REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Husain Yatmono *)
Ada yang menarik dari pernyataan Wakil Panitera Pengadilan Agama Yogyakarta, Mokhammad Udiyono tentang poligami di kantornya Jl. Ipda Tut Haryono Yogyakarta, Kamis (5/1) (news.detik.com 5/12/2017). Ia menjelaskan, seseorang yang ingin melakukan poligami di Yogyakarta, harus mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama Yogyakarta dengan melampirkan 12 syarat sebagai berikut:
1. Permohonan (rangkap 8)
2. Surat pengantar dari RT-RW-kelurahan pemohon
3. Fotokopi KTP pemohon yang dileges dan diberi meterai Rp 6.000
4. Fotokopi KTP calon istri yang dileges dan diberi meterai Rp 6.000
5. Fotokopi buku nikah pemohon yang dileges dan diberi meterai Rp 6.000
6. Surat keterangan status calon istri
a. Janda: Cerai: Akta cerai dileges bermeterai Rp 6.000
b. Mati: Akta kematian dileges bermeterai Rp 6.000
c. Perawan: Keterangan dari RT-RW-Kelurahan
7. Surat keterangan penghasilan pemohon diketahui kelurahan
8. Surat pernyataan kesediaan istri untuk dimadu, bermeterai Rp 6.000
9. Surat pernyataan kesediaan calon istri menjadi istri kedua, bermeterai Rp 6.000
10. Surat pernyataan berlaku adil pemohon, bermeterai Rp 6.000
11. Daftar harta gono-gini dengan istri I, diketahui kelurahan
12. Bea panjar perkara
“Ke dua belas syarat tersebut akan diajukan sebagai bukti dalam persidangan, apakah Hakim akan menerima atau menolak permohonan poligami seseorang," kata Mokhammad Udiyono.
Menurut penulis, persoalan ini menarik untuk dicermati. Mengapa? Karena Kementrian Agama telah mengatur atau mempersulit sesuatu yang mubah (boleh-boleh) saja dikerjakan, sementara perkara-perkara yang diharamkan seperti perzinaan, perselingkuhan, kumpul kebo, dan tindak kemaksiatan lainnya justru tidak diatur.
Seharusnya, Kementrian Agama membuat peraturan yang mencegah dan memberi sanksi bagi tumbuh dan berkembangnya perbuatan haram. Bukankah tindakan preventif (pencegahan) lebih mudah dari pada mengobati. Hukum bagi para pelaku perzinaan, perselingkuhan, karena perbuatan ini terkategori haram. Perbuatan perselingkuhan telah menjadi penyebab utama pada pasangan suami istri yang mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama. Datanya selalu naik setiap tahun.
Poligami ada aktivitas/perbuatan mubah/boleh untuk dikerjakan, mengapa dipersulit? Jika seseorang telah memiliki kemampuan dia diperbolehkan mengerjakannya menurut pandangan hukum Islam. Kebijakan yang salah kaprah, mengatur yang mubah, membiarkan aktivitas haram tumbuh dan berkembang.
Bahkan kalau kita amati lebih jauh, pembiaran kegiatan kemaksiatan dan perzinaan murapakan salah satu strategi untuk meliberalkan keluarga Muslim. Ini merupakan bagian dari kampanye penghancuran tatanan kehidupan keluarga Muslim. Dalam pandangan Islam, hanya aktivitas pernikahan yang disahkan bagi seorang laki-laki bisa mempersunting wanita idolanya. Melalui prosesi ijab qobul (serah terima pernikahan) seseorang legal untuk kumpul bersama dengan pasangan mereka. Masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam masih sangat memperhatikan aturan pernikahan ini.
Sementara budaya liberal, yang membiarkan seseorang melakukan sesuatu yang mereka kehendaki, tanpa terikat oleh aturan apapun tidak dikenal dalam Islam. Karenanya, untuk membentengi dan menyelamatkan tatanan kehidupan keluarga yang Islami, sudah seharusnya Kementrian Agama membuat ketentuan yang bisa mencegah dan menghilangkan budaya zina dan maksiat.
*) Pegiat Literasi tinggal di Gresik