Kamis 16 Sep 2021 21:56 WIB

3.000 Nakes di Prancis Kena Skors Gara-Gara Belum Vaksinasi

Prancis adalah salah satu negara yang cukup skeptis saat kampanye vaksin diluncurkan

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Masyarakat mengantre untuk divaksin di Stade de France, Saint-Denis, di luar Paris, Prancis, pada April 2021.
Foto: EPA-EFE/THOMAS SAMSON / POOL MAXPPP OU
Masyarakat mengantre untuk divaksin di Stade de France, Saint-Denis, di luar Paris, Prancis, pada April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Sekitar 3.000 petugas kesehatan di Prancis diskors karena belum divaksinasi Covid-19. Sebuah aturan baru, yang mulai berlaku pada hari Rabu (15/9), menyatakan vaksinasi wajib bagi 2,7 juta staf kesehatan, rumah perawatan, dan layanan pemadam kebakaran di negara itu.

Menteri Kesehatan Prancis Olivier Veran mengatakan pada hari Kamis (16/9) bahwa sebagian besar penangguhan hanya bersifat sementara. Aturan itu berlaku untuk semua dokter, perawat, staf kantor, dan sukarelawan.

 

"Banyak yang sekarang setuju untuk divaksin karena mereka melihat bahwa mandat vaksinasi adalah kenyataan," kata Veran dilansir di BBC, Kamis (16/9).

 

Presiden Emmanuel Macron pertama kali memberi pemberitahuan kepada pekerja tentang perubahan aturan pada 12 Juli. Ia memperingatkan mereka bahwa mereka perlu mendapatkan setidaknya satu suntikan pada 15 September atau mengundurkan diri dari pekerjaan mereka.

 

"Saya menyadari apa yang saya minta dari Anda, dan saya tahu bahwa Anda siap untuk komitmen ini, ini adalah bagian dari rasa kewajiban Anda," katanya saat itu.

 

 

Dengan mandat yang sekarang ada, dan ribuan orang masih menolak untuk mendapatkan vaksin, ada kekhawatiran akan terganggunya layanan kesehatan. Hanya di satu rumah sakit di Nice di Prancis selatan, misalnya, hampir 450 pekerja telah diskors. Ini memicu protes di luar gedung.

 

Di kota selatan lainnya, Montélimar, satu rumah sakit mengkonfirmasi bahwa mereka telah mulai membatalkan operasi yang tidak mendesak karena kekurangan ahli anestesi yang divaksinasi.

 

"Kita harus menjaga orang-orang ini tetap bekerja sampai mereka digantikan," kata Christophe Prudhomme, dokter darurat dan anggota parlemen sayap kiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement