REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ubedilah Badrun
(Pengajar dan Ketua Laboratorium Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Mantan aktivis 98)
Hari hari ini, di bulan Mei delapan belas tahun lalu, menjadi hari yang penuk heroisme membasuh jiwa anak muda. Sebuah semangat tak kenal lelah berbulan bulan, bahkan bertahun-tahun sebelumnya melakukan perlawanan terhadap rezim diktator dan korup saat itu.
Penulis adalah salah satu dari ratusan ribu mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR. Saat itu penulis sedang mengemban amanah sebagai Ketua umum HMI MPO Cabang Jakarta, memimpin sekitar seribuan kader HMI MPO Jakarta bergerak menduduki DPR/MPR pada pagi buta hari pertama pendudukan.
Malam sebelumnya, 18 pimpinan senat mahasiswa seJakarta yang tergabung dalam wadah FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta), sudah lebih dulu berada di gedung DPR/MPR. HMI MPO masuk ke Gedung DPR/MPR pada pagi hari dan dengan mudah, berkoordinasii dengan teman teman FKSMJ karena sudah melakukan komunikasi intensif sebelumnya.
Pengalaman sebagai salah satu pendiri dan presidium FKSMJ dua tahun sebelumnya, telah memudahkan penulis untuk berkoordinasi dengan teman-teman FKSMJ. Suasana pendudukan gedung DPR/MPR adalah suasana perlawanan terhadap rezim diktator yang berkuasa 32 tahun.
Suasana perjuangan. Tentu pada saat itu bukan perkara mudah. Ruang kemungkinan resiko tragis membayangi para aktivis, sebagaimana terjadi di negara-negara lain seperti peristiwa Tiananmen pada 1989.
Narasi singkat di atas hanyalah secuplik kisah saja yang mungkin tak elok diceritakan. Namun sesungguhnya hal itu mungkin bisa dianggap penting bagi mereka yang fokus pada riset seputar social movement di Indonesia.