Senin 03 Mar 2014 06:00 WIB

Polisi dan Media Sosial

Komisaris Besar Polisi Krishna Murti
Foto: dok.pribadi
Komisaris Besar Polisi Krishna Murti

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Komisaris Besar Polisi Krishna Murti*

 

Media sosial telah didefinisikan sebagai "internet berbasis aplikasi yang [memungkinkan] terciptanya pertukaran user-generated content". Jika kita amati, hanya dalam beberapa tahun saja, jaringan media sosial telah memperlihatkan tingkat peningkatan penggunaan yang belum pernah terjadi sebelumnya bila dibandingkan dengan media lainnya. 

Penelitian Erik Qualman menyebutkan butuh waktu 38 tahun untuk radio mencapai 50 juta pendengar. Sementara media TV membutuhkan waktu 13 tahun untuk mencapai 50 juta pengguna. Internet membutuhkan waktu empat tahun untuk mencapai 50 juta orang. Sedangkan dalam waktu kurang dari sembilan bulan, Facebook sudah bisa mencapai 100 juta pengguna. Percayakah kita bahwa akun twitter @TMCPoldaMetro saat ini mempunyai ”follower” sejumlah 1.177.949 orang? Mungkin pada saat rekan-rekan membaca ini, follower dari dari akun twitter itu sudah bertambah banyak. 

Masalah Media sosial ini ternyata memberi pengaruh luas dan saling mengait antara kehidupan sehari-hari sehingga membuat media sosial menjadi isu yang sangat relevan dan mendesak untuk ditelaah lebih dalam lagi oleh jajaran Kepolisian, mengingat kecepatan pengembangan, media sosial, bagaimanapun, masih menjadi topik baru bagi polisi. 

Saat ini bukan saja di Indonesia, namun banyak Kepolisian lain yang juga semakin dihadapkan dengan penggunaan media sosial dalam kegiatan mereka sehari-hari, dan sementara mereka masih tertatih-tatih menghadapi hal itu. Sementara, cara dan kecepatan integrasi media sosial untuk kepolisian ternyata semakin bervariasi.

Sebuah Laporan Penelitian yang dikeluarkan oleh COMPOSITE (Comparative Police Studies in The EU) menunjukkan bahwa, beberapa Kepolisian di Negara Eropa sudah menggunakan media sosial dengan sangat aktif. Sementara di beberapa negara lain, Kepolisian mereka masih belum memutuskan kebijakan apa yang akan dilaksanakan dalam menangani media sosial.

Sampai hari ini, belum ada sebuah SOP (Standar Operasional Prosedur) yang jelas dikeluarkan tentang bagaimana menangani perkembangan media sosial berkaitan dengan tugas kepolisian. Di Eropa, telah dilakukan beberapa penelitian dan melakukan beberapa studi kasus diantara negara-negara Eropa untuk mengetahui tindakan terbaik yang telah dilakukan oleh jajaran Polisi di sana dalam masalah ini.

Beberapa negara Eropa dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengadopsi platform media sosial dan mengumpulkan pengalaman mereka dalam menangani ini, sementara beberapa kepolisian yang lain baru sebatas mempertimbangkan untuk melakukannya.

Dari hasil telaahan EUPOL (European Police), didapatkan informasi bahwa ternyata fenomena media sosial dapat mempengaruhi budaya baru termasuk budaya pekerjaan polisi dalam berhadapan dengan media sosial sebagai sebuah kekuatan baru ditengah tengah masyarakat. 

Banyak sudah penelitian yang telah dilakukan tentang media sosial dan bagaimana sentuhan kepolisian dalam rangka mendukung pekerjaan mereka dalam berbagai aspek yang berbeda. 

Di satu sisi, polisi dapat menggunakan informasi pada media sosial untuk mendukung penyelidikan mereka misalnya. Untuk itu ada berbagai aturan yang harus dipedomani oleh Polisi dalam menunjang kegiatan mereka, seperti pengawasan, under-cover investigations atau analisis forensik. Sementara berbagai jenis media sosial yang berkembang saat ini memerlukan adaptasi pelatihan dalam rangka memperkenalkan kepada anggota-anggota polisi di lapangan.

Lebih daripada itu, polisi juga perlu melibatkan ruang media sosial untuk berinteraksi dengan publik karena ternyata media sosial dewasa ini ternyata dapat mempengaruhi perubahan hubungan antara warga dengan berbagai pihak termasuk dengan negara dan institusi yang ada di dalamnya. Fenomena berkumpulnya para relawan di kantor KPK dalam waktu cepat adalah satu contoh bagaimana sebuah media sosial bisa menggerakkan manusia dan opini untuk kepentingan dari institusi tersebut.

Dari hasil analisis beberapa penelitian saat ini, ternyata menghasilkan beberapa kategori yang menggambarkan praktek terbaik di kepolisian dalam menghadapi perkembangan media sosial, yaitu:

1. Media sosial sebagai sumber informasi kriminal

2. Bagaimana polisi bisa memiliki suara di media sosial

3. Media sosial bisa digunakan untuk untuk corong informasi

4. Media sosial untuk leverage kebijaksanaan pada massa

5. Media sosial untuk berinteraksi dengan masyarakat

6. Media sosial untuk media perpolisian komunitas

7. Media sosial sebagai etalase tampilan sisi manusiawi perpolisian

8. Media sosial untuk mendukung infrastruktur IT di kepolisian

9. Media sosial untuk perpolisian efisien

Masih banyak yang bisa dielaborasi dari perkembangan media sosial saat ini, dan bagaimana Polisi bisa memanfaatkannya bagi kepentingan keamanan dan ketertiban masyarakat.

 

*Penulis adalah anggota Polri yang juga pernah menjabat sebagai Police Planning Coordinator di Kantor Markas Besar Polisi PBB New York, Amerika Serikat

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement