REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Jaeni
Kemenangan akan melahirkan kemerdekaan. Tanpa kemenangan tidak akan ada kemerdekaan karena merdeka adalah kebebasan menentukan nasib sendiri tanpa campur tangan atau tekanan dari pihak lain.
Peristiwa 17 Agustus 1945 Indonesia menyatakan kemerdekaan dari pemerintah kolonial Belanda, setelah 350 tahun dijajah oleh Belanda akhirnya Indonesia memiliki momentum untuk menyatakan kemerdekaannya.
Apakah setelah menyatakan kemerdekaannya Indonesia langsung bebas dari tekanan atau campur tangan Belanda? Jawabannya bisa dipastikan “tidak”. Belanda tidak rela Indonesia bebas dari jajahannya. Belanda mengerahkan seluruh kemampuannya untuk kembali menguasai Indonesia. Mereka membawa kekuatan besar bersama sekutu untuk kembali menancapkan kuku penjajahannya di Indonesia.
Indonesia juga tidak tinggal diam. Indonesia mengerahkan kekuatannya untuk mempertahankan kemerdekaannya. Indonesia tidak mau dijajah lagi oleh Belanda karena penjajahan adalah pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Penjajahan menyisakan penderitaan, kemiskinan dan kesewenang-wenangan bagi rakyat Indonesia.
Bertemunya dua keinginan (menjajah dan merdeka) akan melahirkan dua kekuatan yang saling berhadapan. Ketika dua kekuatan berhadapan maka peperangan tidak mungkin dielakan. Setiap peperangan akan melahirkan pemenang dan pencundang.
Pemenang akan memiliki kekuatan untuk mendominasi pecundang. Kemenangan adalah mengalahkan musuh. Kemenangan lahir dari kerja keras mengerahkan seluruh kemampuan untuk mengalahkan musuh. Kemenangan juga dapat diperoleh bila kita dapat menaklukan tantangan/rintangan yang dihadapi.
Apakah arti kemenangan bagi seorang mukmin? Apakah kita memiliki musuh untuk ditaklukan? Kapankah perangan itu terjadi? Apakah kita bisa keluar sebagai pemenang atau menjadi pecundang?
Allah menciptakan manusia ke dunia ini menjadi khalifah. Tugas manusia mengelola dunia dengan aturan Allah sehingga manusia menjadi pemakmur bumi. Manusia dianjurkan juga untuk berbuat kebaikan kepada manusia yang lain bahkan kepada seluruh amam semesta ini.
Sebelum menciptakan manusia Allah telah menciptakan makhluk lain bernama malaikat. Malaikat diperintahkan Allah untuk sujud kepada Adam, namun Iblis tidak mau sujud kepada Adam. Iblis merasa lebih mulia karena Ia diciptakan dari api. Sedangkan Adam dari tanah. Api lebih mulia dari tanah. Inilah kesombongan pertama yang ditunjukan oleh makhluk Allah.
Pembangkangan terhadap perintah Allah oleh iblis menjadikan iblis terkutuk dan diusir dari syurga. Iblis kemudian meminta kekuatan dan ijin dari Allah untuk memalingkan sebanyak-banyak keturunan Adam dari jalan Allah.
Allah telah mewanti-wanti manusia bahwa iblis dan syaitan menjadi musuh yang nyata bagi manusia. Syaitan adalah musuh manusia yang secara terang-terangan menyatakan permusuhannya. Syaitan akan berusaha mengalahkan manusia dengan cara memalingkan manusia dari jalan Allah. Syaitan akan menghalalkan segala cara untuk menggoda manusia.
Pada Al Quran surat Al Israa ayat 64 (17:64) : “Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka.”
Syaitan akan menggoda manusia dari segala arah sehingga sedikit dari manusia yang termasuk orang yang bersyukur. Hal ini tercantum dalam Al Quran Surat Al A’raaf ayat 16-17 (7 : 16-17):“Iblis menjawab karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari depan dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”
Di samping memiliki musuh dari luar (iblis dan syaitan) manusia memiliki musuh dari dalam dirinya sendiri. Itulah hawa nafsu dan prasangka. Hawa nafsu yang tidak dibimbing oleh wahyu Allah akan senantiasa mengajak manusia berbuat dosa. Sedangkan prasangka akan menyebabkan manusia jauh dari kebenaran.
Menjadi manusia yang bertakwa sungguhlah bukan pekerjaan yang mudah. Ia harus dapat mengalahkan musuh utamanya, yaitu syaitan, mengendalikan hawa nafsunya, menjauhi prasangka dan hanya berpedoman dengan aturan Allah semata, serta mengikhlaskan semua aktivitas hidupnya hanya untuk Allah semata. Karena hanya orang yang ikhlas saja yang selamat dari godaan syaitan.
Selama manusia itu hidup, selama itulah peperangan antara manusia dengan syaitan, hawa nafsu dan prasangka terjadi sehingga Allah melalui firmannya dalam Al Quran Surat Ali Imran ayat 102:“Hai Orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melaikan dalam keadaan beragama Islam.
Menjadi harapan setiap orang mukmin untuk keluar dari peperangan dengan syaitan, hawa nafsu dan prasangka sebagai pemenang. Sehingga kita menemui Allah Sang Pencipta sebagai orang yang menang terhadap ujian yang Allah berikan.
Kebahagiaan yang hakiki dan tertinggi adakah ketika kita diberikan ucapan selamat oleh Allah SWT dan dipersilahkannya kita masuk kedalam syurgaNya Allah SWT. Seperti yang tertera dalam Al Quran Surat Al Fajr ayat 27-30 (89 : 27-30) : “hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Robbmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya, maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam syurga-Ku”.
Lawan dari manusia dating dari eksternal dan internal
Syaitan dan iblis adalah lawan eksternal bagi manusia
Sejarah Nabi Adam dan perseteruan yg tidak pernah berhenti
Syaitan melakukan berbagai macam tipu daya (menganggu dari berbagai sisi)
Syaitan bergabung dengan anak, isteri, kekayaan
Mengganggu dengan paradigma (yg buruk jadi baik), perkataan indah yg menipu dan bisikan-bisikan
Hawa nafsu dan prasangka adalah lawan internal bagi manusia
Orang yg menjadikan hawa nafsu sebagai tuhannya
Manusia sering bersandar/berpedoman pada prasangka
Prasangka tidak pernah sedikitpun mencapai kebenaran
Apa yang harus dilakukan untuk mencapai kemenangan