REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ubedilah Badrun (Pengamat Politik UNJ & Direktur Puspol Indonesia)
Dalam beberapa hari ini, gonjang-ganjing permintaan pencopotan Fahri Hamzah sebagai ketua DPR makin santer. Fahri Hamzah telah membuat rilis khusus soal ini. Dalam catatan data dan analisis saya yang salah satunya fokus pada studi partai politik Islam, apa yang dilakukan Fahri Hamzah adalah sesuatu yang unik yang keluar dari garis edar budaya politik PKS.
Bahwa PKS yang dikenal sebagai partai dakwah dan partai kader dipahami publik sebagai partai yang sangat kuat memegang fatsun politik untuk membungkus rapat-rapat berbagai persoalan internal dengan manajemen konflik yang cerdas. Oleh karenanya, dalam catatan dan data saya selama 17 tahun terakhir ini, satu-satunya partai yang tidak pecah adalah PKS.
Apa yang dilakukan Fahri Hamzah terkait disebarkannya informasi kepada publik melalui media sosial Twitter tentang permintaan Ketua Majelis Syuro kepada dirinya untuk meletakkan jabatannya sebagai wakil ketua DPR dapat dicermati dengan dua perspektif. (Baca: Badan Penegak Disiplin PKS Panggil Fahri Hamzah Malam ini)
Pertama, dengan perspektif organisasi partai. Penilaian Fahri Hamzah tentang permintaan Salim Assegaf kepadanya sebagai permintaan pribadi itu bertentangan dengan nalar organisasi partai. Bahwa seorang ketua majelis syuro ketika melakukan komunikasi personal terkait posisi politik kadernya itu tidak mungkin sebagai permintaan pribadi.
Pada diri Salim Assegaf melekat posisi politik sebagai ketua majelis syuro partai. Dengan perspektif ini, permintaan Salim Assegaf adalah permintaan representasi. Fahri Hamzah mestinya cerdas memahami ini. Saya kira jalan terbaiknya Fahri Hamzah perlu kembali menempatkan diri sebagai politisi negarawan yang taat pada asas organisasi partai.