REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Harri Ash Shiddiqie (Penulis Tinggal di Jember, Jawa Timur)
Seorang teman dosen bercerita. Ada yang pernah berkata,''Bila saya sholat, kemudian berdoa, ya Allah ampuni hambamu ini. Saya khawatir Allah bingung, dosa yang mana?''
Aduh. Karena tak mencuri, tak membunuh, lalu merasa tak punya dosa? Boros itu saudara setan. Boros makan, boros belanja, boros tidur, semuanya dosa. Anugerah mata yang dimanfaatkan mencari nafkah dan ilmu, itu disebut bersyukur.
Artinya memanfaatkan anugerah Allah sesuai kehendak Allah. Tidur yang pas, mengistirahatkan mata dan otot agar badan sehat, itu juga syukur, pahala. Kebalikan syukur, hanya satu; kufur.
Mata yang didiamkan dengan tidur berlebihan, itu tergolong dosa. Bukan hanya mata, apapun anugerah Allah yang tidak dimanfaatkan -- dari kaki, hidung sampai jantung -- semuanya ditulis dosa.
Itu di wilayah fisik, belum lagi anugerah kecerdasan, kesehatan, kesempatan sampai kedudukan sebagai pemimpin, atau sebagai kepala rumah tangga.
Sangat banyak dosa di rentang waktu kehidupan yang jumlahnya berjuta-juta detik. Apakah memang dosa dicatat dalam hitungan detik. Apakah detik-detik waktu itu. Tepatnya; Apakah waktu?
***
Tidak mudah menjawab pertanyaan tentang waktu. Seekor ayam berjalan dari timur ke barat. Ini peristiwa, terjadi dalam ruang di depan mata dalam rentang waktu sekian detik.
Tiba-tiba datang seorang anak bertanya,''Manakah yang disebut ruang?'' Bisa saja tangan kita bergerak dari kiri ke kanan. ''Mana?'' Anak itu bertanya lagi,''Saya ingin melubanginya.''
Agak kurang ajar, berikutnya anak itu berkata sambil berkacak pinggang,''Manakah sang waktu. Saya akan menghentikannya.''
Apakah waktu?
Newton, fisikawan gravitasi itu menjawab, ruang dan waktu adalah semacam wadah bagi benda-benda bergerak. Ruang dan waktu berada di luar manusia, suatu wujud, semacam benda 'material' juga.
Kant, filosof sesudah Newton mengemukakan, sehelai daun yang jatuh, misalnya, ia berada dalam ruang yang terikat dengan arus waktu. Sang waktu juga butuh ruang. Dan ruang-waktu ini menjadi 'ada' karena ada pengamat, ada kesadaran pengamat.
Sekian ratus tahun kemudian Einstein membuktikan, waktu itu relatif. Berikutnya Heisenberg melalui mekanika kuantum menyatakan kesadaran pengamat menentukan hasil pengamatan, terkenal dengan konsep: ketidak-pastian Heisenberg.
Waktu menjadi relatif, tergantung manusia bagaimana ia memandang. Tak usah heran, bila seorang ahli fisika ditanya, apa yang dimaksud relativitas waktu? Jawabannya: bila orang itu menunggu bus, satu jam itu lama, bila bersama kekasih, satu jam singkat sekali.
Pernah dengar cerita imajinasi paradoks saudara kembar? Dua orang saudara kembar, berumur 28 tahun. Si A berangkat meninggalkan B di Jakarta dengan pesawat yang kecepatannya secepat cahaya. Empat puluh tahun kemudian, si A turun dari angkasa di Jakarta. Si A tetap muda tapi Si B sudah tua renta karena berumur 68 tahun.
Memang imajinasi, tapi ilmiah, bisa dibuktikan secara matematik, juga telah dibuktikan secara empiris; eksperimen! Tahun 1971, fisikawan J.C. Hafele dan R.E. Keating menggunakan arloji atom Cesium, jam yang sangat teliti.
Empat diletakkan di pangkalan Naval Observatory di Washington DC, empat lainnya diletakkan di pesawat jet arah ke barat dan empat sisanya di pesawat ke arah timur. Kedua pesawat jet berangkat bersamaan mengelilingi bumi.
Ketika kembali bertemu, semua arloji dibandingkan. Arloji yang naik pesawat lebih lambat dari yang diam di bumi. Selisihnya sedikit, tetapi tetap terukur karena kecepatan pesawat jet itu sepersekian kecepatan cahaya.
Bila kecepatan pesawat ruang angkasa sedemikian fantastis, bukan hanya 'perlambatan', waktu malah berhenti. Bagaimana gambaran waktu yang berhenti? Entahlah, karena waktu sangat misteri.
Newton menyatakan waktu adalah mutlak, di luar manusia, pengetahuan modern memasukkan unsur kesadaran manusia. Entah bagaimana formulasi di masa depan.
Perlu juga dicatat, persamaan relativitas maupun mekanika kuantum ini yang mengantarkan dibuatnya bom atom, ditemukannya transistor, ditanam menjadi chip-chip integrated circuit sebagai otak smartphone, atau komputer.
Tanpa persamaan Einstein atau Heisenberg, internet tidak ada, tulisan inipun juga tidak ada.
***
Tentang relativitas waktu, Alquran menyatakan jauh sebelum Newton atau Einstein lahir. Banyak ayat yang bisa dicuplik, di sini satu saja.
....Sungguh, satu hari menurut Allah seperti seribu tahun dalam perhitungan kamu. (QS.22:47)
Waktu itu relatif, suatu periode yang berdurasi jutaan tahun, menjadi beberapa detik dalam pranata ataupun perspektif lain, bahkan tidak dalam sedetikpun ketika waktu itu berhenti.
Dan Allah tidak berada dalam waktu, Dia pencipta waktu..........
Sayang sekali pakar relativitas, Lincoln Barnett, tidak menghayati Alquran, tapi ia berimajinasi tentang penggaris, sebuah mistar. Garis-garis penanda milimeter dan sentimeter adalah penanda waktu.
Di atas sana ada 'intelek kosmis' yang menciptakan mistar, juga menciptakan noktah kecil bernama manusia yang merangkak dari garis yang satu ke garis berikutnya. Intelek kosmis itu sangat paham dengan sekali pandang: awal, tengah, maupun akhir mistar.
Kita bisa berimajinasi juga. Mistar itu terbuat dari kayu atau karton, pada garis-garis mistar itu bukan hanya diri kita, tapi alam raya, matahari, planet dan galaksinya. Allah Maha kuasa. Mistar itu ditekuk atau digulung.
.....pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya......(QS. 39: 67)
Ya, Allah, Ampuni hamba.