REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis) KH Prof. Dr. Maman Abdurrahman, MA
Pemimpin adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan, lebih-lebih pada kehidupan manusia yang memiliki akal dan hati dengan anggota fisik yang lengkap dan amat fleksibel.
Pada surat al-Baqarah ayat 30 Allah dengan tegas menyatakan eskistensi manusia adalah untuk menjadi khalifah, mewakili Allah dan selanjutnya saling berganti mewakili manusia dari generasi ke generasi.
Di samping itu, Allah SWT mengingatkan manusia pula dalam memilih pemimpin sebagai mana tercantum pada ayat-ayat yang mengisyaratkan pemilihan pemimpin berikut ini. Pertama, harus memilih orang beriman dan mengutamakan keimanan, bukan orang kafir dan mencintai kekafiran dari keimanan (al-Taubah:23).
Kedua, orang yang memiliki keluasan ilmu dan kekuatan fisik, basthatan fi al-ilm wa al-jism (al-Baqarah: 247) ketiga, harus orang yang kuat dan jujur, al-qawwi al-amin (al-Qashas: 26). Dalam ungkapan yang sederhana namun penuh makna, pemimpin harus orang memiliki karakter shiddiq, amanah, tabligh, fathanah.
Rasulullah Saw amat memperhatikan sejak awal dan meletakkan dasar-dasar kepemimpinan, bukan hanya sekedar penentuan pemimpin, tetapi juga membicarakan adab-adaban dalam ketaatan pemimpina.
Para penyusun kitab-kitab hadis adakalanya meletakkan masalah kepemimpinan dalam kitab al-Fitan (Fitnah-fitnah) dan kitab al-Ahkam (Hukum-hukum), seperti dilakukan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya, sementara Imam Muslim dalam Shahihnya meletakannya dalam Kitab al-Imarah (kekuasaan), belum lagi kitab-kitab hadis lain, minimal dalam as-Sunnan al-Arba’ah (Kitab-kitab Sunnah yang empat).
bersambung