Selasa 28 May 2013 15:21 WIB

Kartu Jakarta Sehat dan Kota Sehat

 Warga pemilik Kartu Jakarta Sehat (KJS) saat mendaftar untuk berobat di RSUD Tarakan, Jakarta Pusat, Kamis (23/5).     (Republika/ Yasin Habibi)
Warga pemilik Kartu Jakarta Sehat (KJS) saat mendaftar untuk berobat di RSUD Tarakan, Jakarta Pusat, Kamis (23/5). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Wibisono Bagus Nimpuno*

Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang dikeluarkan oleh pemerintah DKI Jakarta pada masa pemerintahan Gubernur Jokowi meninggalkan masalah belakangan ini. Mulai dari masalah administrasi hingga masalah pendanaan yang cukup membebani APBD dan anggaran rumah sakit.

Program tersebut tidaklah buruk, namun diperlukan persiapan yang cukup matang. Banyak sekali Negara yang memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakatnya, tidak hanya bagi orang miskin, namun seluruh warganya. Semua tentu dengan kecukupan finansial dan sistem administrasi yang sudah teruji.

Program yang terkesan terburu-buru dicanangkan oleh Gubernur Jokowi terkesan hanya sebuah pencitraan, tidak heran program tersebut menyisakan masalah dan banyak rumah sakit yang berniat mundur dari program tersebut.

Kesehatan secara lingkup makro tidak bisa dilepaskan dari yang kita sebut dengan kota. Pencanangan program Jakarta Sehat yang tidak diimbangi dengan pembenahan struktur kota yang sehat hanya akan menambah beban pemerintah. Kota yang tidak sehat dari segi struktur bisa dilihat dari tingkat polusi, dimana polusi udara dapat menyebabkan gangguan pernafasan, kanker, penyakit kulit, dsb.

Kemudian kondisi sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat tepi sungai  menjadikan masyarakat yang tinggal ditepian sungai rentan terhadap penyakit gangguan pencernaan. Komposisi ruang kota yang tepat juga dapat menekan penderita penyakit obesitas, hal tersebut terkait dengan gaya hidup.

Komposisi ruang yang terkoneksi dengan pedestrian yang teduh dapat membuat pengguna jalan nyaman dalam berjalan dari suatu tempat ke tempat yang lain dalam radius yang terjangkau tanpa menggunakan transportasi kendaraan bermotor, sehingga dengan begitu lebih menyehatkan dan mengurangi polusi disamping penghijauan yang menambah suplai oksigen di perkotaan.

Budaya gemar berjalan dalam radius 1 kilometer harus dibiasakan di masyarakat Indonesia, hal tersebut tidak akan terjadi jika pemerintah daerah mendukungnya dengan menyediakan pedestrian yang nyaman.  Menyedihkan ketika di Ibukota melihat jalur pejalan kaki dilalui oleh kendaraan roda dua. Di Indonesia,Jakarta khususnya, ruang terbuka publik juga masih sedikit dan tidak teratur. Di medan ada sebuah ruang terbuka public yang dilengkapi dengan alat-alat kebugaran sebagai site furniture.

Alat-alat yang bisa mendorong pengguna ruang terbuka publik untuk bersosialisasi sambil berolah raga. Di Semarang, pemerintah daerah setempat merevitalisasi tepian sungai banjir kanal barat sebagai ruang publik yang dilengkapi dengan jogging track, dan masih banyak lagi contoh-contoh yang bisa diadopsi.

Masalah ruang terbuka hijau dapat diantisipasi dengan meminta kompensasi kepada investor terhadap pembangunan gedung perkantoran dan mall. Kompensasi tersebut misalnya, setiap mall yang dibangun di Jakarta harus berbagi lahan untuk ruang terbuka hijau dan ruang publik. Gubernur Jokowi jangan sampai menjual kebijakan dalam mengeluarkan izin.

Selain itu, kebijakan Kartu Jakarta Sehat harus diimbangi pula dengan kampanye gaya hidup sehat. Tanpa kampanye gaya hidup sehat akan sia-sia program tersebut dan hanya akan menggerus anggaran daerah. Kartu Jakarta Sehat hanya akan membuat orang-orang ‘non prioritas’ menyepelekan masalah kesehatan, karena mereka merasa kesehatan mereka ditanggung oleh pemerintah dan orang-orang yang ‘prioritas’ tidak mendapatkan hak mereka karena keterbatasan anggaran.

 

Orang-orang non-prioritas misalnya orang sakit akibat gaya hidup mereka yang salah, seperti suka merokok, minum-minuman keras, dsb. Sedangkan orang-orang prioritas adalah orang miskin yang memiliki penyakit turunan, genetic, seperti hydrocephalus, kelainan lahir, dsb. Pemerintah juga harus berani mengkampanyekan pola hidup sehat, seperti stop merokok, stop minuman keras, kurangi gula dan garam (sebagai penyebab penyakit jantung), kurangi makanan berlemak, dsb.

Kota yang sehat akan menjadikan warganya sehat dan kualitas hidupnya tentu akan meningkat. Kesehatan dimulai dari kesadaran diri sendiri yang harus didukung oleh pemerintah. Banyak sekali yang bisa dilakukan pemerintah dalam mendukung masyarakat yang sehat, tidak hanya dengan Kartu Jakarta Sehat , namun juga menyediakan fasilitas publik yang berdampak pada kesehatan.

*Mahasiswa Pascasarjana, Jurusan Perancangan Kota Istanbul Technical University, Turki

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement