Ahad 09 Mar 2014 17:39 WIB

Kader Komunis Turki Belajar Bahasa Spanyol

Deden Mauli Darajat
Foto: dokpri
Deden Mauli Darajat

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Deden Mauli Darajat (Alumnus Universitas Ankara Turki/Dosen Komunikasi UIN Jakarta)

Peralihan dari Kesultanan Turki Usmani menjadi Republik Turki pada 1923 mengubah paham ideologi di semenanjung Anatolia. Turki pasca Perang Dunia I menjadi negara sekuler yang memisahkan antara negara dan agama, yang sebelumnya hampir lima abad berideologi Islam.

 

Adalah Safak, teman sekamar saya di asrama Cebeci di Ankara yang menempuh program studi (prodi) bahasa dan sastra Spanyol di Universitas Ankara. Saya bertanya kepada Safak, mengapa dirinya memilih jurusan bahasa Spanyol. Dalam bayangan saya, orang yang belajar bahasa Spanyol bertujuan ingin berkunjung ke Spanyol, bekerja di Spanyol, atau bekerja pada hal-hal yang ada kaitannya dengan Spanyol.

Di luar dugaan saya, Safak menjawab bahwa dia memilih prodi bahasa dan sastra Spanyol karena ingin berkunjung ke Kuba, bukan untuk bisa pergi ke Spanyol. Menurut Safak, Kuba adalah negara yang berideologi komunis. Dia bermimpi suatu ketika bisa belajar tentang komunis selama minimal setahun di Kuba. Karena mimpi itulah ia berusaha keras untuk dapat bisa berbahasa Spanyol, yang merupakan bahasa yang banyak digunakan di Kuba.

Safak mengaku sebagai kader Partai Komunis Turki (TKP). Suatu ketika saya diajak ke kantor TKP di Kizilay, pusat kota Ankara. Karena keingintahuan yang kuat, satu waktu saya menerima ajakannya untuk berkunjung ke kantor TKP.

Setiap akhir pekan, papar Safak, di kantor TKP di Ankara selalu diadakan diskusi tentang komunis. Pembibitan kader partai di Turki, kata dia, memang dijaring sejak bangku SMA. Ada juga yang melakukan pengkaderan partai di Turki dimulai saat seseorang menjadi mahasiswa di Universitas. Para kader setingkat mahasiswa menjadi mentor bagi kader di tingkat siswa SMA.

Safak merupakan salah satu contoh bagaimana sistem pengkaderan partai di Turki dijalankan. Bagi para mahasiswa Turki yang tertarik dengan partai politik, mereka dapat langsung bergabung dengan partai itu. Bahkan di kamar saya di asrama, selain Safak ada juga ketua mahasiswa Partai Pergerakan Nasionalis (MHP), bernama Ibrahim, tapi teman-temannya memanggil dia dengan ‘Reis’ yang bermakna ketua atau pemimpin.

Para mahasiswa di asrama cebeci ataupun luar asrama yang menyebut dirinya sebagai kader atau partisan partai MHP sangat menghormati Reis. Pernah suatu kali Reis mengajak saya untuk ikut dalam kegiatan partainya.

Ketika kapal Mavi Marmara milik Turki diserang oleh Israel dan menyebabkan sembilan warga Turki meninggal dunia pada 22 Mei 2010 lalu, para mahasiswa kader MHP berkumpul di suatu tempat untuk melakukan aksi protes kepada Israel. Reis mengajak saya ikut dalam aksi itu. Saya tertarik juga untuk mengetahui bagaimana aksi para mahasiswa, apa saja persiapan aksi tersebut.

Saya bersama Reis datang ke sebuah apartemen di bilangan Dikimevi. Salah satu apartemen itu adalah kantor cabang Partai MHP. Dalam rapat itu Reis memberikan arahan kepada rekan-rekannya tentang bagaimana aksi atau demonstrasi yang akan dilakukan. Wibawa Reis begitu tinggi. Hal ini terlihat ketika tidak ada seorang pun yang berbicara selain Reis. Semua orang mendengarkannya dengan khusyuk.

Partai MHP adalah partai gerakan nasionalis. Meski berideologi nasionalis partai MHP juga sedikit religius dalam kegiatan yang dilakukan oleh kader setingkat mahasiswa yang dipimpin Reis. Setiap malam Jumat para kader MHP di asrama berkumpul di mushalla asrama untuk mengaji surat Yasin, yang dilanjutkan kemudian dengan diskusi. Pihak asrama Cebeci waktu itu tidak melarang akan kegiatan ini.

Berlakunya ideologi sekuler di Turki, yang disebut oleh Andi Mallarangeng sebagai negara extreme seculerism, membuka paham ideologi apapun boleh masuk ke dalam negara tersebut. Meski begitu, konstitusi Turki tetap melarang ideologi Islam sebagai asas sebuah partai politik. Hal ini disebabkan dalam pemahaman ideologi sekuler agama harus terpisah dari negara.

Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang merupakan pemenang Pemilu Turki tahun 2011 adalah partai yang didukung oleh masyarakat yang berideologi Islam. Namun demikian, petinggi Partai AKP mengaku bahwa partainya adalah partai nasionalis sekuleris bukan partai yang berideologi Islam. Hal ini menurut mereka sesuai dengan konstitusi Turki. Partai AKP pada pemilu 2011 mendapat suara terbanyak sebesar 49,95 persen suara.

Sementara  itu Partai MHP pada pemilu 2011 mendapat suara terbanyak ketiga dengan perolehan suara sebanyak 12,98 persen. Sedangkan di urutan kedua ada Partai Rakyat Republik (CHP) yang mendapat suara sebesar 25,94 persen. Pemilu Turki pada 2011 itu diikuti oleh 24 partai politik dan menempatkan Partai Komunis Turki (TKP), yang Safak merupakan salah satu kadernya, mendapatkan peringkat ke-12 dengan perolehan suara sebesar 0,14 persen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement