REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Arif Satria (Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB)
Gagasan Jokowi untuk membuat sungai di Jakarta sebagai sarana transportasi alternatif, nampaknya masuk akal. Bila pergi ke Brisbane, ibu kota negara bagian Queensland Australia, kita akan menemukan contoh transportasi sungai yang sangat baik.
Di Brisbane, moda angkutan ini dikenal dengan nama City Cat. Sebuah perahu modern yang menghubungkan beberapa titik penting. Saat saya hendak pergi dari University of Queensland ke pusat kota, tak perlu repot menggunakan taksi atau bus. Ada City Cat yang sungguh nyaman. Harga tiket sekitar 6 dolar Australia (AUD) berlaku untuk dua jam.
Jadi, bila kita pergi dari satu titik ke titik lainnya dan kita kembali ke titik semula kurang dari dua jam, maka tiket tersebut masih berlaku. Dengan City Cat kita bisa menyusuri titik-titik penting objek wisata. Sebut saja daerah South Bank yang dikenal dengan pantai buatannya yang gratis untuk publik bisa kita kunjungi dengan City Cat. Begitu pula Story Bridge, sebuah jembatan terkenal di Brisbane bisa diakses dengan City Cat.
city cat
Dengan jalan-jalan melalui sungai pun kita bisa mengetahui bahwa tinggal di tepi sungai merupakan impian banyak orang di Australia. Hanya orang kaya yang bisa tinggal di tepi sungai.
Biasanya mereka memiliki jetty tersendiri untuk parkir boat yang mereka miliki. Ini kontras dengan di Indonesia bahwa tinggal di tepi sungai karena terpaksa akibat sempitnya akses tanah di tempat lain, sehingga hunian tepi sungai biasanya didominasi oleh kalangan kelas bawah. Di Jawa sebutan rumah “pinggir kali” menunjukkan rumah milik orang kelas bawah.
Perbedaan persepsi terhadap sungai memengaruhi pembentukan persepsi terhadap status orang-orang yang tinggal di sekitarnya. Tentu, di Australia sungai adalah “halaman depan” sehingga harus dijaga dan dirawat. Mungkin kita menganggap sungai adalah “halaman belakang” sehingga menjadi tempat pembuangan sampah. Bisa jadi dengan mendayagunakan sungai untuk transportasi makin meningkatkan kepedulian kita pada sungai, sehingga suatu saat pun kita anggap sungai sebagai “halaman depan”.