REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mukhlis Yusuf
(Executive Coach Rumah Perubahan dan Strategic Actions. CEO Perum LKBN ANTARA 2007-2012)
Semua visi dan agenda besar itu nampaknya sedang diterjemahkan secara operasional oleh Jokowi-JK seperti terlihat pada postur RAPBN 2016 yang disampaikan. Kini, publik dapat menilainya, apakah postur APBN 2016 telah memenuhi janji Nawacita, atau sebaliknya. Terutama terhadap RAPBN pertama yang disusun Pemerintahan Jokowi-JK.
Sebagai contoh tentang janji membangun Indonesia dari pinggiran, dari daerah dan desa, apakah empat perubahan dalam memastikan pemihakan terhadap daerah dan desa, dengan cara; (i) Meningkatkan alokasi anggaran transfer ke daerah dan Dana Desa sehingga lebih besar dari anggaran belanja kementerian/lembaga,
(ii) Perubahan struktur dan ruang lingkup transfer ke daerah dan Dana Desa agar lebih sesuai dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah, dan kebutuhan pendanaan pembangunan daerah; (iii) Penguatan kebijakan alokasi transfer ke daerah, khususnya kebijakan Dana Alokasi Khusus dan Dana Insentif Daerah; dan (iv) Inisiatif meningkatkan alokasi Dana Desa secara bertahap untuk memenuhi amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dapat menjamin pemihakan Pemerintahan terhadap daerah dan desa?.
Contoh lain, sejauh mana alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur yang telah ditingkatkan menjadi Rp 313,5 Triliun, 8 persen dari RAPBN 2016, dapat dikawal dan dieksekusi dengan benar dan efektif, termasuk pelibatan BUMN dan dunia usaha didalamnya kelak.
Soal pergeseran pengeluaran konsumtif ke produktif, subsidi lebih tepat sasaran, kedaulatan pangan dan energi, dan lain-lain yang menunjukkan keinginan untuk berbeda pendekatan strategis dibandingkan Pemerintahan sebelumnya.
Semua pendekatan strategi itu, selain memerlukan keselarasan (alignment) vertikal dari komitmen Presiden Jokowi-JK dengan prioritas-prioritas seluruh anggota Kabinetnya, juga keselarasan horisontal antar kementerian, agar semua prioritas Kementerian efektif dijalankan. Menghindari ego sektoral, tumpang tindih dan kebocoran Anggaran.
Presiden memerlukan komitmen dan disiplin menko dan para menteri teknis yang efektif untuk menjalankan prioritas dan mengatasi berbagai persoalan ego sektoral yang sering menjadi penyakit akut di lembaga Pemerintahan selama ini.
Untuk mengatasi kesenjangan antara strategi dan eksekusi diatas, komitmen dan disiplin Pemerintahan Jokowi-JK diperlukan untuk mengatasi berbagai hambatan dalam eksekusi strategi, diantaranya hambatan; visi, sumber daya manusia, sumberdaya lainya termasuk alokasi anggaran, dan manajerial.
Pada kunjungannya ke Jakarta, Robert Kaplan, penulis Execution Premium (2008) bersama Richard Norton, mengutip hasil riset yang menarik tentang hambatan eksekusi strategi, diantaranya; hanya 5 persen anggota organisasi memahami visi atau destinasi organisasi (hambatan visi).
Selanjutnya, terdapat 60 persen sumber daya organisasi tidak nyambung dengan strategi yang dipilih organisasi (hambatan sumberdaya), dan 86 persen pimpinan rata-rata kurang dari satu jam memikirkan capaian dan strategi organisasi (hambatan manajemen).
Penulis belum melakukan survei sejenis dalam praktek manajemen organisasional di Indonesia, terlebih lagi dalam manajemen pemerintahan. Terlihat, ada pemihakan Pemerintahan Jokowi-JK dalam postur RAPBN 2016 terhadap desa dan rakyat di desa. Bagaimana mencapainya, cerita yang berbeda.
Pekerjaan eksekusi strategi memerlukan komitmen kuat Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla untuk menjalankannya, didukung tim Kabinet yang lebih kuat dan kompak. Sayangnya, reshufle baru-baru ini mengirim pesan yang berbeda karena ketidakjelasan indikator kinerja Pemerintahan dan ketidakjelasan komunikasi Pemerintahan.
Bila mengutip tulisan sang pemred diatas, seorang Menteri yang memilih melawan “mafia” daging dan miras, malah diganti belum setahun bekerja. Rakyat menanti eksekusi strategi ala Presiden Jokowi.
Masih ada empat tahun lebih usia Pemerintahan Jokowi-JK, semoga tak melakukan hal fatal yang justru menghianati Trisakti dan Nawacita itu sendiri. Semoga.
Nah, bagaimana menurut Anda, wahai pembaca tulisan ini?