Jum’at, 30 September 2011, sejak jam dua siang, saya beserta dua orang teman satu lab sudah sampai di SD Ogawa, Kota Kariya, Jepang. Kami diundang oleh dosen pembimbing di kampus, untuk ikut menyaksikan proses Lesson Study yang akan diadakan di sekolah itu.
Kira-kira jam dua lewat sepuluh menit, kami dipersilakan untuk langsung menuju kelas, tempat akan berlangsungnya Lesson Study. Di sana sudah berkumpul kepala sekolah, Dr. Hiroyuki Kuno dari Aichi University of Education, dan sekitar dua belas orang guru yang bertugas sebagai observer dalam penelitian itu.
Seorang guru perempuan mulai mengajarkan ”Pendidikan Moral” kepada anak-anak kelas satu. Materi yang diajarkan saat itu adalah tentang berbohong. Ibu guru memulainya dengan membuat kuis, ”Coba tebak, apa yang ada di dalam kantong celana ibu guru?” Anak-anak sibuk menebak isi kantong ibu guru yang menggelembung besar.
Ternyata isinya adalah dongguri (biji pohon ek). Lalu mengalirlah cerita tentang seorang anak yang diajak temannya untuk mencari dongguri di taman, usai sekolah. Tetapi, ia sebenarnya sudah berjanji pada ibunya akan langsung pulang ke rumah. Singkat cerita, sang anak akhirnya ikut mencari dongguri, dan terpaksa berbohong kepada ibunya tentang alasan mengapa ia terlambat pulang ke rumah.
Cerita ini diambil dari salah satu buku bacaan yang sedang dipelajari oleh para murid. Topik berbohong dibahas secara mendalam, terutama seputar perasaan sang anak ketika berbohong, dan juga reaksi sang ibu terhadap perilaku berbohong anaknya.
Pelajaran ditutup dengan cerita pengalaman sang guru saat berbohong kepada temannya waktu kecil, lalu ketahuan oleh temannya itu. Suatu pengalaman yang sangat tidak menyenangkan.
Proses belajar sangat interaktif. Hampir semua anak aktif melontarkan pendapat dan mengikuti seluruh proses belajar. Anak-anak juga aktif menuliskan pendapatnya di buku lembar kerja, yang akan dikumpulkan dan dinilai oleh guru.
Proses lesson study
Selesai mengajar, sang pengajar dan guru-guru observer berkumpul di salah satu ruangan di bagian lain sekolah. Di sana, ibu guru dipersilakan melakukan refleksi tentang kegiatan mengajar tadi. Lalu guru-guru observer lainnya membentuk kelompok, dan membahas tentang kelebihan dan kekurangan guru tersebut dalam mengajar. Selain itu, dibahas pula mengenai respon positif dan negatif anak-anak selama pelajaran berlangsung.
Setelah diskusi dalam kelompok, hasil diskusi dibahas secara bersama-sama, dan menjadi masukan yang sangat positif bagi sang pengajar sendiri. Lesson Study ditutup dengan masukan dan saran dari Dr. Hiroyuki Kuno sebagai advisor pelaksana Lesson Study.
Lesson Study sudah berjalan di Jepang sejak lebih dari seratus tahun yang lalu. Tahun 1999, Catherine Lewis, seorang peneliti senior dari Mills College, California, yang sedang meneliti tentang motivasi belajar anak-anak Jepang, menemukan Lesson Study. Ia menulisnya ke dalam bahasa Inggris. Setelah itu, tersebarlah Lesson Study ke seluruh dunia. Tahun 2007, berdirilah World Association of Lesson Study, yang aktif mengadakan konferensi internasional tentang Lesson Study setiap tahunnya.
Di Indonesia sendiri, Lesson Study diperkenalkan melalui JICA (Japan International Cooperation Agency) pada tahun 2006. Perkembangannya masih belum terlalu pesat, namun sejak tahun 2010, UPI Bandung bekerja sama dengan pemerintah Kota Bandung, aktif menggalakkan Lesson Study di sekolah-sekolah di daerah Jawa Barat.
Proses Lesson Study, seperti yang tertulis di atas, merupakan salah satu metode yang umum dijalankan di sekolah-sekolah Jepang. Prosesnya biasanya dimulai dari penyusunan rencana mengajar tentang satu topik pelajaran, yang kemudian dirancang bersama-sama dalam satu tim guru. Hal tersebut mencakup rencana detil, mulai dari teknik mengajar, penekanan apa yang akan dibicarakan selama pelajaran berlangsung, bayangan notulensi dari hasil diskusi di kelas yang akan ditulis di papan tulis, lalu closing atau penutup.
Setelah pembuatan rencana mengajar selesai, kemudian rencana itu diaplikasikan di kelas, sambil diobservasi oleh tim dan guru lain yang berada diluar tim. Seluruh proses belajar direkam dalam video tape, yang juga bisa dijadikan alat penelitian untuk analisa kualitatif, selain untuk keperluan penyimpanan file administratif.
Setelah proses belajar mengajar selesai, proses berikutnya adalah ajang refleksi, masukan dan saran. Sesi ini dilakukan secara sungguh-sungguh, dengan semangat untuk perbaikan kualitas pendidikan, bukan untuk menjelek-jelekkan atau menjatuhkan sang pengajar.
Metode ini sangat bagus untuk meningkatkan kualitas mengajar guru-guru di Jepang. Di samping itu, Lesson Study juga diakui dapat meningkatkan kualitas proses belajar, dan daya serap siswa dalam belajar. Pada akhirnya, Lesson Study bisa meningkatkan prestasi belajar para murid di sekolah secara keseluruhan.
Tiga pilar semangat lesson study
Dalam International Conference of Lesson Study di Tokyo, 26-27 November 2011 lalu, dibahas tentang semangat Lesson Study yang terdiri dari tiga pilar, yaitu:
1. Guru
Lesson Study merupakan gerakan akar rumput antar sesama guru di dunia pendidikan. Lesson Study bisa dilakukan di sekolah-sekolah, tanpa perlu menunggu kebijakan dari pemerintah.
Dengan Lesson Study, guru bisa memahami proses belajar para murid secara mendalam melalui pengamatan terhadap metode mengajarnya sendiri. Dengan adanya observasi, aneka masukan dari guru lain, dan melihat kembali rekaman video, guru bisa memperbaiki kemampuan mengajarnya.
Selain itu, Lesson Study pun menimbulkan semangat untuk saling mendukung di antara sesama guru untuk meningkatkan kualitas mengajar. Pembuatan rencana mengajar yang dilakukan secara tim dan kegiatan observasi pun bertujuan untuk mendorong peningkatan kualitas belajar mengajar di kelas.
2. Murid sebagai fokus
Menemukan kelebihan setiap murid, tidak hanya dalam hal pengetahuan dan kemampuan, tapi juga dalam hal identitas dan formasi kelompok di kelas. Sekaligus, memastikan setiap murid bisa belajar dengan kualitas yang tinggi.
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan observasi secara mendalam dan hati-hati untuk memahami apa yang terjadi dalam diri setiap murid. Kemudian, memikirkan cara yang tepat untuk membantu perkembangan mereka secara holistik. Selain itu, dengan melihat kembali rekaman video, para guru bisa membaca dan menganalisa kembali proses berpikir dan membaca apa yang dirasakan murid, selama proses belajar berlangsung.
3. Keterlibatan orang tua dan komunitas di sekitar sekolah
Dalam proses belajar para murid, Lesson Study membutuhkan dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam bidang pendidikan.
Dengan ketiga pilar Lesson Study, Jepang bisa meningkatkan kualitas pendidikan secara langsung melalui ujung tombak pendidikan, yakni kualitas mengajar para guru dan kualitas proses belajar mengajar di kelas.
Hifizah Nur S.Psi
Mahasiswa Program Master di Aichi University of Education, Jepang