Ahad 07 Aug 2016 07:02 WIB

Polemik Azan dan Standar Ganda untuk Islam di Indonesia

Red: M Akbar
Suasana Vihara Tri Ratna pascakerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai, Sumatra Utara, Sabtu (30/7).
Foto: Antara/Anton
Suasana Vihara Tri Ratna pascakerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai, Sumatra Utara, Sabtu (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rudi Agung (Pemerhati Masalah Sosial)

Usai Rasul wafat, Bilal bin Rabbah, enggan mengumandangkan adzan lagi. Bahkan, permintaan Sayyidina Abu Bakar ketika itu, ia tolak. Dengan kesedihan mendalam Bilal berkata: “Biarkan aku hanya menjadi muadzin Rasulullah saja. Rasulullah telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.”

Kesedihan Bilal ditinggal wafatnya Rasulullah tidak bisa hilang dari sanubarinya. Ia memutuskan hijrah, meninggalkan Madinah, bergabung dengan pasukan Fath Islamy untuk hijrah ke negeri Syam. Bilal tinggal di Kota Homs, Suriah.

Bertahun-tahun tinggalkan Madinah. Bilal khawatir bila masih di Madinah tak bisa melupakan kenangan manis bersama manusia paling mulia di bumi, Rasulullah. Hal itu akan merobek-robek hatinya. Hingga suatu ketika, ia bermimpi bertemu Rasulullah. Dalam mimpinya, Rasul bersabda dengan suara lembutnya, “Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini?“

Bilal terbangun dari tidurnya. Tanpa pikir panjang, ia mempersiapkan perjalanan kembali ke Madinah.  Ia berniat ziarah ke makam Rasulullah setelah sekian tahun lamanya meninggalkan Madinah. Di makam Rasulullah, tangis rindunya pecah. Kecintaan dan kerinduannya pada Rasul membuncah.

Saat itu, ada dua pemuda yang mengamatinya. Mereka cucu Rasulullah, Sayyidina Hasan dan Husein. Keduanya mendekati Bilal dan berkata: “Duhai paman, maukah engkau mengumandangkan adzan lagi. Sekali saja, untuk kami. Kami ingin mengenang kakek kami.”

Sayyidina Umar bin Khattab, yang melihat mereka, mendekat. Ia juga meminta Bilal mengumandangkan adzan lagi. Meski hanya sekali. Bilal pun bersedia. Saat mengumandangkan lafadz “Allahu Akbar”, dalam sekejap, seluruh Madinah senyap. Segala aktivitas dan perdagangan terhenti. Semua orang sontak terkaget, lantunan adzan yang dirindukan bertahun-tahun kembali terdengar syahdunya.

Saat Bilal melafadzkan “Asyhadu an laa ilaha illallah“, penduduk Kota Madinah berhambur dari tempat mereka tinggal, berlarian menuju Masjid Nabawi. Bahkan dikisahkan para gadis dalam pingitan pun ikut berlarian keluar rumah mendekati asal suara adzan yang dirindukan tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement