REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sofyano Zakaria (Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik)
"Rencana Pemberian Saham Kepada Presiden adalah Fitnah dan Dosa Besar. Itu Penghinaan Terbesar Bagi Rakyat Dan Bangsa Indonesia"
Sikap Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, yang merasa tersinggung terhadap fitnah itu sungguh manusiawi. Fitnah itu bermuara dari terungkapnya pembicaraan pada rekaman suara antara Ma'ruf Syamsudin, M Riza Chalid dan Setya Novanto pada kasus Freeport yang dikenal publik sebagai skandal Papa Minta Saham.
Siapapun akan pantas untuk bereaksi ketika namanya sudah dicatut. Apalagi ini dialamatkan kepada seorang kepala negara, pemimpin bangsa Indonesia.
Penyebutan nama Joko Widodo dan Jusuf Kalla itu juga sungguh sensitif. Kedua nama ini telah disangkutkan dalam pembicaraan terkait perpanjangan kontrak Freeport. Di sana terlihat aroma yang terasa sungguh menjatuhkan martabat bangsa ini.
Kita pun patut tersinggung karena Joko Widodo dan Jusuf Kalla sampai kini masih berstatus sebagai presiden dan wakil presiden yang sah secara konstitusi di negeri ini.
Jika kasus rekaman ini tidak terpublikasikan ke tengah masyarakat maka sangat mungkin permufakatan itu akan terjadi. Saya pun meyakini hal itu akan mungkin dimanfaatkan oleh mereka yang berkepentingan dan terlibat dalam pembicaraan yang direkam tersebut untuk mengambil untung.
Pembicaraan antara sosok pengusaha M Riza Chalid dengan Setya Novanto tersebut juga bisa dipahami sebagai cara untuk 'menekan' secara halus Ma'ruf Syamsoedin, presiden direktur Freeport. Sebuah tekanan agar Freeport terpengaruh dan berkemungkinan menyetujui rencana tersebut.