REPUBLIKA.CO.ID, -- Seusai aksi bela Islam 1, 2, dan 3 satu per satu ulama dan tokoh Islam dilaporkan ke pihak berwajib dengan berbagai tudingan. Berbagai kesalahan mereka terus dicari-cari. Opini pun terus dibangun bahwa para ulama sebagai penggerak Aksi Bea Islam, khususnya Aksi 212 yang begitu damai, dianggap sebagai pihak yang mengganggu dan merusak kebhinekaan.
Bahkan, ada upaya provokasi terhadap kelompok anti-Islam untuk melakukan perlawanan/penolakan terhadap ulama. Diakui atau tidak, hal ini mengingikasikan adanya upaya kriminalisasi terhadap ulama.
Menguatnya kekuatan Islam yang direpresentasikan oleh aksi bela Islam 1, 2 dan 3 menunjukkan kuatnya dukungan dan ketundukan umat kepada para ulama, membuat takut kelompok status quo ataupun kelompok anti-Islam.
Muncul kekhawatiran akan terancamnya kepentingan mereka di negeri ini, apalagi jika dibiarkan hal ini bisa memunculkan kebangkitan Islam. Maka berbagai cara dilakukan untuk mengadang semua itu, di antaranya melalui upaya kriminalisasi para ulamanya.
Dalam menghadapi situasi seperti ini, ulama dan umat Islam harus tetap berpegang teguh kepada Islam dan tetap bersatu, tidak terpancing dengan provokasi untuk membenturkan kalangan umat Islam yang satu dengan yang lain.
Umat Islam harus tetap patuh kepad para para ulama yang mukhlis, bukan ulama oportunis. Hal inilah yang akan mampu menjaga kekuatan umat Islam, dan bahkan mampu menjadi fondasi bagi negara dari segala bentuk penjajahan ataupun cengkeraman, yang akan menghancurkan umat Islam dan negeri Muslim tercinta ini.
Tri Rastuti
Cigombong, Bogor