REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Mohammad Istiqamah 'Is' Djamad (Vokalis Grup Payung Teduh)
Masih teringat kenangan sewaktu aku diajarkan berenang di laut oleh kakek. Cara yang kudapat, mungkin tak biasa dilakukan oleh orang-orang kota. Aku belajar berenang dengan cara dilemparkan ke laut. Berulang kali di lempar sampai kumengerti bagaimana caranya harus bisa bergerak dan bersenyawa dengan laut.
Sebuah pembelajaran untuk dapat memaknai hakikat kehidupan bahwa kita harus terus bergerak, tak statis. Di sanalah aku memulainya. Melalui dilempar ke laut agar bisa hidup. Oh, itulah kenangan yang masih terus terekam sampai kini.
Perlu diketahui juga, di dalam darahku ini mengalir separuhya darah orang-orang Selayar. Selayar adalah sebuah pulau kecil yang terpisah dari daratan Sulawesi Selatan. Bagi orang Selayar, laut adalah bagian kehidupan yang tak bisa terpisahkan. Begitu juga dengan aku.
Sekarang, kerinduan terhadap laut itu kian menguat. Tentu kerinduan itu coba kumaknai dengan cara berbeda. Sebagai seorang musisi, ada kerinduanku untuk menggelar intimate gigs dengan suasana laut. Tentunya, bukanlah di laut luas kita menggelarnya.
Wilayah yang hendak diraih itu adalah wilayah pesisir laut. Di sana ada interaksi sosial. Sebuah interaksi yang boleh jadi telah terlupakan oleh masyarakat perkotaan. Di saat ekspansi konsumerisme dan individualisme terus menggerus budaya masyarakat perkotaan, akankah masyarakat pesisir kita juga mengikutinya?
Pernahkah terbayang oleh kita seperti apa kehidupan seorang nelayan yang bermukim di pesisir? Apakah mereka hanya sekedar menjalankan rutinitas melaut dan pulang membawa hasil tangkapannya? Saya yakini, kehidupan mereka tak sesederhana itu saja. Ada banyak ilmu yang sesungguhnya bisa kita raih dari seorang nelayan dan kehidupan masyarakat wilayah pesisir.
Di sanalah, aku ingin bertemu mereka lagi. Bukan hanya sekedar menghibur mereka lewat musik. Aku ingin berbincang, bertukar cerita dan kearifan pengetahuan dengan mereka. Karakter masyarakat pesisir yang keras, tentunya akan menambah keunikan sewaktu menyambangi mereka.
Rencana ini sudah sempat aku bicarakan dengan rekan musisi lainnya. Sebutlah Efek Rumah Kaca dan Zeke and the Popo. Ada niat untuk melakukannya dengan menyambangi pelabuhan-pelabuhan kecil yang ada di sekujur pesisir pulau negeri ini.
Aku membayangkannya kita berjalan dengan menggunakan kapal kecil. Menyusuri pesisir dalam ombang-ambing arus laut. Tak lupa, semua proses perjalanan tersebut harusnya terekam dalam film. Ini akan menjadi daya pikat menarik, tentunya.
Ditambah lagi dengan konser intimate di pelabuhan-pelabuhan kecil yang kami sambangi. Semuanya terbingkai dalam kesederhanaan tapi tetap mengandung nilai yang kokoh. Secara sound mungkin saja akan terdengar sederhana tapi secara maknawi kita akan bisa lebih kian mengenal satu sama yang lain. Ada interaksi yang lebih menyatu.
Aku sadar, semua ini baru sebatas impian bersama kawan-kawanku. Besar harapan, ada pihak yang bersedia menjembatani impian kami untuk menyambangi pesisir laut negeri ini. Sebuah ikhtiar dari kami supaya anak cucu di masa mendatang tak melupakan bahwa negeri ini sesungguhnya pernah dikenal sebagai bangsa maritim.