REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Didin S Damnhuri
Ada dua pendekatan analisis besar tentang kejatuhan Mursi sebagai presiden Mesir oleh militer. Pertama, karena kelemahan pemerintahan Mursi, terutama menyangkut tak dilakukannya rekonsiliasi secara serius dengan pihak oposisi, termasuk koalisi dalam kabinetnya yang tidak memprioritaskan penanganan ekonomi pascarevolusi.
Dengan kelemahan internal tersebut, memicu militer untuk mengambil alih pemerintahan yang sebelumnya sudah khawatir terhadap proses “peng-Ikhwanan” Mesir dengan menciptakan poros dengan Hamas dan Iran.
Kedua, karena problem geopolitik Timur Tengah yang mengganggu keseimbangan politik yang mengusik Amerika Serikat (AS). Bantuan militer AS mencapai 1,5 miliar dolar AS per tahun. Mereka menekan militer Mesir agar mendorong diam-diam kudeta tersebut.
Hal yang menarik, bersamaan dengan demo besar-besaran di Mesir yang pada gilirannya terjadi penggulingan pemerintahan Mursi, sementara demo besar-besaran di Turki terhadap pemerintahan Erdogan tak menciptakan destabilisasi yang berarti dan militer relatif tetap mendukung pemerintahan (tidak tergoda seperti menghadapi pemerintahan Erbakan sebelumnya).
Sementara, demo pun surut di mana menurut survei lembaga independen, pendemo hanya didukung 22 persen dan pemerintahan Erdogan didukung publik sekitar 53 persen. Berbagai analisis banyak disampaikan. Intinya lebih disebabkan pemerintahan Erdogan yang beraspirasi Islam tersebut tidak terlalu mengumbar penerapan syariah Islam yang menggantikan prinsip sekularisme.
Namun, lebih mengurangi sekularisme secara kultural, dengan misalnya menggalakkan kegiatan masjid-masjid, baik untuk peribadahan maupun sosial. Contohnya, ketika penulis berkunjung ke sana pada Ramadhan. Sebuah pemandangan fantastis, masjid-masjid dengan taman-tamannya dipakai jutaan keluarga di Turki untuk berbuka, shalat Maghrib, Isya, hingga Tarawih sebulan penuh bersamaan meledaknya kedatangan para turis mancanegara.
Hal yang lain, bekerja sama dengan tokoh pendidikan, Fethullah Gulen, membangun Lembaga PendidikanIslam bermutu internasional di dalam maupun luar negeri, termasuk di Indonesia ratusan unit. Ini dimaksudkan untuk mencetak pemimpin masa depan, terutama untuk Turki serta membangun citra Turki secara internasional yang bernapaskan Islam.
Hal yang lebih spektakuler lagi adalah langkah pembangunan ekonomi. Diawali dengan keberhasilan sebagai Wali Kota Istanbul yang menggunakan APBD-nya secara cost evectiveness dengan menghilangkan praktik korupsi, seperti yang dijalankan pemerintahan daerah sebelumnya serta membangun prasarana kota sehingga tercipta Istanbul yang bersih, teratur, dan nyaman seperti standar kota-kota di Eropa.
Dia membangun transportasi publik yang kredibel, seperti busway, monorel, subway, tranportasi sungai, laut, hingga pembangunan bandara yang rencananya terbesar di dunia. Bahkan, setelah menjadi perdana menteri dilanjutkan dengan pembangunan terowongan (tunnel) dan jembatan terpanjang yang menghubungkan Asia dan Eropa.
Pertaniannya sekarang nomor satu di Eropa dengan menyejahterakan petani dan memajukan pedesaan, antara lain, dengan akses pada modal, teknologi, pemasaran dalam dan luar negeri, konsolidasi lahan, serta jaminan sosial dan asuransi. Industri pertahanannya sekarang telah mampu mandiri dengan produksi atas paten sendiri berbagai jenis kapal dan helikopter.
Sementara, riset dan pembangunan yang menunjang industri serta pertanian ditingkatkan sangat pesat. Pendidikan pun gratis dari tingkat SD-S3 dengan mutu standar Eropa. Hasilnya, PDB per kapita yang 2004 masih sekitar 3.300 dolar AS menjadi sekitar 12.500 dolar AS pada 2012, naik empat kali lipat.
Dalam fora internasional pun, Erdogan memperlihatkan kepemimpinannya, terutama dalam misi perdamaian di Timur Tengah. Salah satu contoh, dia mengirim misi kapal perdamaian, Mavi Marmara, untuk membantu Palestina yang dibombardir Israel waktu itu sehingga jatuh korban. Erdogan menuntut Israel meminta maaf, sementara keanggotaannya dalam NATO tidak mengurangi sikap kritisnya terhadap AS dan Eropa.
Terakhir, dia mengkritik pengulingan Presiden Mursi dan dengan didukung oleh Prancis, Jerman, Belgia, Pakistan, Malaysia, Uni Afrika, Erdogan memelopori untuk mendesak agar militer Mesir membebaskan Mursi dari tahanan. Dia pun mengecam pembantaian terhadap para pendemo pendukung Mursi yang menginginkan agar Mursi dikembalikan sebagai presiden.
Dengan modal yang sukses besar dalam pembangunan ekonomi dan peran yang dimainkan dalam perdamaian di Timur tengah, Erdogan tengah merekonstruksi Turki pada masa depan. Turki juga pernah menguasai kawasan Eropa ketika masa Turki Usmani.
Erdogan yang memiliki pendidikan madrasah Islam hingga sekolah lanjutan serta sarjana di perguruan tinggi modern, dan pelajaran dari Erbakan, pendahulunya yang dianggap terlalu drastis dalam membawa misi keislamannya, maka Erdogan membawakannya lebih moderat, tapi substansial. Yakni, memakmurkan dan menegakkan keadilan, baik di internal negaranya maupun dalam fora internasional.
Dengan catatan tentang Mesir serta Turki tersebut, beruntung Indonesia memiliki Konstitusi UUD 45 dan Pancasila yang termaktub dalam pembukaan, sedang dan akan menjadi platform bersama dalam mengatasi konflik seperti di Mesir. Juga bagaimana substansi konstitusi untuk diimplementasikan dalam rangka memakmurkan sebesar-besarnya ekonomi rakyat, memodernkan segala aspek kehidupan sehingga sejajar dengan negara maju, dan menegakkan keadilan dalam kehidupan nasional maupun dalam fora internasional.
Dengan peristiwa Mesir tersebut dan kisah sukses Erdogan kita bisa belajar. Meski kita pun punya sejarah gemilang pada masa lalu serta peran para pemimpin nasional kita yang kredibel sejak kemerdekaan hingga sekarang, hendaknya cita-cita mereka semua itu mampu kita realisasikan dengan mewujudkan pesan konstitusi secara nyata dalam kehidupan. Semoga. n
Guru Besar Ekonomi Politik FEM IPB, Staf Ahli Lemhannas