REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Anas Syahrul Alimi (Aktivis Muda Nahdlatul Ulama dan Promotor Musik)
Awal 2016, kegaduhan jagat politik negeri ini telah diawali dengan kado istimewa. Kado itu diberikan lewat manuver Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Yuddy Chrisnandi.
Menteri Yudhi telah menerbitkan rapor akuntabilitas kinerja kementerian dan lembaga negara. Lalu, ia menempatkan kementerian yang dipimpinnya di urutan ke-4 terbaik. Yudhi berdalih, apa yang dia lakukan adalah penerjemahan dari instruksi presiden.
Alih-alih mendapat respons positif, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun merespons. Jokowi menyatakan bahwa yang berhak menilai menteri adalah Presiden. Yudhi telah melakukan blunder politik.
Rapor kinerja itu sarat kepentingan dan pencitraan dirinya dengan mengabaikan etika politik. Sesungguhnya, manuver Menteri Yuddy ini juga tidak bisa dilepaskan dari isu reshufflle jilid II yang semakin panas.
Sejak Jokowi terpilih sebagai presiden, negeri ini seperti tak berhenti dari gonjang-ganjing politik. Jika diruntut secara politik, gonjang-ganjing yang mendera negeri ini tidak akan jauh dari banyak kepentingan elite politik.
Baik kepentingan kelompok politik pendukung Jokowi maupun kelompok penentang Jokowi. Saat kepentingan sebagian besar kelompok lebih mendominasi kepentingan bangsa, ketika itulah para elite politik sedang membangun nisan kematian bangsa ini.