Selasa 17 Mar 2015 09:31 WIB

Rupiah oh Rupiah

Red: M Akbar
 Pedagang membawa spanduk bertuliskan Save Rupiah di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/3).  (Antara/Yusuf Nugroho)
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Pedagang membawa spanduk bertuliskan Save Rupiah di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/3). (Antara/Yusuf Nugroho)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Widdi Aswindi

Beres subuh kok tiba-tiba terpikir soal rupiah, ya? Mungkin karena seminggu ini terlalu banyak pengamat yang membicarakannya. Begitu juga menteri, gubernur BI serta OJK yang terlalu sibuk mengklarifikasinya. Rapat-rapat digelar presiden dan seperti biasa akhirnya sama saja: TENANG semua masih TERKENDALI.

Saya sesungguhnya bukanlah seorang ahli ekonomi, apalagi orang pintar yang bisa menganalisis soal rupiah. Tetapi saya lebih senang untuk mengomentari soal TENANG dan TERKENDALI tadi. Kedua kata itu hanya merujuk kepada penguasa saja. Mereka sepertinya berusaha meyakinkan kita untuk tidak mengusik dan membuat limbung kursi kekuasaannya.

Sesungguhnya yang terasa oleh setiap rumah tangga di Indonesia saat ini adalah makin menciutnya kemampuan daya beli. Saya tidak katakan bahwa kita tidak lagi punya daya beli karena kalau itu yang terjadi maka mungkin orang akan ramai-ramai mengambil 'emas monas'.

Menciutnya rupiah di rumah, berdasarkan keterangan menteri keuangan di rumah alias istri sekitar 20 persen. Artinya, kalau dulu belanja Rp 100 ribu maka sekarang angkanya telah menembus Rp 120 ribu. Umumnya pekerja yang kenaikan gajinya sesuai inflasi, tentu cukup repot. Untuk pengusaha yg kena 'hantam' krisis ketidakpastian investasi lumayan pusing kepala. Sementara untuk para PNS, menurut saya: sabar dan ikhlas saja. Tetapi semua profesi dan bidang usaha sekarang ini waktunya MANTAB (makan tabungan). Semoga saya berharap tabungan kita semua masih mencukupi untuk keluar dari krisis ini.

Mudah-mudahan walau semua naik, kita masih diberikan kemampuan dan kekuatan selalu berusaha. Tak perlu bergantung terhadap pemerintah dan konco-konconya yang sibuk menenangkan diri. Mari kita pikirkan dan saling menolong memberikan peluang. Jangan juga terlalu bergantung pada semua hal berbau rupiah, siapa tahu rejekinya dolar atau euro. Usaha dan kerja keras lebih penting.

Kita buktikan bahwa bukan harga-harga saja yang naik, tetapi harga diri, martabat, kemuliaan, kebaikan dan keshalehan kita juga turut naik, bahkan melebihi barang-barang dan kebutuhan kita.

Sehingga kita bisa katakan pada pengurus negara ini. Kita selalu TENANG dan TERKENDALI karena kami sudah muak memikirkan kalian.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement