalanan ibukota yang kian membuat "pusing".
Mobil murah ini dikhawatirkan Jokowi bakal menambah pekerjaan rumah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta soal penanggulangan masalah kemacetan.
Atas keluhan Jokowi itu, Boediono mengatakan pemerintah pusat tidak akan tinggal diam dengan kekhawatiran pemprov DKI. Ia berjanji pemerintah pusat akan ikutan membantu ibukota terkait masalah mobil murah. Memang, Boediono tidak menyebut secara detail seperti apa peranan pemerintah pusat.
"Saya sampaikan langsung pak Wagub, intinya, pemerintah pusat tidak akan lepas tangan untuk mengatasi masalah ibu kota, termasuk macet dan banjir. Pemerintah siap, karena Jakarta jendela Indonesia," kata Boediono.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang hadir mendampingi wapres, merespon positif pernyataan RI-2. Ia hanya memastikan bahwa surat yang dikirimkan Jokowi bukanlah penolakan namun hanya mempertanyakan kebijakan mobil murah yang "berseberangan" dengan usaha DKI mengatasi masalah kemacetannya.
Dari perspektif industri, mobil LCGC bukanlah ancaman. Ini karena skala produksinya yang kecil. Itu pun terbagi penyerapannya tidak hanya ibu kota saja, tapi daerah-daerah lain. Di Jakarta, hanya ada 10 persen mobil LCGC, yang artinya jumlahnya baru 2.000-3.000 unit saja.
Terlepas dari polemik ini, harus diakui industri otomotif sangat membantu dalam penciptaan lapangan kerja, investasi dan lainnya. Namun, dalam hal ini tetap saja kekompakan antara pemerintah pusat dan daerah soal industri otomotif dibutuhkan. Karena hanyalah ini kuncinya.
Kalau tidak kompak, maka nasibnya seperti ini, industri otomotif babak belur, jalanan tetap macet dan masyarakat jadi apatis. Yang harus terjadi adalah, industri otomotif berorientasi ekspor, jalanan lancar, dan masyarakat peduli. Semua senang, semua bangga. Ini yang benar.
Thailand bisa melakukan itu. Malaysia pun bisa. Artinya, Indonesia juga bisa. Jangan malu belajar ke negara lain yang lebih mapan membangun industri otomotifnya. Jangan congkak ketika industri otomotif terus memecahkan rekor tapi hanya jagoan kandang.
Dari hajatan IIMS cukup menjadi tolak ukur bagaimana kesiapan Indonesia menjadi industri otomotif terkemuka dunia. Negara ini sudah dibekali hal-hal yang super lengkap, sumber daya alam, manusia dan wilayah. Karakter wilayah yang beragam dari segi fisik juga seharusnya menginspirasi apa yang perlu diproduksi.
Apa yang terjadi dalam pembukaan kemarin juga menegaskan posisi IIMS sebagai wadah komunikasi pemerintah pusat, daerah, industri dan masyarakat.
IIMS tak lagi hanya sekadar memajang, menjual tapi juga ada fungsi lain, yaitu tadi komunikasi. Ya, semoga saja, polemik ini menelurkan hikmah. Seperti apa hikmahnya, tunggu saja.