Ahad 11 Dec 2016 13:22 WIB

'Raja Bangkitlah...'

Umat muslim melaksanakan solat subuh di masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (2/12).
Foto: Republika/Edwin Dwiputranto
Umat muslim melaksanakan solat subuh di masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (2/12).

Oleh: ANIN

Tuan dan Puan,

Sesungguhnya kau penguasa sejati.

Tapi, Tuan dan Puan, kau biarkan jiwa itu tak terkendali. Mengikuti nyanyian merdu korporasi. Kau tak sadar sedang dalam jeruji.

Tuan dan Puan,

Penguasa itu Raja yang bisa menentukan ke mana harus pergi. Tuan dan Puan. Sadarlah kau sang penentu hidup korporasi yang sekarang menguasai negeri. Mereka punya banyak modal dan teknologi. Tapi, Tuan pun kau Puan. Mereka tidak punya satu Hal saja, pembeli.

Ya. Betul. Tuan dan Puan,

Mereka tak punya pembeli. Jadi, sadar kah Tuan dan Puan?. Kalian, Raja sejati. Tapi kalian tak sadarkan diri. Bahkan, gembira terjeruji.

Mungkin kalian sudah malas berpikir lagi. Atau, sudah tak peduli dengan martabat diri. Entahlah, Tuan dan Puan. Aku hanya berusaha membangunkan jiwa yang lama terjeruji.

Tuan dan Puan,

Aku belajar banyak teori ekonomi. Tidak ada teori yang selengkap dan sehebat kapitalisme yang selalu mampu beradaptasi. Ketika sosialisme datang berusaha menegasikan eksistensi, secepat kilat kapitalisme berubah mencari model terkini. Kini, tak ada yang mampu mengungguli.

Tuan dan Puan,

Sementara Ini. Perkenan aku mengatakan, kapitalisme yang mencengkram negeri, melalui korporasi besar yang bertaji, tak mungkin Kita mampu ungguli, dengan hanya sekedar menghadirkan korporasi sendiri. Koorporasi besar itu telah mencengkeram taji di seluruh negeri. Sehingga, Terasa berat berkompetisi. Karena, memang pasar tak berimbang lagi.

Tuan dan Puan,

Penistaan agama yang dilakukan Ahok, ternyata membuat kita terkonsolidasi. Tuan dan Puan. Kita bersama bersikap dan bergerak tanpa peduli segala upaya menghalangi kita terkonsolidasi secara rapi. Tuan dan Puan. Sadarkah. Ternyata banyak makna yang bisa kita pelajari. Demi memperbaiki negeri yang kita cintai.

Tuan dan Puan,

Tiba ada peristiwa kecil yang menyadarkan diri. Ya. Tuan. Drama kecil tentang roti. Puan pasti tahu karena sering beli setiap pagi. Di toko-toko dan jalanan, kita beli setiap hari.

Awalnya kita puji-puji. Mengira mereka ikhlas berjuang bersama kita membela keberagaman negeri. Mendukung melalui sedekah roti. Lawan penista agama bernama Tuan Basuki.

Eh...ternyata Tuan dan Puan,

Kita salah lagi. Dengan angkuh, korporasi roti sampaikan secara resmi. Mereka tidak terlibat dalam aksi. Komitmen korporasi sepenuhnya untuk NKRI. Tidak terlibat politik negeri.

Tuan dan Puan. Kita yang datang ikhlas bersuara dalam aksi. Sejatinya untuk NKRI. Sejak awal Tuan dan Puan, kita menolak tegas terlibat dalam politik praktis negeri. Sikap kita ikut aksi, karena terganggunya nurani. Ketika keberagaman agama dipereteli oleh Pak Basuki.

Tuan dan Puan. Koorporasi roti, buat klarifikasi yang jujur, tentu itu baik dan kita berterima kasih sekali. Tapi, Tuan dan Puan korporasi roti. Kok klarifikasi bercampur dengan sikap yang tak elok kami cermati, seolah menyampaikan pesan bahwa yang turun ikut aksi tidak cinta NKRI.

Tuan dan Puan. Tibalah solidaritas di antara kami. Terkait sikap korporasi roti. Dengan hati yang tersakiti. Ramai ajakan boikot roti. Dampaknya, luar biasa terasa sampai kini. Umat kompak mulai menjauhi untuk membeli.

Tuan dan Puan,

Aku langsung teringat dengan satu teori yang aku pelajari. Kekuatan sejati bagi korporasi adalah para Pembeli.

Tuan dan Puan,

Kapitalisme yang diwakili korporasi. Tidak bisa dikalahkan dengan ideologi ekonomi terkini. Karena koorporasi bisa dirobohkan oleh pembelinya sendiri. Ya kau Tuan dan Puan, Raja sesungguhnya yang punya Kendali. Setop tak mau beli. Maka koorporasi roti roboh mati.

Tuan dan Puan,

Gerakan konsumen ini sudah banyak dibahas di banyak teori. Gerakan konsumen bisa banyak melakukan perubahan bagi negeri. Korporasi pun tak bisa pungkiri fakta itu kini. Pertanyaan pentingnya kini, apakah Tuan dan Puan sebagai Konsumen sejati berkenan bersatu lagi.

Melawan korporasi tak punya empati dan simpati kepada konsumennya sendiri. Pun, korporasi lain yang mencengkeram negeri ini. Di mana mereka rakus ingin mengambil semua pun kekuasaan politik menggunakan uang korporasi yang tak berseri.

Tuan dan Puan,

Bila solidaritas kita bangun kokoh, agaknya, kita bisa menentukan harus ke mana pembangunan negeri. Karena korporasi Anak negeri pun berdiri. Dengan daulat penuh untuk kepentingan negeri. Mari Berdikari. Berdaulat di negeri sendiri. Kelemahan kita menguasai ekonomi harus segera diakhiri, dan saat ini momentumnya Sedang menghampiri. Jangan tunda lagi.

Wahai Tuan dan Puan. Bangkitkan semangat diri. Bersama kita bangun ekonomi negeri yang telah lama tak lagi di tangan Pemilik resmi yakni anak-anak negeri.

Pinang, 10 Desember 2016

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement