REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ki Demang *)
Di Indonesia tarian yang menggunakan topeng tidaklah banyak. Selain di Malang, kota-kota lain di antaranya, Cirebon, Jogjakarta, Surakarta, dan Bali.Namun, Topeng Malangan mempunyai ciri khas dan karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kesenian topeng di daerah lain. Dalam sejarahnya, topeng Malangan pernah mengalami masa kejayaan di era Bupati R.A.A Soeriohadiningrat (I889-1928). Hal ini lantaran sang bupati yang mencintai kesenian waktu itu mengharuskan semua perangkat pemerintahannya agar bisa menari topeng.
Di masa kepemimpinan Raden Suryo, seni topeng berkembang pesat. Menurut penuturan Kepala Desa Jabung, Malang, Anik Sri Hartatik, dulu atas anjuran sang Bupati Suryo, maka setiap wedono (lurah) mempunyai grup topeng sendiri. Se-Malang Raya kala itu hampir tersebar ada 220 grup topeng. Anik Sri Hartatik sendiri adalah salah satu canggah Buyut Reni, cucu dari Mbah Kangsen yang saat itu juga pernah menjadi lurah Jabung.
Awal abad ke-20, ada seorang sungging dan guru tari dari Desa Polowijen bernama Tjondro Suwono yang popular dengan sebutan Mbah Kyai Reni. Konon, Mbah Reni sangat ahli dalam hal kriya ukir. Beliau adalah abdi dalem kesayangan bupati Malang saat itu.
Popularitas Mbah Reni sebagai penyungging terkenal, dan telah mengangkat nama Polowijen pada saat itu sebagai sentral pembuatan mebel dan ukiran yang terkenal seantero Malang. Sampai kemudian Polowijen disebut sebagai Desa Reni.
Sebagai abdi kepercayaan sang Bupati, Kyai Reni mencurahkan pengabdiannya kepada seni topeng. Pengabdian Kyai Reni mendapat dukungan dari keluarga dan anak-anaknya dengan ikut menjadi penyebar kesenian topeng di Malang Raya.
Berdasarkan keterangan silsilah dari keluarga Tjondro Suwono (Mbah Reni) sebagaimana disampaikan oleh Anik Sri Hartatik, Buyut Reni adalah anak kedua dari Sunan Bonang, mempunyai dua keturunan, yaitu Buyut Min dan Buyut Kas.
Dari pernikahan kedua anaknya, yaitu Buyut Min dan Buyut Kas, Buyut Reni mempunyai banyak cucu. Buyut Min mempunyai lima anak, yaitu Yai Jogo (Sumber Pulus), Yai Ali (Sumber Ngringin), Yai Ati (Lowok Mojo, Malang), Yai Misri (Pandean, Malang) dan Mbah Pandam.
Menurut penuturan Mbah Parjo, Buyut Reni mempunyai dua istri. Nama istri yang diingat Buyut Reni adalah istri kedua bernama Sri Wahyuni di Polowijen. Dari pernikahan dengan Sri Wahyuni, melahirkan enam anak. Mereka adalah Kunto, Gondo, Sekar, Arum, Gunawan, dan Gunarso.
Keterangan itu, dikuatkan oleh peneliti dan pecinta topeng Malang, Muhammad Nasai. Menurut Nasai, buah perkawinan Mbah Reni dengan istri pertama, mempunyai 9 anak. Antara lain, Beji/ Ruminten (Jabung), Amar (Njeruk), Yai Nor, Yai Suco, Mbah Seno (Senggreng), Goendari (Polowijen), Yai Soyi, Sarlan dan Yai Surti. Itulah nazab silsilah keluarga Kyai Reni sang punden Topeng Malangan, yang makamnya baru diketemukan tahun 2012 silam di Polowijen, Kota Malang.
*) Penggagas Kampung Budaya Polowijen, Malang