Kamis 09 Jul 2015 12:00 WIB

Zakat sebagai Social Justice dalam Islam

Red: M Akbar
Zakat fitrah (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Zakat fitrah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Faozan Amar (Direktur Al Wasath Institute dan Dosen Studi Islam UHAMKA)

Zakat adalah rukun Islam keempat. Ritual ini merupakan ibadah maaliyah ijtimaiyah. Ia memiliki posisi sangat penting, strategis dan menentukan. Tak hanya dari sisi ajaran, melainkan juga dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.

Sejatinya, zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang harus dilaksanakan, khususnya bagi orang yang mampu. Begitu juga sebaliknya menjadi tidak wajib bagi orang tidak mampu dan mereka berhak untuk mendapatkan zakat. Sederhananya, zakat ini sesungguhnya bentuk social justice dalam Islam. Apabila dilaksanakan secara sungguh-sungguh, tentunya kesejahteraan dan keadilan akan dapat dirasakan.

Secara bahasa, zakat artinya tumbuh, berkembang, subur atau bertambah. “Allah memusnahkan riba dan meyuburkan shadaqah” (QS. Al Baqarah ; 276), “Shadaqah itu tidak akan mengurangi harta” (HR Tirmidzi), atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At Taubah ; 103). Sedangkan secara istilah, zakat itu nama bagi pengambilan tertentu dari harta tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu, dan untuk diberikan kepada golongan tertentu.

Jadi zakat ini merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda. Secara transedental, juga horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan umat manusia, terutama umat Islam. Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang berkait dengan hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun hubungan sosial kemasyarakatan diantara sesama umat manusia.

Adapun hikmah berzakat adalah; Pertama, menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah secara materi, untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Dengan terpenuhinya kebutuhan materi tersebut, mereka akan mampu melaksanakan kewajiban-kewajibannya terhadap Allah Swt.

Kedua, memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dalam diri manusia yang sering kali timbul manakala melihat orang-orang disekitarnya berkehidupan cukup, apalagi  mewah. Sedang ia sendiri tidak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari orang kaya (muzaki) kepadanya.

Ketiga, dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa, menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, mengikis sifat bakhil (kikir) dan serakah yang menjadi tabiat manusia. Sehingga, dengan berzakat akan dapat merasakan ketenangan batin karena terbebas dari tuntutan Allah dan tuntutan kewajiban kemasyarakatan.

Keempat, dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang kuat dan kokoh, yang berdiri di atas prinsip-prinsip; ummatan wahidatan  (umat yang satu), musawah (persamaan derajat, hak, dan kewajiban), ukhuwah Islamiah (persaudaraan  Islam), dan takaful ijtimai (tanggung jawab bersama).

Kelima, menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta (social distribution), keseimbangan dalam pemilikan harta (social ownership), dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.

Di sini, zakat menjadi ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah. Sekaligus juga, zakat merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persaudaraan umat dan bangsa. Tak lupa, zakat menjadi penghubung antara golongan kaya dan miskin dan penimbun jurang yang menjadi garis pemisah antara golongan kuat dan lemah.

Keenam, mewujudkan tatanan masyarakat sejahtera, rukun, damai, dan harmonis yang dapat menciptakan ketenteraman dan kedamaian lahir batin. Dalam masyarakat seperti itu, tidak akan tumbuh lagi bahaya komunisme (atheis), radikalisme agama, dan paham atau ajaran yang sesat dan menyesatkan.

Sebab, dengan dimensi dan fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi kapitalisme dan sosialisme sudah terjawab. Akhirnya sesuai janji Allah, akan tercipta sebuah masyarakat yang baldatun thoyibatun wa rabbun ghafur.

Jika kita memahami hikmah berzakat secara baik dan benar, tentu tidak ada alasan bagi para wajib zakat untuk menunda-nunda melaksanakan kewajibannya. Apalagi sekarang kita berada di bulan Ramadhan, bulan dimana akan dilipatkan gandakan pahalanya bagi yang melaksanakan ibadah. Wallahua’lam.

   

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement