Kamis 16 Feb 2012 17:19 WIB

Menata Hati Sebelum Mati

Wanita yang menutup aurat (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Wanita yang menutup aurat (ilustrasi).

"Manusia tak luput dari salah" itu benar, tapi jangan jadikan itu sebagai alasan untuk selalu berbuat kesalahan. Kesempurnaan itu yang harus kita cari. Mengerjakan sesuatu dengan sempurna itu yang harus kita lakukan, meski tidak akan pernah bisa sempurna.

Allah tidak melihat kesempurnaan kita dalam menjalani sesuatu, akan tetapi niat tulus yang disertai usaha untuk menjalankannya. Karena kita tidak bisa sempurna, maka biarkanlah Allah yang akan menyempurnakannya. Begitu pun dalam menata hati, kita harus senantiasa menatanya untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.

Seorang artis wanita bersama penulis novel (sekaligus sutradaanya) dan seorang aktor, tengah mempromosikan film terbarunya di sebuah masjid kampus di Jogja. Mereka mempromosikan film yang menceritakan tentang kisah asmara seorang muslimah dan lelaki muslim.

Artis itu nampak sangat cantik dan anggun dengan balutan jilbab yang menutupi auratnya. Sayangnya, dia memakai jilbab hanya pada saat proses syuting dan promosi film tersebut.

Lalu pada saat sesi tanya jawab, seorang wanita bertanya padanya, “Mba, Mba terlihat begitu cantik dengan jilbab. Apakah setelah film ini, Mba akan terus memakai jilbab?”

“Aku masih mau menata hati dulu, baru pakai jilbab,” jawabnya.

Kenapa begitu banyak wanita yang berpikiran seperti itu? Sebelum memakai jilbab, mereka mau menata hati dulu. Atau "hati" dulu "dijilbabin", baru kemudian pakaiannya? Tidakkah mereka tahu bahwa jilbab itu wajib? Tidakkah mereka berpikir, kalau wanita-wanita yang berjilbab juga tengah menata hatinya? Atau mereka berpikir, jika sudah berjilbab maka hati sudah tak lagi ditata?

Sadarlah, saudariku! Jilbab itu suatu kewajiban yang diperintahkan langsung dari Allah kepada hamba-Nya, sebagaimana yang tertera dalam kitab suci yang seharusnya menjadi pedoman hidup kita.

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (Q.S. An-Nur Ayat 31).

Ketahuilah wahai ukhti (saudariku).. Jilbab akan menjadi pelindung bagimu dan tidak akan menyusahkanmu. "Iman terletak di hati bukan pada pakaian", itu betul. Namun, pakaian merupakan cerminan dari iman. Oleh karenanya, jika kita beriman pada Allah, maka patuhilah perintah-Nya. Jilbab tidak akan merusak emansipasi wanita, bahkan akan membuat wanita menjadi bebas.

Sara Bokker merupakan seorang model, pelatih fitness, sekligus artis di Amerika yang kehidupannya penuh dengan glamor. Ia menikmati hidup yang serba gemerlap. Kala itu, ia selalu menjaga penampilan agar menarik di mata orang banyak. Namun, setelah bertahun-tahun, Bokker mulai merasakan bahwa selama ini dirinya sudah menjadi budak mode. Dirinya menjadi tawanan dari penampilannya sendiri. Rasa ingin memuaskan ambisi dan kebahagiaan diri sendiri sudah mengungkungnya dalam kehidupan yang serba glamor. Dunia hiburan yang telah membesarkan namanya itu tidak membuatnya menjadi tenang dan merasakan kedamaian di jiwa.

Sampai akhirnya, Sara Bokker menemukan sebuah Al-Qur'an dan membaca terjemahannya. Dan kata dia, isi Al-Qur’an telah menyentuh hati dan jiwanya yang paling dalam. Maka, tanpa ragu wanita cantik, sekaligus salah satu figur publik di Amerika, itu pun memutuskan menjadi muslimah dan mengubah penampilannya. Dari yang sebelumnya seksi dan superketat, menjadi pakaian bersahaja yang longgar dan mengenakan jilbab.

Setelah mengenakan busana muslimah, untuk pertama kalinya ia merasa benar-benar menjadi seorang perempuan. Ia merasakan "rantai" yang selama ini membelenggunya sudah terlepas, dan akhirnya menjadi orang yang bebas. Saat itulah, ia menemukan kebebasan.

Bagi Sara Bokker, jilbab justru membuatnya bebas. Dulu, ketika ia berjalan dengan pakaian mini, banyak lelaki yang menatapnya dengan penuh nafsu, bak pemburu melihat mangsanya. Kini ia bebas, dan tak lagi ditatap seperti itu.

Jika seorang mualaf yang baru mengenal Islam saja sudah ingin melaksanakan kewajibannya secara penuh, maka mengapa yang telah menjadi muslim dari lahir justru tidak? Itu merupakan sebuah hidayah dan hidayah itu harus dicari, saudariku.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan mereka sendiri.” (Q.S. Ar-Ra’d Ayat 11)

Teruntuk saudariku, jangan jadikan “ingin menata hati dulu” sebagai alasan, untuk terus menerus menjalani hari dengan berjuta mata yang selalu menatapmu tanpa hijab. Memakai jilbab juga bukan merupakan budaya orang Arab, karena budaya disana jauh lebih keji sebelum datangnya Islam.

Tahukah kamu, wanita-wanita yang sekarang memakai jilbab pun mereka sedang menata hatinya. Hanya saja, mereka mendahulukan yang menjadi wajib bagi mereka. Mereka tahu bahwa memakai jilbab itu wajib selayaknya shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, membayar zakat dsb.

Dalam menjalankan perintah Allah, akan ada banyak sekali onak dan duri yang menjadi penghalang. Akan ada orang yang mencemooh kita. Jangan takut, karena yang kita cari adalah ridho Allah, bukan keridho’an manusia.

Orang yang senantiasa mencari keridho’an manusia, atau ingin dinilai manusia, itu akan membuatnya selalu stres. Keluar rumah, bila bedak belum dipoles, maka tidak bisa. Kulit kelihatan hitam, langsung suntik vitamin C. Hidung kurang mancung, pergi ke Jepang untuk operasi plastik. Hingga yang ada, wajah yang tadinya terlihat indah secara alami, malah berubah.

Jika setelah berjilbab lalu ada orang yang mempermasalahkan akhlaknya, jelaskan pada mereka bahwa antara akhlak dan jilbab itu dua hal yang berbeda. Berjilbab itu murni perintah Allah yang wajib dilaksanakan oleh wanita muslim yang telah baligh, tanpa memandang akhlaknya baik atau buruk. Sedangkan, akhlak adalah budi pekerti yang tergantung pada pribadi masing-masing. Jadi, jika seorang wanita berjilbab melakukan dosa/pelanggaran, itu bukan masalah jilbabnya, melainkan akhlaknya.

Wahai saudariku yang mengharap dicintai Allah, sudah seharusnya seorang muslimah menyadari akan kewajiban ini. Jangan menunggu hingga ajal menjemput. Jika masih sibuk "menata hati" sementara kewajiban masih belum terlaksana, apakah tidak takut pada malaikat kematian yang setiap saat bisa datang tiba-tiba? Apakah masih mengaku belum siap, sementara kematian datang tanpa memilih kita telah siap atau belum? Tidak memilih pula mana yang tua maupun muda. Bisa jadi, kematian itu datang saat kita belum siap dan penuh dengan dosa-dosa.

Kutuliskan ini sebagai rasa cintaku padamu, karena aku telah mendengar bahwa yang lebih banyak menghuni neraka adalah dari kaum wanita. Dan aku akan berdo'a, semoga yang terbanyak itu bukanlah seorang muslimah (wanita muslim).

Saling mengingatkan dalam kebaikan adalah bukti cintamu pada saudaramu..

Semoga kita semua bisa dipertemukan di syurga cinta-Nya hingga kekal dan abadi disana..

Amin ya Robb..

Wastaghfirullahu wastaghfuminkum...

La tansana min du’a ikum..

Jangan Lupakan aku dalam do’amu..

Saya mengajak antunna semua untuk mari kita dukung..

14 Februari, Hari Menutup Aurat Sedunia

Imints Fasta

Hamba Allah

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement