Senin 11 Jan 2016 06:16 WIB

Tahun Gaduh Kerja Jokowi-JK

Red: M Akbar
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Wapres Jusuf Kalla (kanan) memimpin rapat kabinet terbatas membahas aturan cuti bagi jajaran pejabat negara di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/1).
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Wapres Jusuf Kalla (kanan) memimpin rapat kabinet terbatas membahas aturan cuti bagi jajaran pejabat negara di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/1).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: M. Arief Rosyid Hasan (Amanna Gappa Institute / Ketum PB HMI 2013-2015)

Dalam sidang kabinet paripurna pertama tahun 2016 oleh Presiden Jokowi ditekankan slogan "Percepatan Kerja" sebagai pengganti "Ayo Kerja". Seperti slogan sebelumnya, tentu kita tidak berharap hal itu hanya menjadi lip service. Harapannya tentu saja harus ada hal yang terukur dari komitmen tersebut.

Budaya kerja cepat tentu harus juga disertai dengan budaya kerja cerdas. Tujuannya agar yang diharapkan bisa terwujud dan tepat sasaran. Kerja cepat dan kerja cerdas akan berimplikasi pada efektivitas dan efisiensi dalam menghasilkan output yang diharapkan.

Sudah terlalu lama bangsa kita menderita persoalan pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan. Persoalan ini seperti lingkaran setan yang tidak menemukan jalan keluar. Tiap pergantian rezim, pemerintah selalu membahasakan pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, angka-angka pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan justru semakin subur.

Apa yang sedang digaungkan pemerintahan hari ini patut kita apresiasi tentu dengan segala kelemahannya. Setahun meski gaduh, tapi tampak kesungguhan kerja dari pemerintahan di bawah nakhoda kepemimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

Awal 2016, pada hari pertama kerja, misalnya, Kementerian Pertanian mempercepat pelaksanaan program-programnya. Sang menteri meneken kontrak untuk sejumlah pengadaan dengan total nilai Rp 34,6 triliun atau 14,6 persen dari anggaran yang tersedia.

Sudah bukan rahasia lagi tiap akhir tahun, hotel-hotel dipenuhi oleh kegiatan kementerian atau lembaga negara. Hal ini untuk mengejar serapan agar bisa maksimal. Apa yang dilakukan Kementan ini bisa menjadi contoh bagi yang lain agar problem serapan yang tidak maksimal atau dilakukan secara serampangan pada akhir tahun tidak terjadi lagi.

Berdasarkan data BPS pada Agustus 2014, sektor pertanian mencatat jumlah penduduk 15 tahun ke atas sebanyak 38.973.033 penduduk Indonesia bekerja di sektor tersebut. Fakta ini yang membuat Menteri Pertanian harus melakukan akselerasi agar bisa menyejahterakan mereka.

Seperti yang kita tahu bersama, kemiskinan dan kesenjangan terjadi kepada mereka yang mayoritas bekerja pada sektor pertanian. Bekerja sepenuh hati untuk mereduksi persoalan tersebut berarti mengurangi beban lebih dari seperenam penduduk Indonesia.

Selamat mengawali tahun 2016 sebagai tahun gaduh bekerja. Tinggal tiga tahun lebih lagi usia Pemerintahan Jokowi-JK untuk bisa memancangkan warisan kepada generasi pelanjut, ayo percepat kerja!

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement