REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Arista Atmadjati,SE.MM (Dosen Universitas Gadjah Mada)
Terkait dengan AEC Blueprint, ASEAN juga telah mengembangkan mekanisme Scorecard untuk mencatat implementasi dan komitmen-komitmen negara anggota sebagaimana yang telah disepakati di dalam AEC Blueprint. Scorecard dimaksud akan memberikan gambaran komprehensif bagaimana kemajuan ASEAN untuk mengimplementasikan AEC pada tahun 2015. Dalam kaitan ini negara-negara ASEAN telah menyepakati bahwa AEC Scorecard yang diusulkan akan dilaporkan pada KTT ke-14 ASEAN, Desember 2008 di Thailand.
Lantas upaya untuk meningkatkan AEC awareness Year 2008, para pertemuan ke-40 AEM, para Menteri Ekonomi ASEAN mengesahkan AEC Communication Plan. Di sini ditekankan pentingnya melibatkan berbagai stakeholders dalam proses komunikasi. Diantaranya badan-badan sektoral ASEAN, sektor swasta, otoritas di tingkat lokal dan nasional di negara-negara ASEAN, kalangan akademi serta tokoh-tokoh masyarakat.
Kemudian juga terkait dengan implmentasi AEC Bluepint, pada 2007-2008, Ditjen Kerjasama ASEAN telah melakukan sosialisasi AEC Blueprint bersamaan dengan sosialisasi ASEAN Charter. Sosialiasi dilakukan pada tingkat pusat, khususnya kepada asosiasi-asosiasi bisnis maupun di daerah-daerah di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian.
Sosialisasi dilakukan dalam bentuk seminar, workshop, lokakarya maupun kuliah umum, wawancara di media massa cetak dan elektronik lokal di pusat dan daerah. Salah satu sasaran yang ingin dicapai adalah memicu kesiapan masyarakat serta menimbulkan mengenai public awareness mengenai ASEAN.
Kerjasama di Sektor Industri
Kerjasama di sektor industri merupakan salah satu sektor utama yang dikembangkan dalam kerjasama ekonomi ASEAN. Kerjasama ditujukan meningkatkan arus investasi, mendorong proses alih teknologi dan meningkatkan keterampilan negara negara ASEAN. Termasuk juga bentuk pertukaran informasi tentang kebijaksanaan perencanaan industri nasional masing masing.
Kerjasama ASEAN di sektor perindustrian diarahkan untuk menciptakan fasilitas produksi baru dalam rangka mendorong perdagangan intra ASEAN. Caranya melalui berbagai skema kerjasama yang dikembangkan berdasarkan konsep resource pooling dan market sharing.
ASEAN Industrial Cooperation (AICO) yang ditandatangani pada April 1996 dan berlaku efektif pada Nopember 1999 merupakan insiatif kerjasama di sektor industri yang saat ini terus dikembangkan.
AICO merupakan skema kerjasama antara dua atau lebih perusahaan di kawasan ASEAN. Di sini dilakukan pemanfaatan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan. Tujuannya untuk memproduksi suatu barang dan meningkatkan daya saing perusahaan ASEAN.
AICO menyediakan juga prasarana untuk menerapkan prinsip economic of scale and scope yang didukung oleh pajak rendah. Harapannya hal ini dapat meningkatkan transaksi di ASEAN, menumbuhkan kesempatan investasi dari dalam dan luar ASEAN, serta menciptakan pasar regional yang lebih besar.
Perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan skema kerjasama ini antara lain akan mendapatkan preferensi berupa pengenaan bea masuk hingga 5 persen. AICO diharapkan akan mendorong kerjasama industri antarnegara ASEAN. Tak lupa juga diharapkan dapat mendorong investasi pada industri berbasis teknologi dan kegiatan yang memberikan nilai tambah pada produk industri.
AICO juga memberikan kesempatan luas kepada perusahaan di negara ASEAN untuk saling bekerjasama menghasilkan produk dengan menikmati preferensi tarif. Insentif lain yang juga diberikan kepada perusahaan yang bekerjasama dalam payung AICO berupa akreditasi kandungan lokal serta insentif non-tarif lainnya yang dapat diberikan oleh masing-masing negara anggota.
AICO tidak hanya diperuntukkan bagi perusahaan-perusahaan industri. Tetapi hadir untuk trading companies yang membantu pemasaran produk-produk industri kecil. Pada 21 April 2004 para Menteri Ekonomi ASEAN telah menandatangani Protocol to Amend the AICO Agreement yang mengatur perubahan/penurunan tarif preferensi yang diberikan untuk proyek-proyek AICO yang disetujui.
Kesepakatan MEA sudah didepan mata. Kini, tinggal bagaimana seluruh sektor riil di Indonesia dan pemerintah Indonesia bisa menyikapi kesepatan MEA. Tentunya tanpa perlu grusa grusu. Toh kita Indonesia adalah market yang paling sexy di ASEAN. Kepedulian tentunya diperlukan tapi rasanya tidak usah terlalu cemas. Perbaiki saja semua kualitas semua lini masyarakat baik dalam hal skill dan mentalitas bergaul dalam era global terbatas Negara Asean .