Ahad 21 Feb 2016 08:51 WIB

Meneropong Masa Depan Kapitalis lewat Fiksi Ilmiah

Red: M Akbar
Harri Ash Shiddiqie
Foto: istimewa
Harri Ash Shiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Harri Ash Shiddiqie

Fiksi ilmiah Jules Verne terbit 1865. Fiksi ini berkisah mengenai aktivitas tamasya manusia menginjak bulan. Tampak menyenangkan.

Kini, fiksi ilmiah masa depan justru banyak berisi distopia, memperlihat pandangan buruk dan ketakutan. George Orwell dengan novelnya 1984 -- karya yang terbit tahun 1949 -- menceritakan Inggris yang dikuasai partai dengan pemimpinnya Big Brother.

Melalui aparat-aparatnya, setiap aktivitas warga negara dikontrol. Sampai-sampai hubungan suami-isteri  harus tunduk pada ketentuan partai. Tujuannya agar lahir generasi yang sesuai keinginan partai.

Teknologi telescreens menjejalkan apa saja agar semua tunduk. Bahkan Thought Police (polisi pikiran) mengawasi apa saja yang berkembang di setiap kepala warga negara. Meski pada 1984 -- telah di belakang lebih dari 30 tahun dan Inggris tidak seperti yang diceritakan Orwell -- tetap saja novel itu memberi gambaran buruk masa depan.

Saat itu Orwell memang menohok Stalin dan partai komunisnya. Lantas apakah Orwell benar seorang kapitalis? Tidak! Ia juga menolaknya. Ia lahir di India dan pernah menjadi gelandangan. Sebaliknya, novel yang dibuatnya justru menyerang kapitalis yang memeras setiap sen upah pekerja yang membuat mereka selalu miskin dan dibodohkan.

***

Sesungguhnya, banyak fiksi ilmiah yang mengisahkan tentang runtuhnya ekonomi. Salah satunya novel Patriot karya James Wesley (2009). Novel itu bercerita beberapa orang yang harus bertahan karena pasar saham runtuh. Inflasi melambung. Berita menyebar. 

Hanya perlu semalam ekonomi langsung bubar. Sistem neraca jatuh berserakan, dunia tanpa kerja. Kerusuhan dan penjarahan terjadi di seluruh negeri.

Fiksi ilmiah yang menggetarkan karena spekulatif ditulis Margaret Atwood, The Heart Goes Last (2015). Kapitalisme yang membuka pintunya lebar-lebar membuat manusia serakah. Dunia berlomba dengan proyek Bio-Engineering, rekayasa genetik.

Muncul perdagangan organ tubuh, diproduksi robot seks, bahkan penjualan darah bayi untuk mengendalikan tubuh selalu belia. Tak perlu dirinci tentang pelacuran, pengkhianatan kemanusiaan dengan pemerintah yang menyeramkan, menindas dengan logika dingin.

Kini, zina melalui industri film porno sudah menjadi bagian dari aktivitas ekonomi. Keserakahan  yang didukung kapitalis memicu tenaga kerja murah, disiplin tinggi, akurat dan tak banyak menuntut. Semua yang otomatis menyingkirkan tukang las di industri mobil dan sepeda. 

Warung-warung tenda gulung tikar kalah dengan mesin semacam ATM yang menyediakan makanan hangat cepat saji. Robot lebih akurat seberapa dalam bibit padi harus dibenamkan, dan berapa gram dosis pupuk yang harus diberikan.

Mobil mondar-mandir menyetir sendiri berdasar Map GPS dari satelit, bukankah menyingkirkan jutaan petani dan sopir? Sebentar lagi, bukan hanya pekerja, 'istri' bisa diperoleh dengan tepat dan rinci. Mancung hidungnya, suara dan gemulainya diprogram sesuai pesanan, robot seks.

***

Distopia.  Ah, bukankah itu hanya fiksi? Memang. Tapi, bukankah imajinasi Jules Verne tentang tamasya ke bulan itu terbukti.

Dan fiksi Orwell bahwa Big Brother mengendus isi kepala setiap warga negara, juga bukan khayalan. Hacker dengan mudah mengetahui file apa saja yang tersimpan di komputer kita. Anda punya Facebook, email, dan handphone? Semua tulisan dan rekaman pembicaraan bisa dibuka oleh Big Brother. 

Mau lari kemana? Oh, ternyata kiamat memang sudah mendekat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement