Selasa 17 Apr 2012 12:51 WIB

Fraksi Muslim Kota

Red: Heri Ruslan
Bendera parpol koalisi di kantor Sekretariat Gabungan, Jakarta.
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Bendera parpol koalisi di kantor Sekretariat Gabungan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Rusli Halim Fadli*

Reformasi Indonesia telah bergerak hampir memasuki tahun ke-13. Tokoh-tokoh utamanya tak banyak lagi yang tersisa, sekalipun ada, energi mereka berbeda dengan 13 tahun yang lalu. Hal ini belum di tambah karakter sebagian tokoh yang mudah bergeser karena derasnya arus kekuasaan. Wajar bila sebagian telah melupakan tonggak perjuangan demokrasi Indonesia tersebut.

Hampir lupanya masyarakat Indonesia terhadap gerakan reformasi, bisa kita lihat dari sentimen yang terbangun pada saat rakyat memilih pimpinannya, baik dalam Pemilu atau Pilkada. Dibanyak tempat, pertimbangan reformis dan tidak reformis telah usai dan usang sebagai alat propaganda, cita-cita reformasi yang terangkum dalam 6 tuntutannya tidak lagi menarik menjadi agenda perjuangan partai politik.

Reformasi yang sejatinya merupakan seperangkat nilai dalam membangun demokrasi Indonesia telah terbunuh dari dalam. Reformasi tersandera secara politik hanya sebagai alat propaganda. Semangat ideologinya menjadi bias, lantaran telah terjadi kesepakatan politik dengan kelompok lama yang dahulu menjadi “musuhnya”. Akibatnya, ekspektasi rakyat yang tinggi akan gerakan ini, menemukan anti klimak yang kontra produktif. Prahara politik penjatuhan Gusdur adalah satu dari sekian kesepakatan tersebut.