Jumat 15 Mar 2013 17:21 WIB

Menyoal Gonjang-Ganjing Politik Nasional

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay
Foto: Republika/Amin Madani
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Saleh Partaonan Daulay

 

Kata 'gonjang-ganjing' belakangan ini banyak menghiasi media. Kata ini mendadak tren sesaat setelah SBY memberikan keterangan pers di Halim Perdanakusumah Jakarta, Minggu (3/3/2013), sebelum bertolak ke Jerman untuk melakukan kunjungan kenegaraan.

Dalam jumpa pers itu, SBY menyatakan bahwa ia menerima laporan intelijen terkait adanya rencana sekelompok elite politik dan tokoh-tokoh tertentu yang akan melakukan gonjang-ganjing politik.

 

Walau berasal dari bahasa Jawa, namun kata ini sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat karena telah menjadi kosa kata baku dalam bahasa Indonesia. Secara harfiah, gonjang-ganjing diartikan dengan 'geger' atau 'huru-hara'. Sementara, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ini dikategorikan sebagai kata kerja yang bermakna 'berguncang-guncang'.

 

Kata gonjang-ganjing kelihatannya sengaja dipilih untuk menggambarkan betapa berbahayanya rencana para elite dan tokoh-tokoh itu bagi stabilitas nasional. Walau tidak lazim dipublikasikan, tetapi karena dinilai berbahaya, SBY merasa berkepentingan untuk menyampaikan laporan intelijen itu kepada masyarakat. Setidaknya, SBY telah memberikan peringatan dini kepada semua pihak, termasuk kepada mereka yang mempunyai niatan jahat seperti yang digambarkan.

 

Tidak Jelas

Sebagai kepala negara, SBY tentu harus menghabiskan segenap tenaga dan pikiran dalam melindungi bangsa dan negara Indonesia. Namun, pernyataan soal adanya rencana para elite dan tokoh-tokoh untuk membuat gonjang-ganjing politik menyisakan sedikitnya dua ketidakjelasan.

 

Pertama, tidak jelas siapa para elite dan tokoh yang dimaksud SBY. Akibatnya, muncul prasangka dan kecurigaan di kalangan elit, terutama antara elit pendukung SBY dengan elit yang selama ini bersikap kritis terhadap SBY.

Kalau itu terjadi, justru pernyataan SBY itu sendiri yang potensial menimbulkan ganjang-ganjing. Friksi dan ketegangan dalam masalah sosial politik bisa saja semakin meruncing. Tidak tertutup kemungkinan, mereka yang merasa tertuduh memberikan respon negatif dengan menebar isu-isu tidak produktif yang merugikan pemerintah.

 

Kedua, tidak jelas apa bentuk aktivitas yang akan dilakukan para elite dan tokoh yang menyebabkan munculnya gonjang-ganjing politik. Sejauh ini, para politisi dari berbagai partai politik justru yang dinilai membuat ganjang-ganjing.

Terungkapnya berbagai kasus korupsi yang melibatkan para elite partai politik adalah penyebab utama kekisruhan di pentas politik nasional. Pentas politik menjadi semakin panas karena media juga secara konsisten memberitakannya kepada publik.

 

Adalah fakta bahwa ada sekelompok elite dan tokoh yang mengeritik beberapa kebijakan pemerintah. Tetapi perlu dicatat bahwa tidak semua kritik itu diarahkan pada upaya menjatuhkan pemerintah. Harus diakui bahwa di antara kritik itu justru ada yang bersifat konstruktif dan kontributif dalam memperbaiki kinerja pemerintah dalam melayani rakyat.

 

Jika pengungkapan kasus korupsi dan kritik terhadap pemerintah dianggap sebagai sumber adanya ganjang-ganjing politik, maka sinyalemen itu tentu saja sangat tidak beralasan. Malah sebaliknya, pengungkapan kasus korupsi dan kritik terhadap pemerintah sangat konstruktif bagi kepentingan nasional.  Bahkan, kedua hal itu diharapkan dapat memperkuat pemerintahan demokratis yang dipimpin SBY.

 

Selain itu, dugaan adanya upaya makar dan upaya penjatuhan pemerintahan SBY sebelum 2014 juga dipandang tidak beralasan. Sekeras apa pun kritik yang disampaikan, jalan menuju ke arah itu sangat berliku dan berisiko.

Selain tidak konstitusional, upaya seperti itu akan menghabiskan energi dan political cost yang tidak sedikit. Apalagi, sisa pemerintahan ini hanya kurang lebih satu tahun setengah lagi. Semua pihak tentu akan bersabar dan memberikan kesempatan kepada SBY untuk menuntaskan periode ini dengan baik.

 

Prahara Demokrat

Gonjang-ganjing yang mungkin dimaksudkan oleh SBY lebih mengerucut pada persoalan internal partai Demokrat. SBY mungkin saja merasa ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan praha di partai Demokrat untuk membonsai partai itu. Apalagi, masalah demi masalah seakan datang silih berganti tanpa henti. Berbagai formula dan jurus yang dimainkan ternyata belum bisa menjadi solusi komprehensif dalam menyelesaikan komplikasi masalah yang ada.

 

Pengambilalihan kewenangan Anas sebagai ketua umum yang semula diharapkan dapat mengakhiri prahara, ternyata malah membuat masalah semakin rumit. Kerumitan itu semakin terasa setelah kemudian KPK menetapkan Anas sebagai tersangka. Selain menimbulkan goncangan di tingkat internal partai Demokrat, isu-isu negatif juga banyak berseliweran di sana-sini.

 

Belum lagi, pernyataan-pernyataan Anas di media dinilai semakin memojokkan posisi SBY dan partai Demokrat. Janji Anas untuk membuka lembar demi lembar kasus-kasus yang ada tentu sangat dinantikan oleh berbagai pihak, terutama media dan lawan-lawan politik SBY. Kekhawatiran SBY semakin bertambah dengan dukungan dan simpati dari sahabat dan kolega Anas yang semakin meluas. Banyak pihak yang menilai ada kejanggalan dalam proses penetapan Anas sebagai tersangka dalam kasus Hambalang.

 

Melihat potret itu, wajar jika kemudian SBY merasakan adanya gonjang-ganjing politik. SBY seolah merasakan partainya diobok-obok oleh pihak lain. Ditambah lagi adanya beberapa kader Demokrat yang mengundurkan diri mengiringi pengunduran diri Anas. Ini tentu merupakan ancaman serius bagi partai Demokrat.

 

Namun demikian, membawa gonjang-ganjing politik di tingkat internal Demokrat untuk seakan-akan menjadi gonjang-ganjing politik nasional dinilai tidak bijak. Semestinya, gonjang-ganjing itu diselesaikan secara internal saja. Dengan begitu, masyarakat tidak perlu resah dan cemas terhadap kemungkinan adanya ketidakstabilan sosial politik secara nasional.

 

Permintaan dan harapan banyak pihak agar SBY lebih fokus mengurusi pemerintahan dinilai sangat bijak dan arif. Pasalnya, di berbagai kesempatan, SBY sering menyatakan bahwa dia dan keluarganya tidak memiliki agenda politik untuk mengambil alih kepemimpinan nasional pada 2014.

Pada titik ini, SBY memiliki kesempatan yang cukup banyak untuk mengukir prestasi-prestasi baru sebelum mengakhiri periode kepemimpinannya. Kalau itu dilakukan, tidak ada kata lain bagi masyarakat luas selain mendukung dan membela program-program pembangunan yang diagendakan pemerintah.

 

Penulis adalah Ketua Umum PP. Pemuda Muhammadiyah

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement