REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Deden Mauli Darajat
(Alumnus Universitas Ankara Turki/Dosen Komunikasi UIN Jakarta)
Beberapa hari terakhir, halaman Facebook dan Twitter saya dipenuhi kabar tentang bencana ledakan tambang batu bara di Soma, Provinsi Manisa, Turki. Beberapa teman saya yang warga Turki maupun Indonesia yang tinggal di Turki memasang foto profilnya dengan warna hitam, atau dengan gambar pita hitam, yang menandakan sedang berkabung. Pemerintah setempat mengumumkan tiga hari berkabung dan mengibarkan bendera setengah tiang.
Kejadian ini bermula ketika sebuah ledakan dan kebakaran di sebuah tambang batu bara di Turki bagian barat. Data yang dirilis koran Hurriyet Jumat (16/5) pagi, sedikitnya 284 pekerja tambang tewas akibat bencana ledakan dan kebakaran.
Presiden Abdullah Gul mengatakan Turki sedang dihadapkan dengan bencana besar. Abdullah Gul mengungkapkan hal itu setelah mengunjungi tambang di kota barat Soma yang telah terjadi ledakan yang menghasilkan api yang masih belum padam sejak 13 Mei 2014.
Sementara itu Menteri Energi Taner Yildiz mengatakan bahwa meskipun api kecil, itu masih berlanjut sejak ledakan mematikan pada unit distribusi daya tiga hari yang lalu. Menurut Yildiz, tingkat karbon monoksida dalam tambang mengalami penurunan, yang mungkin menjadi tanda bahwa api sekarang lebih kecil, meskipun tidak benar-benar padam.
Presiden Gul mengunjungi tempat kecelakaan dan bersumpah bahwa langkah-langkah untuk mencegah bencana serupa akan diambil. “Sayangnya kami kehilangan besar. Kami harus menunjukkan solidaritas besar untuk membalut luka-luka,” kata Gul yang bersumpah akan memperbaiki nasib buruh.
Sementara itu di lokasi kejadian terdapat orang-orang yang berdemonstrasi terhadap Presiden. “Pak Presiden, sakit kita sangat besar, tolong bantu kami,” suara pendemo ketika Gul berbicara. Gul juga menghadapi protes karena ia memeriksa tambang dengan kerabat penambang untuk menyerukan mengakhiri penggunaan pekerja kontrak.
Langkah-langkah keamanan yang luar biasa diambil sebelum kunjungan Gul ke Soma. Ketegangan telah dipasang sehari sebelumnya ketika Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan menjadi sasaran protes.
Perdana menteri Recep Tayyib Erdogan menyatakan di lokasi kecelakaan di Provinsi Manisa, Turki Barat, tempat 120 orang lagi masih terjebak di bawah tanah, ia berikrar upaya pertolongan akan dilanjutkan dan pemerintah akan menyelidiki kecelakaan tersebut secara menyeluruh.
Janji itu disampaikan Erdogan di tengah protes anti-pemerintah di Istanbul, Ankara, Izmir, Antalya dan kota besar lain sehubungan dengan kecelakaan tambang paling akhir itu. Para demonstran menuntut pengunduran diri Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang memerintah.
Lebih dari 500 orang berkumpul di luar Markas Soma Holding di Istanbul sekitar Rabu sore. Di Ibu Kota Turki, Ankara, polisi anti-huru-hara menembakkan gas air mata dan menyemprotkan air ke arah ratusan mahasiswa yang melancarkan protes dan berusaha berpawai ke Kementerian Energi. Sementara itu Serikat Pekerja mengumumkan pemogokan umum di seluruh negeri tersebut pada Kamis.
Masih dalam bulan Mei yang dikenal dengan hari buruh internasional, nasib buruh dari hari ke hari tidak pernah berubah. Para buruh seakan tidak ada pilihan lain untuk mencari pekerjaan yang lebih baik sebelum adanya peraturan yang lebih menguntungkan para buruh. Turki pun berduka cita dengan kehilangan ratusan warganya akibat bencana ini.
Salah satu teman saya, Omer Faruk memasang foto profilnya dengan sebuah foto seorang pekerja dengan wajah tercoreng warna hitam pekat dengan sebuah tulisan, “Ini bukan wajah yang hitam, ini hitam batu bara yang menempel di wajah. Beginilah cara kami mencari uang untuk membeli roti.”