Senin 08 Apr 2013 12:32 WIB

Menjaring Figur Alternatif

Survei bursa capres 2014
Foto: Antara
Survei bursa capres 2014

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Bisma Yadhi Putra*

Sejumlah nama figur bakal capres alternatif yang muncul belakangan sudah dikenal publik luas. Mereka adalah figur-figur lama yang berada dalam lingkaran elite-elite populer.

 

Bisa jadi kejenuhan masyarakat yang mengharapkan munculnya figur alternatif sebelum pemilu belum terobati. Lantaran yang mengemuka dalam diskursus persaingan politik kontemporer ternyata kebanyakan figur-figur yang sudah sering muncul di hadapan publik.

Sebut saja misalnya Mahfud MD, Anies Baswedan, Sri Mulyani, atau Dahlan Iskan. Mereka figur-figur non-parpol yang tingkat elektabilitasnya belakangan kerap diukur dan dipublikasikan aneka lembaga survei. Bahkan Jokowi yang punya parpol naungan pun disebut figur alternatif. Semestinya, figur-figur alternatif dimunculkan pula oleh rakyat sendiri, bukan hanya melalui lembaga survei.

Selama ini yang paling aktif memunculkan figur alternatif adalah lembaga-lembaga survei dan media massa. Itupun figur yang sebenarnya sudah dikenal banyak orang, bukan yang belum memiliki keterkenalan sama sekali secara luas dalam skala perpolitikan nasional.

Figur alternatif harusnya tak sekadar dikategorikan mereka yang belum pernah maju sebagai capres dan figur non-parpol semata. Semestinya kriteria alternatif ditambah satu lagi: sama sekali belum dikenal publik luas. Dengan begini, terbuka peluang bagi masyarakat di daerah yang tingkat keterkenalannya masih rendah untuk menjadi figur alternatif.

Mereka haruslah figur-figur segar yang belum terkontaminasi polusi politik di level lokal maupun nasional. Artinya masyarakat harus menyuguhi dan disuguhi figur-figur baru namun cakap politik.

Rakyat mesti punya inisiatif menonjolkan figur alternatif dari lingkungan sekitar mereka sendiri. Harus ada tren baru pemublikasian figur alternatif, yakni figur-figur lokal yang kredibel namun belum terjamah media luas. Barangkali ada satu atau beberapa orang di desa kita yang pantas jadi presiden.

Mereka misalnya adalah kepala desa, tokoh pemuda, atau pemuka adat dan agama, yang memiliki gagasan tidak klise namun realistis, akurat, dan solutif. Gagasan tidak klise maksudnya lain daripada yang lain, tidak mengada-ada, dinilai akurat untuk memecahkan aneka permasalahan bangsa dan negara sehingga layak disebut gagasan yang solutif. Ketika gagasan yang dimiliki ternyata bersifat umum atau telah menjadi gagasan banyak orang, maka belum pantas dijadikan figur alternatif.

 

Media jejaring sosial macam Facebook bisa dimanfaatkan masyarakat karena ramai diakses dan tidak dipungut bayaran. Ditampilkan foto, biodata, serta naskah gagasan figur capres alternatif tersebut. Namun tetap tak akan besar gaungnya tanpa peran media-media massa seperti koran, media portal, atau majalah. Rasanya koran-koran yang lingkup distribusinya berskala nasional perlu menghadirkan rubrik khusus untuk menampilkan figur-figur alternatif yang dimunculkan rakyat. Ditambah lagi peran media-media lainnya, terutama televisi.

Tentu jumlahnya semakin signifikan bila terjadi proliferasi tren menjaring figur alternatif seperti ini. Agar tak kewalahan, standar kriteria figur alternatif pun harus semakin diketatkan di aspek gagasan. Bila ada figur alternatif yang gagasannya kurang menarik atau sama sekali tak solutif, maka media bisa mengeliminasinya.

Artinya, bisa diselenggarakan sebuah kontestasi pra-pemilu untuk menentukan figur capres alternatif yang jumlahnya (bisa jadi) cukup banyak. Penjaringan awal berlangsung di daerah, kemudian dilanjutkan di level nasional. Di sini dipertemukan figur-figur alternatif yang diusung satu atau beberapa kelompok masyarakat.

Dalam kontes tersebut, para figur alternatif melakukan presentasi atas gagasannya. Latar belakang masing-masing kontestan pun perlu diketahui masyarakat. Diberi pula kesempatan masyarakat berpartisipasi langsung untuk bertanya dan memberi kritikan atas gagasan yang dipresentasikan.

Indikator penilaian berkisar pada aspek personalia, gagasan atau platform, pemahaman tentang kenegaraan, bersedia menjadi representasi dari seluruh elemen masyarakat (tidak menjadi representasi dari kelompok pengusung semata), serta jejak rekam figur. Indikatornya masih bisa ditambah.

Juri penyeleksi harus bersikap objektif. Sentimen primordial, misalnya, harus dikesampingkan. Indikator-indikator penilaian haruslah hal-hal yang berkenaan dengan masalah-masalah kepemimpinan dan kenegaraan seperti hubungan politik luar negeri, ekonomi, pertahanan, pendidikan, kebudayaan, olahraga, dan sebagainya.

Dengan begini, setiap figur alternatif dituntut memiliki wawasan yang luas, bukan hanya mengandalkan dukungan suara yang besar. Terkait mekanisme eliminasi, alangkah lebih baik bila diserahkan ke rakyat langsung melalui layanan pesan singkat. Sebaliknya, bisa pula dengan hanya melibatkan keputusan beberapa dewan juri yang memiliki penilaian masing-masing.

 

Acara seperti ini bisa sekaligus menjadi program pendidikan politik bagi masyarakat. Lebih bermanfaat ditonton ketimbang sinetron.

Namun tanpa kebersediaan parpol untuk mengakomodasi figur alternatif yang diusung rakyat, wacana semacam ini akan menemui jalan buntu. Partisipasi masyarakat yang ditangkap oleh media tak berarti apa-apa bila parpol ternyata masih hanya terpaku pada figur-figur dalam lingkaran elite populer. Parpol biasanya tak mau repot-repot memikirkan penjaringan figur alternatif dari daerah untuk diusung. Parpol cenderung lebih suka bekerja instan: mengusung figur yang sudah terkenal, misalnya ketua umum parpol.

Tren baru pemunculan figur capres alternatif seperti ini merupakan bentuk partisipasi politik yang dapat semakin memperkuat peran masyarakat dalam politik. Media-media nasional tak punya banyak sumber daya untuk menjaring figur capres alternatif hingga ke pelosok-pelosok desa. Rakyatlah yang harus berinisiatif. Jika tren seperti ini terwujud, maka masyarakat semakin punya peran sakral dalam politik.

*Fasilitator Sekolah Demokrasi Aceh Utara.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement