REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Hasani Abdulgani (CEO Mahaka Sports & Entertainment)
Sesungguhnya tak ada yang pernah menginginkan terjadinya kisruh di dunia sepak bola negeri ini. Terhentinya kompetisi, tentunya membuahkan derita terbesar bagi para pemain dan klub.
Apalagi menyambut Ramadhan dan Lebaran. Pernahkah terbayang apa yang harus dilakukan para pemain? Akankah kebahagiaan menyambut bulan penuh berkah Ramadhan itu bisa terlewati dengan hiasan senyuman yang indah di wajah para pemain sepak bola kita?
Atas dasar itulah, Piala Presiden itu hendak kami helat melalui payung Mahaka Sport. Di dalam diri, tersimpan sebuah ikhtiar positif. Bukan hendak mengail di air keruh, tentunya. Tapi Piala Presiden yang ingin kami gelar ini, hadir dengan dua tujuan. Pertama, mencairkan suasana ketegangan yang terjadi di sepak bola negeri ini. Kedua, 'memberikan asupan' bagi para pemain dan klub dengan digelarnya kembali pertandingan melalui turnamen Piala Presiden.
Terbetiknya niat untuk menggelar Piala Presiden ini sebenarnya baru muncul tiga pekan lalu. Sebuah gagasan yang terletup setelah bertemu dengan sejumlah klub. Ada keinginan dari klub -- yang sebagian besarnya adalah kontestan Indonesia Super League (ISL) -- agar kompetisi bisa digulirkan. Tanpa adanya kompetisi maka hal itu membuat pemain dan klub menjadi mati suri.
Usai gagasan mengerucut, kami dari Mahaka Sport mencoba meminta izin kepada pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga (kemenpora). Sebuah izin untuk menggunakan nama turnamen Piala Presiden. Pemilihan nama ini mengandung nilai politis. Harapan kami, nantinya Presiden Joko Widodo bersedia untuk mendamaikan kisruh yang terjadi di sepak bola negeri ini.
Gayung bersambut. Restu memakai nama Piala Presiden didapat. Langkah selanjutnya, kami mengirimkan surat kepada PSSI. Harus diakui, PSSI memiliki instrumen perangkat pertandingan. Tanggapan positif terlahir dari PSSI.
Sayangnya, di tengah jalan cerita menjadi berbeda. PSSI menangkap kesan jika gelaran Piala Presiden yang hendak dijalankan oleh Mahaka Sport ini merupakan kepanjangan tangan dari Tim Transisi yang dibentuk Kemenpora.
Wacana inilah yang membuat jalan menjadi melingkar. Kami berupaya menegaskan bahwa posisi kami sesungguhnya independen, tak terkooptasi oleh pihak manapun. Ikhtiar kami jelas dan lugas; ingin menghidupkan kompetisi yang sedang mati suri.
Mahaka Sport dalam hal ini hanya berperan sebagai promotor saja. Ini sudah menjadi domain pekerjaan kami. Dalam panggung politik, lebih tepatnya kami ini digambarkan sebagai kelompok poros tengah. Kehadiran kami hanya ingin menjadi jalan keluar, bukan menjadi bagian dari masalah.
Lantas bagaimanakah dengan pendanaan dari turnamen Piala Presiden ini? Kami hendak menegaskan dana untuk penyelenggaraan turnamen itu tak akan dicomot dari dana Qatar National Bank Group (QNB). Sebagaimana diketahui, QNB ini sempat menjadi sponsor bagi penyelenggaraan kompetisi ISL 2015 yang kini terhenti. Tentunya, kami akan mencari sponsor lain dengan pihak yang bersegaris dengan ikhtiar kami ini.
Kini, harapan kami menggelayut kepada Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI). Besar harapan agar turnamen ini mendapatkan green light dari BOPI dalam bentuk izin. Jika semua rencana berjalan mulus, Insya Allah pada Ramadhan nanti kami sudah bisa announce perhelatan Piala Presiden ini. Semoga niat tulus kami untuk tetap memajukan sepak bola negeri ini bisa dipahami dengan hati yang tulus dari semua pihak. Inilah ikhtiar kami sebagai pihak yang mencintai sepak bola Indonesia agar menjadi lebih baik.