REPUBLIKA.CO.ID, Puisi Budi Sabarudin
Mengapa kau biarkan begitu saja
Patung liberty, kincir angin, menara eifel, dewa matahari
Masuk ke dalam pikiranmu
Juga kau telan habis kisah kucing liar Katty Parry
Kaos Victoria Becham ke dalam perutmu
Akhirnya kau pun memajang paha, ketiak, dan payudara
Di super market, terminal, stasiun, pasar-pasar tradisional,
Jalan dan trotoar, bahkan di kolong-kolong jembatan
dan lampu merah, termasuk di gedung-gedung bioskop
dan pangung-panggung hiburan dengan pembawa
acaranya tak tidak lulus SD
Semua itu menjadi barang-barang hidup yang engkau obral
Dengan discount 30 persen, dan ada kalanya sampai 50 persen
Malah di media sosial facebook discount pun sudah tak berlaku lagi
Karena tubuhmu dunkin donut yang dilumuri coklat dan serbuk keju
Siap disantap, dipotong-potong dan ditusuk dengan garpu
“Hei, dari mana kau belajar rumus dagang seperti itu?
Aku kira itu bukan teorinya pengusaha Ciputra
atau Agung Podomoro, juga Aburizal Bakrie.”
Aku bertanya ketika tubuhmu sudah ditumbuhi rumput ilalang
Yang di dalamnya semua jenis rayap hidup dan berkembang biak
O, sehelai rambut pun yang tak kau tutupi, yang kau biarkan tergerai
Tak kan jadi sampan yang mengantarmu melewati sungai-sungai susu
Lihat, batu-batu besar itu berterbangan ke udara
Berkumpul bersama awan. Juga gelombang laut
sudah sampai mencium langit pada lapisan paling tinggi
Pucuk api dari kompor-kompor dan tunggku-tungku
di dapur pun sudah menari-nari
Sedangkan lidah laki-laki panjangnya sudah melebihi jalan tol
Kalau kau kena jilatannya, kau pun mati di dalamnya
Tapi itu tak membuat lak-laki menjadi kenyang
Ribuan tahun, di matanya, laki-laki itu membangun pengeboran minyak
Dan pom bensin-pom bensin, solar, pabrik-pabrik gas
yang mengemas tabung 12 dan 3 kg, dan blower-blower alat pendingin
Aku ingin mengingatkan, Ibumu yang melahirkan
Engkau dengan bantuan paraji, dulu selalu memasak sayur asem,
Tumis toge dan kangkung, oreg tempe, goreng dan bacem tahu
Pepes ikan teri, dan sambel bledag dengan lalap
Daung singkong dan pepaya
Ibumu juga mengajarkan engkau mencuci baju, kutang, celana dalam,
Baju seragam sekolah, sarung dan mukena dari semua kotoran
Lalu menjemurnya digantung pada tali kawat
Yang disangga beberapa bambu
Jika sudah kering, ibumu membeli arang dan membakarnya
Bersama batok kelapa di atas seng. Setelah keluar bara
Dimasukan ke dalam setrika. Mulailah ibumu menyetrika hingga
Baju-bajumu itu menjadi bersih dan licin
Ibumu juga yang membelikan engkau tuturutan
Agar pandai mengaji, agar engkau tak menjadi kaos kaki
Yang dijual di emper-emper toko pedagang kaki lima
Rasakan gunung-gunung yang murung dan memendam marah
Rumput-rumput laut dan bakau yang merintih-rintih
Bumi pun gempa, rumah berderak-derak
Tangkaplah angin yang yang berputar-putar kehilangan arah itu....
Tuturutan = Juz Ama
Tangerang, 26 April 2012
BUDI SABARUDIN, lahir di Desa Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Senang menulis cerpen dan puisi serta naskah drama anak-anak. Karya-karya cerpen dan puisi pernah dimuat di koran lokal dan nasional serta media online. Mengelola Sanggar Kancil yang menggarap “Teater Halaman Rumah” untuk anak-anak di lingkungn sekitar rumah. Salah satu cerpennya “Gadis Pemetik Kangkung” terangkum dalam antologi cerpenis Mataram-NTB (1998). Kini tinggal di Taman Royal 3, Jalan Akasia 3 AX1 No 8, Cipondoh, Kota Tangerang. Email : [email protected] ***