Sabtu 09 May 2015 04:19 WIB

Keteladanan KH AR Fachruddin

KH Abdul Razaq Fachruddin.
Foto: Muhammadiyah
KH Abdul Razaq Fachruddin.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ali Mustafa Yaqub/Imam Besar Masjid Istiqlal

Pemimpin kita ini nama lengkapnya adalah KH Abdul Razaq Fachruddin, dan akrab disapa Pak AR. Beliau wafat di Yogyakarta pada 1995 dalam usia 79 tahun. Semasa hidupnya yang diisi dengan khidmah kepada Islam dan Indonesia penuh dengan keteladanan yang patut ditiru generasi masa kini.

Kendati kami pernah bertemu, tapi kami tidak banyak merekam perilaku dan keteladanannya kecuali melalui putra-putra beliau, khususnya Mas Luthfi Purnomo, salah seorang putra beliau yang sangat akrab dengan kami sejak mengenalnya tahun 1970-an sampai sekarang.

Mas Luthfi, begitu ia akrab disapa, pernah bercerita kepada kami. Suatu saat ia berkata kepada ayahandanya apakah beliau berkenan apabila ia suatu saat nanti berkiprah di luar Muhammadiyah. Maklum, Pak AR adalah ketua umum PP Muhammadiyah sehingga Mas Luthfi mungkin menyangka ayahandanya tidak berkenan kalau anak-anaknya berkiprah di luar Muhammadiyah.

Ternyata jawaban beliau luar biasa, "Yo ora opo-opo. Kowe ora kudu nang Muhammadiyah (Ya tidak apa-apa, kamu tidak harus di Muhammadiyah)." Kami langsung teringat sikap KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (wafat 1947) yang tidak pernah mengharuskan putra-putrinya menjadi orang NU. Alangkah indahnya perilaku para pemimpin kita itu dalam menyikapi perbedaan.

Bagi KH Hasyim Asy’ari, Islam itu bukan hanya NU. Demikian pula bagi Pak AR, Islam itu bukan hanya Muhammadiyah. Bagi mereka, kebenaran adalah ajaran yang mengacu kepada Alquran dan hadis, dan itu ada di mana-mana. Surga juga sangat luas. Setiap Muslim akan masuk ke dalam surga. Dan jalan ke surga juga banyak, bukan hanya Muhammadiyah dan NU.

Bandingkan misalnya dengan para aktivis bawahan yang menjadikan surga yang luas itu sempit karena tidak ada yang dapat masuk surga kecuali kelompoknya saja. Sementara, jalan menuju surga hanya ada satu, yaitu lorong sempit kelompoknya saja. Sehingga mereka memvonis Muslim yang bukan kelompoknya sebagai kafir.

Karenanya muncul ungkapan ada dua macam wali, wali songo atau wali sembilan dan wali sempalan. Wali sembilan kerjanya mengislamkan orang-orang kafir, sedangkan wali sempalan kerjanya mengafirkan orang-orang Islam.

Sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pak AR pernah ditawari jabatan menteri agama, tapi beliau tidak menerimanya. Ketika ditanya alasannya, Pak AR menjawab bahwa jabatan menteri agama itu tanggung jawabnya berat di akhirat dan beliau tidak sanggup mengemban amanah itu.

Tampaknya Pak AR dibimbing oleh hadis Nabi SAW yang menyatakan jabatan itu akan menjadi penyesalan di akhirat sehingga apabila memang dirasa berat tanggung jawabnya lebih baik tidak menerimanya. Ketika hal ini kami ceritakan kepada seorang kawan, dia berkomentar, "Pada masa sekarang mungkin tidak ada orang yang seperti Pak AR itu."

Pada masa Orde Baru, terkadang ada kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pas menurut Pak AR. Namun, beliau memiliki cara sendiri untuk mengkritisi dan menasihati pemerintah. Beliau tidak mengumpulkan wartawan kemudian menggebuki pemerintah melalui media massa. Beliau justru menghadap Pak Harto dan memberikan nasihat atas kebijakan pemerintah.

Cara beliau ini tampaknya dipandu oleh hadis Nabi riwayat Imam al-Hakim, "Apabila kamu mau menasihati penguasa, maka janganlah kamu menasihatinya secara terbuka, tetapi ajaklah ia ke tempat sepi kemudian nasihatilah. Apabila nasihat itu diterima, maka itu yang diharapkan dan apabila tidak diterima, maka kamu telah bebas dari tanggung jawab."

Ketika negeri ini masih memiliki lembaga yang disebut Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Pak AR pernah menduduki jabatan sebagai anggota DPA. Beliau pun mendapatkan jatah mobil. Namun, belakangan mobil tersebut diserahkan kepada Muhammadiyah, padahal beliau berhak memilikinya.

Ketika ditanya tentang hal itu, beliau menjawab bahwa beliau diangkat sebagai anggota DPA itu karena kapasitasnya sebagai tokoh Muhammadiyah, bukan karena pribadinya. Karenanya, mobil yang diterima karena menjadi anggota DPA menjadi hak Muhammadiyah, bukan haknya sendiri.

Tampaknya Pak AR dipandu oleh hadis sahih riwayat Imam Muslim di mana seorang sahabat yang bernama Ibnu al-Lutbiyyah RA ketika diutus Nabi SAW untuk menghimpun zakat dan jizyah dari warga Bahrain, setelah pulang ke Madinah dan menghadap Nabi SAW, ia mengatakan, "Ini untuk Nabi dan ini adalah hadiah untuk saya dari warga Bahrain."

Nabi kemudian berpidato di hadapan para sahabat, "Ada orang yang saya utus untuk memungut zakat dan jizyah di Bahrain. Setelah pulang, dia mengatakan, 'Ini untuk engkau wahai Rasul, dan ini untuk saya, hadiah dari warga Bahrain'." Nabi kemudian mengatakan, "Sekiranya dia akan mendapatkan hadiah, mengapa dia tidak duduk saja di rumahnya. Nanti hadiah itu akan datang sendiri ke rumahnya."

Dari hadis ini para ulama berpendapat, hadiah seseorang yang diperoleh karena jabatannya adalah milik lembaga di mana ia menjabat, bukan miliknya pribadi. Dan itulah yang dilakukan Pak AR Fachruddin. Bandingkan misalnya dengan oknum-okum tokoh masa kini yang semula termasuk berkantong kempes, tetapi dengan menggunakan lembaga atau organisasinya, ia menggendutkan rekeningnya.

Perilaku Pak AR ini memang dibimbing oleh agama karena beliau mendalami agama dulu sebelum menjadi pemimpin, seperti disebutkan dalam hadis Ibnu Umar RA, "Dalamilah agama sebelum kamu menjadi pemimpin." Sementara banyak orang sekarang menjadi pemimpin tanpa pernah mendalami agama lebih dulu sehingga perilakunya tidak dipandu oleh agama tetapi dipandu emosi dan hawa nafsu.

Tampaknya perilaku Pak AR inilah yang menyebabkan tokoh NU KH M Yusuf Hasyim yang akrab disapa Pak Ud, ketika dalam perjalanan darat dari Tebuireng ke Jakarta dan sampai di Brebes, beliau mendengar dari radio mobilnya bahwa Pak AR wafat, maka Pak Ud tidak melanjutkan perjalanannya ke Jakarta, melainkan kembali berputar menuju Yogyakarta untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Pak AR.

Semoga keteladanan Pak AR ini dapat menjadi seteguk air yang menghilangkan kedahagaan umat Islam akan keteladanan seorang pemimpin. Semoga Allah SWT menerima ibadahnya dan mengampuni dosanya. Aamiin.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement