Sabtu 18 Dec 2021 23:20 WIB

Oposisi Pemerintah Taiwan Terpuruk dengan Kegagalan Referendum

Salah satu referendum soal larangan impor daging babi mengandung adiktif ractopamine,

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.
Foto: AP/Chiang Ying-ying
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Oposisi pemerintah Taiwan mengalami kemunduran besar pada Sabtu (18/12). Mereka harus menerima kenyataan usai para pemilih menolak empat referendum yang diperjuangkan mereka sebagai bentuk ketidakpercayaan terhadap pemerintah.

Terdapat dua referendum yang paling kontroversial. Pertama yang menanyakan apakah akan melarang impor daging babi mengandung aditif ractopamine penambah kurus dengan alasan keamanan? Kemudian pertanyaan kedua apakah akan merelokasi terminal gas alam cair (LNG) yang direncanakan untuk melindungi terumbu karang?

Baca Juga

Pemerintah menyetujui impor daging babi tahun lalu, berharap untuk menghilangkan batu sandungan untuk kesepakatan perdagangan bebas dengan Amerika Serikat dengan ractopamine banyak digunakan. Keputusan ini pun menunjukkan bahwa itu adalah mitra dagang yang dapat diandalkan.

Sedangkan terminal LNG akan mengamankan pasokan energi untuk pulau penghasil semikonduktor, yang dilanda pemadaman listrik pada Mei. Pejabat pemerintah mengatakan terminal LNG akan dipindahkan lebih jauh ke lepas pantai untuk meminimalkan dampak pada terumbu karang, tetapi referendum meminta relokasi total.

Jumlah pemilih untuk referendum cenderung rendah, tetapi pemerintah menyambut baik kekalahan referendum itu."Rakyat Taiwan ingin keluar ke dunia, dan bersedia berpartisipasi aktif dalam komunitas internasional," kata Presiden Taiwan Tsai Ing-wen kepada wartawan, mengacu pada pemungutan suara babi.

Pemerintahnya berharap hasil penolakan itu juga akan memperkuat kasusnya untuk bergabung dengan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik atau CPTPP. Perjanjian dagang ini melibatkan  Australia, Brunei, Kanada, Cile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam.

Pengaju referendum tersebut berasal dari partai oposisi utama Taiwan, Kuomintang atau KMT. Secara tradisional menyukai hubungan dekat dengan Beijing.

Ketua KMT Eric Chu meminta maaf atas kegagalan tersebut. "Jangan berkecil hati. Mari terus bekerja keras. Kami akan selalu berdiri di pihak rakyat. Kami harus selalu mewakili pendapat rakyat dan menentang kediktatoran demokrasi pemerintah," katanya.

Menurut Eric, cuaca dingin bisa menjadi penyebab rendahnya jumlah pemilih. KMT juga telah meminta para pemilih untuk menyetujui isu ketiga, untuk memulai kembali pembangkit listrik tenaga nuklir, dengan mengatakan bahwa itu adalah cara terbaik untuk memastikan pasokan energi. Sedangkan pemerintah Taiwan ingin menghentikan tenaga nuklir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement