Rabu 30 Jan 2013 07:52 WIB

Otonomi Daerah Menggerogoti Ekonomi Nasional

Red: M Irwan Ariefyanto
Hukum
Hukum

REPUBLIKA.CO.ID, oleh:Rudy Siregar (Wakil Komite Tetap Advokasi Hukum Kadin)

Pelaksanaan otonomi daerah di era reformasi ini seperti pedang bermata dua. Di satu sisi,otonomi daerah diterapkan dengan harapan bahwa pemerintah daerah di seluruh indonesia memiliki kewenangan atau otonomi untuk mengembangkan ekonomi dan potensi daerahnya masing – masing yang berdampak pada  peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, tetapi di sisi lain, pemberian otonomi daerah ternyata berkembang menjadi pundi-pundi uang bagi koruptor. Kekuasaan atau otonomi yang diberikan kepada para kepala daerah merangsang para pengusaha, birokrasi dan politisi untuk berlomba-lomba meraih posisi strategis ini, Akibatnya,terdapat fenomena banyaknya kepala daerah yang dipenuhi oleh orang-orang yang tidak kompeten dan tidak memiliki rasa tanggung jawab kepada publik.

Permasalahan tersebut sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri yang dipublikasikan pada bulan  Mei 2012, terdapat sekitar 173 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. Dan pada bulan November 2012,data dari Mahkamah konstitusi menyebutkan bahwa ada sekitar 240 kepala daerah yang memiliki permasalahan hukum.

Meningkatkatnya jumlah kepala daerah yang tersangkut kasus hukum perlu dijadikan warning bagi pemerintah dan para penegak hukum bahwa praktik korupsi di tanah air sudah mencapai eskalasi yang mengkuatirkan. Perkembangan pelaksanaan otonomi daerah membuat pola korupsi baru,yakni desentralisasi korupsi yang diwarnai dengan maraknya fenomena raja-raja kecil di daerah yaitu kepala daerah yang kekuasaanya sering tidak bisa dikontrol oleh pemerintah pusat. Fenomena ini tidak boleh disepelekan, karena memberikan dampak negatif bagi perkembangan ekonomi di daerah.

Lemahnya sistem check & Balance

Salah satu penyebab kurang berhasilnya pelaksanaan otonomi daerah saat ini karena lemahnya sistem check and balance sehingga para kepala daerah yang mendapat julukan negatif raja-raja kecil ini kurang respek dan patuh kepada kewibawaan pemerintah pusat dan aturan hukum . Tanpa sungkan sungkan dan tidak takut kepada hukum banyak dari pejabat daerah yang memperkaya diri dengan menyalahgunakan kekuasaan dan wewenangnya dengan cara memanfaatkan celah hukum dan birokrasi  modusnya yaitu korupsi APBD, melakukan mark up anggaran, dan melakukan pungli kepada pengusaha dan masyarakat.

Fenomena pungli perlu mendapatkan perhatian khusus karena karena secara langsung akan berdampak negative kepada iklim investasi. Praktik pungli memberikan dilema tersendiri bagi para pengusaha, pelaku bisnis serta investor karena akibat hal tersebut akan menimbulkan potensi kriminalisasi kepada pengusaha. Penegak hukum dapat mengartikan bahwa pemberian uang kepada pejabat, ataupun pegawai negeri sipil dapat dianggap sebagai penyuapan yang bisa dikenakan hukuman pidana korupsi .

Selama tahun 2012, tidak sedikit kepala daerah yang tersangkut masalah korupsi menjadi headline dalam pemberitaan di media yang menjadi sorotan publik.  Salah satu contoh kasus yang menarik perhatian masyarakat adalah kasus penyuapan Bupati Buol Amran Batalipu dengan pengusaha Siti Hartati Murdaya.

Fenomena Kasus Buol

Kasus Buol ini menjadi bukti lemahnya kontrol dari pemerintah pusat yang terlihat pada dua kerusuhan anarkis yang terjadi pada september 2010 dan Mei 2012. Dalam kerusuhan tersebut, pihak kepolisian yang memiliki tugas dan tanggungjawab dalam menjaga keamanan, melindungi masyarakat dan menjaga ketertiban umum tidak mampu menangani situasi, sehingga pengusaha harus membayar sejumlah fee kepada oknum pejabat setempat agar kondisi kembali menjadi aman.

Kasus buol memperlihatkan bahwa otonomi daerah berpotensi mengkerdilkan peran pemerintah pusat. Dalam beberapa kasus, kepala daerah justru memiliki kekuatan dan pengaruh lebih besar dan dapat menyepelakan pemerintah pusat. Dalam kerusuhan Buol misalnya, kepala daerah dapat melakukan tekanan (coercion) melalui pengaruh informalnya di daerah. Akibatnya, hak mendasar yang dilindungi oleh hukum dan UUD seperti jaminan keamanan kepada para investor atau pelaku bisnis dalam melakukan kegiatan bisnis  menjadi komoditi untuk mencari keuntungan pribadi bagi oknum pejabat daerah.

Perkembangan kasus Buol harus disikapi dengan bijaksana oleh para pemerintah pusat khususnya para penegak hukum. Karena jika pihak pengusaha dianggap sebagai pihak yang bersalah dalam kasus ini maka dampaknya akan memperburuk tingkat kepastian berinvestasi di Indonesia. World Competitive Index yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) mencatat adanya penurunan ranking Indonesia pada periode 2012. Indonesia tercatat berada di peringkat 46 pada tahun 2011 dan 44 pada tahun 2010. Hal ini memprihatinkan, karena indonesia mengalami penurunan peringkat dalam tiga tahun berturut-turut. WCI juga mencatatkan bahwa hambatan birokrasi masih merupakan salah satu permasalahan terbesar dalam berinvestasi di Indonesia.

Pemerintah harus bergerak cepat sebelum otonomi daerah menjadi kanker baru bagi suksesnya program  pengentasan korupsi di Indonesia. Pemerintah perlu meningkatkan peran institusi penegakan hukum seperti KPK , kejaksaan di daerah-daerah. Revisi undang-undang KPK akan lebih baik jika dapat meningkatkan kemampuan KPK untuk lebih berdayaguna dalam pemberantasan korupsi di daerah daerah. Dan UU No. 32/2004  tentang otonomi daerah juga perlu direvisi secepatnya agar dapat memberikan kewenangan kepada gubernur, sehingga dapat menyederhanakan birokrasi dan dapat memberikan check and balance di daerah khususnya bagi pemerintahan kabupaten. UU no. 32/2004 tersebut juga perlu direvisi karena tidak mendorong iklim investasi dan berusaha yang kondusif bagi para investor karena terbukti justru mendorong para kepala daerah melakukan pidana korupsi.  

Yang tidak kalah pentingnya adalah pemekaran daerah sebaiknya dihentikan sampai terdapat revisi terbaru UU otonomi daerah. Pemekaran daerah yang merajarela akan membuat praktek korupsi di daerah akan menjadi tak terkontrol. Desentralisasi korupsi harus dicegah sebelum menggerogoti perekonomian nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement