Oleh: Denny JA*
"Wahat Dzat yang membulak balikan hati
Kembalikan anakku
Hanya raganya yang pulang
Pikirannya tetap di seberang"
Diulang-ulang doa itu
Bergetar bibir ibu
Bergetar hati ibu
Berzikir selalu
La Ilaha Illallah, La Ilaha Illallah
La Ilaha Illallah, La Ilaha Illallah
La Ilaha Illallah, La Ilaha Illallah
Wahai Dzat yang membulak balikkan kalbu
Rukunkan kembali keduanya
Anakku dan suamiku
Pesta kenduri disiapkan
Keluarga besar berdatangan
Joko anak sulung telah pulang
Lima tahun ia melanglang
Sekolah ke Amerika
Mendalami ilmu dunia
Ayah sungguh bangga:
"Adakah rasa bersyukur yang lebih besar?
Dibandingkan menyerahkan pesantren?
Dilanjutkan oleh Joko anak sulungku!
Lima tahun sekolah ke Amerika
Dibawahnya, pesantren semakin jaya
Insya Allah."
Berkaca kaca mata Ayah
Ayah menatap lukisan itu
Wajah buyut bersinar selalu
Ia hidup 300 tahun lalu
Buyut yang mendirikan ini pesantren
Begitulah pesantren diwariskan
Ayah mendapat amanah dari kakek
Kakek mendapat amanah dari ayahnya
Ayahnya kakek dapat amanah dari ayahnya lagi
Seterusnya berjenjang hingga sampai pada buyut pendiri
Didinding dipasang silsilah itu
Sepuluh generasi sudah
Dari ayah hingga ke buyut pendiri
Joko generasi ke sebelas
Dalam doa bersama
Nama silsilah itu dilafalkan
Disebut satu persatu itu nama
Dari almarhum kakek hingga buyut pendiri
Ayah menatap foto kakek
Teringat ayah peristiwa 30 tahun lalu
Saat kakek menyerahkan pesantren
Kata kakek kepada ayah
Kuserahkan ini pusaka padamu
Nanti kau serahkan pada Joko cucuku
Ini zaman baru
Joko perlu ilmu baru
Kirim Joko nanti ke seberang sana
Kita perlu kemajuan ilmu dunia
Pesantren harus jaya, selalu
Berbunga hati ayah
Amanah sudah ia laksanakan
Tiga puluh tahun sudah pimpin pesantren
Kini sering sakit si Ayah
Jakapun sudah kembali dari Amerika
Ujar Ayah:
"Buyut pendiri
Amanah sudah kulaksanjan
Segala hal ihwal sudah disiapkan
Telah pulang Joko sang pangeran."
Namun tak diduga
Tak terkira oleh semua
Joko memang kembali
Tapi yang kembali hanya raganya
Pikirannya masih di seberang sana
Ia bukan Joko yang dulu
Joko masih suka rawon
Ia tetap doyan wedang jahe
Tetap dinikmatinya Rujak Cingur
Tapi pikirannya kini beda
Sunggu beda
Ujar ibu, astaga!
Ayah, ujar Jaka suatu ketika
"Agama itu penting, penting sekali
Tapi masa depan peradaban itu teknologi:
Artificial inteligent, robot, komputer
Bioteknologi, social media
Aku tak bisa memimpin pesantren
Hatiku tak di sana."
Terkaget ayah
Terkaget ibu:
"Oh inikah Jaka yang dulu kupangku?
Yang dulu kutimang sambil menyusu?
Dikirim ke Amerika untuk membantu Ayah
Kini pandai membantah Ayah?"
Ujar Ayah: "ini tradisi ratusan tahun sudah
Sejak buyut hingga ayah
Diwariskan kepada lelaki sulungnya
Lalu akan kuserahkan pada siapa?"
Sahut Joko: "itu terserah ayah
Ada anak ayah lainnya,
Ada menantu pula
Ada murid yang Ayah percaya
Hatiku ada pada ilmu dan teknologi
Ke sana batin kuarahkan."
Ibu menengahi:
"Coba dulu setahun dua tahun anakku
Soal besar, ojo kesusu
Setelah dirimu menjalani
Siapa tahu mencintai."
"Tak perlu percobaan itu Ibu
Kutahu mau hatiku."
Joko sudah membatu
Ayah dan Jaka hanya seiya soal makanan
Namun selalu berbeda soal gagasan
Pagi bertengkar
Siang berdebat
Malam berselisih
Joko berniat ke ibu kota
Tidak lagi cocok tinggal di desa
Membuka sekolah komputer
Ilmu dari Amerika
Ibu menangis saja
Tak lupa selalu berdoa
"Wahai Dzat yang membulak balikkan hati
Berikan petunjuk"
Terus berzikir ibu
La Ilaha Illallah, La Ilaha Illallah
La Ilaha Illallah, La Ilaha Illallah
La Ilaha Illallah, La Ilaha Illallah
-000-
Pesantren diserahkan Ayah
Bono yang kini memimpin
Bono adik bungsu Joko
Joko pindah ke ibu kota
Berkeluarga, bekerja di sana
Di sana ia jumpa Pak Darta
Menjadi teman bicara
Apa yang salah denganku,tanya Joko?
"Kulihat agama tak lagi seperti dulu
Kupahami ayah beda dengan yang lalu
Tapi aku jujur selalu
Aku memberontak, kata Ibu
Tapi pesantren kini bukan tempatku."
Ujar Pak Darta
"Mereka yang belum belajar
Melihat langit sebagai langit
Mereka yang tengah belajar
Melihat langit tidak sebagai langit
Mereka yang sudah belajar
Kembali melihat langit sebagai langit
Joko merenung lama
Apa arti itu kearifan?
Pak Darta kembali memberi kiasan
"Pak Ahmad membajak sawah
Ketika pak Ahmad bertambah ilmu
Sawah tak lagi sesuai
Tapi pak Ahmad matang ilmunya
Pak Ahmad kembali membajak sawah
dengan kesadaran yang beda
dengan cara yang beda
Hal hal besar dalam hidup
Tiada pernah usang
Tak perlu kau tinggalkan
Tak usah kau lawan
Tetap bisa kau lakoni
Menggerakkannya kembali
Tapi dengan cara baru
Lama Joko memikirkannya
Kebenaran kata Pak Darta
Cara yang beda?
Kesadaran yang beda?
Walau sawah yang sama?
Sepuluh tahun berlalu sudah
Joko mengundang keluarga besar
Ayah, ibu dan lainnya
Sangat lama sudah tak bersua
Joko tunjukkan ia punya karya
Aneka karangannya
Begitu banyak muridnya
Tapi semua soal ilmu dunia
Ada pula soal agama
Dakwah lewat sosial media
Dilihatkannya video beraneka
Pengajian yang dipimpinnya
Ujar Joko, lihat ini ayah
"Dulu ayah berdakwah di pesantren
Aku berdakwah juga
Lewat facebook Live streaming
Pendengarnya manca negara
Beratus ribu jumlahnya
Lebih banyak dari pendengar pesantren biasa."
Terkaget Ayah
Terkaget ibu
Dunia sudah berubah
Dakwah sudah beda
Ibu amati mata Joko
Tetap dilihatnya jiwa seorang pendakwah
Walau dengan bentuk baru
Sesuai dunia baru
Ayah dan ibu lega
Joko tidak benar benar hilang
Joko sudah kembali
Tapi dengan lain rupa
Bersyukur mereka bersama
Joko memimpin doa
Ayah, ibu mengamininya
Berzikir pula
La Ilaha Illallah, La Ilaha Illallah
La Ilaha Illallah, La Ilaha Illallah
La Ilaha Illallah, La Ilaha Illallah
*Denn JA, Pendiri Lingkaran Survei Indonesia.