Kamis 18 Jun 2015 00:33 WIB

Kisah Perjuangan Polwan Berjilbab dan Wanita TNI Berjilbab

Mantan sekretaris pribadi Presiden Soeharto, Brigjen Anton Tabah.
Foto: Republika
Mantan sekretaris pribadi Presiden Soeharto, Brigjen Anton Tabah.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Anton Tabah/Dewan Pakar KAHMI Pusat, Mantan Jenderal Polri.

Kajian singkat ini dimulai dari perjuangan panjang polisi wanita (polwan) berjilbab. Pada 2009, saya dan Jenderal Indradi Tanos ditugaskan oleh Kapolri studi banding ke Inggris tentang public complain (keluhan masyarakat) dan standar profesional kepolisian terhadap layanan kepolisian ke berbagai negara di Eropa, terutama di Kepolisian Inggris yang lembaga public complain-nya, Independent Police Complain Commission (IPCC), dinilai terbaik di Eropa.

Ketika itu, saya melihat beberapa polwan Inggris uniform-nya berjilbab tampak gagah dan cantik. Saya tanya pada Komandan Departemen Standar Profesi Kepolisian Polda London Kolonel Thukker yang kebetulan duduk di samping saya. Apakah yang berjilbab itu polwan?

Kolonel Thukker menjawab "Ya. Polwan Muslimah di Inggris uniform-nya didesain berjilbab untuk memenuhi standar religiositas mereka dengan aturan kedinasan resmi."

Hatiku tersentak. Di negara minoritas Muslim bahkan sekuler, punya kebijakan mengagumkan uniform polwan Muslimahnya berjilbab. Lalu saya ngenes, mengapa Polwan Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar di dunia dan akhirat malah dilarang berjilbab?

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement