Alawy
Pagi ini kudengar berita kurang sedap di lini masa
Kemarin seorang anak muda ditusuk dadanya di Jalan Bulungan
Jantungmu tembus, badanmu tumbang, jiwamu melayang di udara
Entah dendam kesumat apa yang ada di benak pembacokmu
Kematianmu membawa bara api mendidih di sejawatmu
Dan lagi-lagi luka berceceran dan amarah membara di Jalan Bulungan
Alawy, sesungguhnya aku tidak kenal denganmu
Namun aku tahu dibalik tidur panjangmu
Engkau hendak bertutur sepatah hikmah akan kehidupan
Bulungan bukanlah Bronx, karena Bulungan adalah Bulungan
Akan tetapi segenggam pistol di Bronx adalah sama harganya dengan satu arit di Bulungan
Kau bercerita tentang meruginya kita
Meruginya kita yang terlalu bangga akan suatu identitas yang fana
Suatu kebencian yang dilebih-lebihkan dan juga sama fananya
Suatu kebencian yang berakar entah salah siapa
Alawy, kau adalah martir melawan kebencian yang sia-sia
Robohnya badanmu mengisyaratkan kita untuk belajar lebih dewasa
Emosi adalah fana, emosi adalah fatamorgana, emosi adalah senja
Mungkin di sana kau sudah bertutur detik-detik akhir hayatmu kepada Mahatma
Dan Mahatma mungkin sekarang mengobati luka di dadamu dan mengusap rambutmu
Malam ini seorang anak muda bertemu dengan seorang tua bijak di nirvana
Keduanya mati karena kebencian yang entah dimulai dari siapa
Tak cukup-cukupnya rasa belasungkawa
Dan aku malas dengar wicara tanpa substansi di televisi tentangmu
Nyenyaklah engkau disana ditemani alunan gitar Victor Jara
Dan nyenyaklah engkau ditemani Victor Jara
Dan tenanglah engkau ditemani Victor Jara
Dan kutitip sebuah puisi dengan namamu kepada yang engkau pernah kasihi
Dan kuucap selamat malam padamu nun jauh di nirvana
Nun jauh di nirvana
Jakarta, 25 September 2012
Ibrahim Siregar
Faculty of Law Universitas Indonesia, 2009