REPUBLIKA.CO.ID, Puisi Budi Sabarudin
Serupa pengemis, berkarungkarung
kupungut ribuan proyektil katakata
dari pesta panggung ke panggung pemilu
dari sidang parlemen ke sidang parlemen
Pada musim hujan, kemarau, dan paceklik
malah ada banyak program daur ulang
disusun dari selongsong pikiran para abtenar
dari kantor pemerintahan ke kantor pemerintahan
Di jalanan
Di hutanhutan
Di gubukgubuk
Amarahku
Sakitku
Dendamku
Ditangkap…
Diculik…
Divonis hakim
Dijinakkan peluru
O, dari dulu negeri ini tak pernah berhenti
dari urusan bau darah, mesiu,
dan dinasti kekuasaan, Bung
Perut akhirnya tinggal serat, juga ampas dan cairan tak berguna
Kain pel merah putih yang terus-menerus dibanting,
dibilas, diperas dan diinjakinjak
: Suluh bagi ribuan mulut, mata, dan jiwa yang terluka
Otak
dicuci
Kupahami
Tuhan
hanya
lima menit
Bulan dan matahari ibu tersenyum
dalam gelap orangorang membawa bom
Hotelhotel diledakkan, ratusan rumah dijarah
Kantorkantor dibakar, rukoruko dirampok
orangorang asing dimusuhi, dihabisi...
“Ibu, aku pengantin… aku kena tembak, Bu….”
Kekalik, Mataram-NTB 1998-Kota Tangerang 2013
Budi Sabarudin, lahir di Desa Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat. Senang menulis puisi dan cerpen. Karya-karyanya pernah dimuat di sejumlah koran lokal, nasional, dan online. Sehari-hari bekerja sebagai jurnalis. Kini tinggal di Taman Royal 3, Jalan Akasia 3 AX1 No 8, Cipondoh, Kota Tangerang, Provinsi Banten. Email [email protected]; handphone 087-8830-36-184