REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: H Soenarwoto Prono Leksono (Penulis tinggal di Madiun, Jawa Timur)
Judul di atas adalah sepenggal kata saya ketika ada seorang pemuda non-Muslim yang menyatakan diri ingin masuk agama Islam. Dio, sebut saja begitu nama pemuda non-Muslim yang ingin memeluk Islam itu. Dio ingin masuk Islam karena terpesona akan perilaku para sahabat Muslimnya yang baik dan sangat toleran kepadanya.
Mengetahui pemuda non-Muslim ingin masuk Islam itu, saya minta kepadanya untuk dipertimbangkan lagi. Bukan saya tidak mau ketambahan saudara. Juga, bukan saya tidak mau jumlah pemeluk Islam di Indonesia bertambah. Malah sebenarnya, lumayan juga sih, bisa nambah satu suara untuk DKI 2017 atau Pilpres 2019.
"Saya lebih ingin mengingatkan pada Sampean, memeluk Islam itu berat. Berat sekali. Saya khawatir nanti Sampean tidak bisa menjalaninya," kata saya mengingatkannya.
Mendengar peringatan ini, pemuda non-Muslim itu terdiam. Ia berusaha memejamkan matanya lalu menarik napas dalam-dalam. Ia seperti sedang berpikir keras. Berpindah agama Islam atau tetap non-Muslim seperti yang dianutnya sebagaimana mengikuti agama orang tuanya. Sejurus kemudian Dio bertanya, "Memeluk Islam itu apa benar-benar berat?"
Mendengar pertanyaan ini, demi ringkasnya, saya langsung paparkan sedikit pengertian tentang rukun Islam. Mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, membayar zakat, berpuasa Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji. Tidak perlu penjelasan yang panjang lebar, apalagi dalam.
"Memeluk Islam itu bukan hanya sekadar mengucap syahadat. Tapi, juga harus mengerjakan perintah Allah dengan mengerjakan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan, pergi haji," jawab saya.