REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tanda-tanda kesucian haid yang berlaku bagi Muslimah umumnya memiliki perbedaan pendapat di kalangan ulama. Para ulama-ulama mazhab menjabarkan hal itu berdasarkan argumentasi yang didasari oleh dalil.
Dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid karya Ibnu Rusyd disebutkan, para ulama yang fuqaha (ahli fikih) berselisih pendapat mengenai tanda kesucian. Kelompok pertama berpandangan bahwa tanda kesucian adalah terlihatnya cairan putih atau kekeringan.
Pendapat ini dikemukakan oleh ulama-ulama mazhab Imam Malik. Para ulama dari kalangan mazhab ini berpendapat bahwa sama saja apakah biasanya seorang perempuan mendapatkan kesucian dengan cairan putih atau dengan kekeringan. Mana pun di antara keduanya yang dia lihat maka dia telah suci dengannya.
Adapun pandangan dari kelompok para ulama-ulama kedua menyatakan, pembedaan dengan mengatakan bahwa apabila seorang perempuan termasuk yang biasa melihat cairan putih maka dia belum suci sampai melihatnya. Dan apabila dia termasuk yang tidak biasa melihat cairan putih, maka kesuciannya adalah kekeringan.
Sedangkan penyebab adanya perselisihan pendapat ini dikarenakan adanya sebagian dari mereka memperhatikan kebiasaan dan sebagian yang lain memperhatikan berhentinya darah saja. Namun, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa perempuan yang biasanya mendapatkan kesucian dengan kekeringan, maka ia telah suci dengan terlihatnya cairan putih.