REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Said Abdullah
(Koordinator Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan/KRKP)
Kondisi regenerasi petani yang mandeg dalam kurun 10 tahun terakhir sepantasnya menjadi keprihatinan banyak pihak. Tak adanya regenerasi petani tentunya akan menimbulkan persoalan cukup pelik bagi bangsa ini. Setidaknya hal yang paling mudah terlihat adalah ancaman terhadap penurunan produksi serta kedaulatan pangan negara.
Inilah tantangan yang harus dijawab. Bagaimana jadinya jika tak ada lagi petani yang memproduksi pangan yang cukup? Bisa jadi kebutuhan pangan kita sepenuhnya akan bergantung pada impor dan hal itu sudah terjadi pada masa sekarang. Situasi semacam ini tentu saja sangat membahayakan kedaulatan negara karena membuat kita akan selalu bergantung kepada negara lain.
Akibat dari mandegnya regenerasi ini ternyata telah menyebabkan terjadinya penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. Dalam catatan KRKP, empat tahun terakhir tenaga kerja di sektor pertanian telah berkurang sebanyak 3,15 juta orang. Jika pada tahun 2010 tenaga kerja pertanian mencapau 38,69 juta orang maka pada tahun 2014 tinggal 35,54 juta orang.
Dari fakta tersebut, terlihat jelas saat ini kita sudah semakin kekurangan petani. Jika ini dibiarkan, bisa jadi dalam waktu 5-10 tahun yang akan datang kita akan mengalami krisis petani. Hal ini bisa terjadi jika melihat keragaan petani yang ada saat ini.
Data statistik menunjukkan bahwa mayoritas petani, 54,37 persen atau 14,21 juta rumah tangga petani berusia 35-54 tahun. Petani yang berusia lebih dari 54 tahun sebanyak 32,76 persen atau setara 8,56 juta rumah tangga. Sementara petani yang berusia kurang dari 35 tahun hanya 12,87 persen.
Bahkan mengutip data yang pernah dirilis dari Direktorat Pusat Kajian Strategis Kebijakan Pertanian (KSKP) IPB, di sana tersaji fakta menarik. Fakta itu adalah pertanian tanaman pangan merupakan subsektor yang paling rendah komposisi petani mudanya. Jika tak ada regenerasi di subsektor tanaman pangan atau padi maka di sinilah kekhawatiran kian meningkat.
Apalagi situasi tersebut semakin diperparah dengan laju penurunan produksi beras nasional. Di sisi yang lain, permintaan terhadap beras di negeri ini justru terus memperlihatkan tren yang meningkat.
Perlu diketahui juga, merujuk data yang pernah dirilis Badan Pusat Statisik (BPS), selama kurun 10 tahun terakhir kita telah mengimpor beras sekitar 7,3 juta ton. Periode 2005-2009 laju impor beras baik menjadi 117,4 persen dan periode 2010-2013 naik hingga 482,6 persen. Dengan berkurangnya petani dimasa yang akan datang maka bisa jadi seluruh kebutuhan beras kita diimpor.
Persoalan regenerasi petani ini sudah sepatutnya menjadi perhatian para pihak, terutama pemerintah. Bukankah pemerintah di rezim Joko Widodo-Jusuf Kalla sudah menjanjikan agar terjadinya regenerasi petani sebagaimana yang tertuang dalam semangat Nawa Cita? Kesungguhan dan komitmen pemerintah tentunya menjadi hal mutlak yang diperlukan untuk menjamin ketahanan dan kedaulatan pangan.