REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Rizki Iramdan Fauzi dan Bunda Aulia (Mahasiswa FISIP UI)
Kepala daerah sebagai pemimpin organisasi administrasi pemerintahan dituntut untuk militan dalam mewujudkan tatanan birokrasi yang bersih. Mereka pun harus inovatif dalam membangun daerah yang dipimpinnya.
Tugas penting kepala daerah diantaranya memberantas korupsi, membangun ekonomi berbasis pengelolaan lingkungan hidup, dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) agar optimalisasi SDA dan SDM sesuai dengan target pembangunan demokratis bisa tercapai.
Namun, dalam masa kepemimpinan, hambatan dan tantangan dalam pembangunan selalu menjadi pekerjaan rumah para kepala daerah. Oleh karena itu dibutuhkan strategi penanganan tepat dan inovatif agar daerah yang dipimpin menjadi daerah yang maju secara ekonomis dan demografis tanpa mengabaikan aspek ekologis.
Isu Pilkada DKI Jakarta 2017 tidak kalah sensasional dengan gosip artis dalam tayangan televisi. Permainan bandul yang dimainkan PDIP menyisakkan penasaran publik terkait siapa kader yang diusung partai tersebut.
Beragam pencitraan demi mendongkrak elektabilitas bakal calon gubernur DKI Jakarta pun telah dipaparkan. Bukan hanya DKI Jakarta, sejumlah daerah pada tahun depan semisal Brebes, Lamongan, dan Mojokerto akan menjadi bagian dari panasnya demokrasi elektoral Indonesia.
Khusus untuk Ibu Kota, selain pejawat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sejumlah nama mengemuka. Seperti Sandiaga Uno, Yusril Ihza Mahendra hingga Rizal Ramli.
Namun demikian, terdapat sejumlah pemimpin daerah yang terbukti sukses. Terbukti, bukan sekedar pencitraan media. Selain Yoyok Sudibyo di Batang, ada Tri Rismaharini di Surabaya, Ridwan Kamil di bandung, Kang Yoto di Bojonegoro, maupun Nurdin Abdullah di Bantaeng.
Mereka merupakan beberapa contoh kepala daerah yang sukses. Masa pemimpin yang lahir karena nepotisme tinggal sisa.
Indonesia sudah menuju era meritokrasi. Mereka yang mampu dan berprestasilah yang akan memimpin.
Jika partai sebagai kandidasi kursi kepala daerah tidak ingin ditinggalkan rakyat pendukungnya, mengajukan calon terbaik harus menjadi pilihan. Di era reformasi informasi, dengan transparansi dan demokrasi, rakyat harus kembali memegang kendali.
Kebutuhan Jakarta
Semua berawal ketika reformasi 1998. Di sanalah titik awal kebangkitan partai dan pengaruh besar dari media dalam mewujudkan konsolidasi demokrasi.
Khusus untuk Pilkada DKI Jakarta, pertarungan di Ibu Kota tak lepas dari peran partai dalam memainkan aksi politik dan menyiapkan kader pemimpin masa depan. Lebih jauh lagi Pilkada DKI diklaim menjadi gerbang utama menuju Pilpres.
Contohnya sudah gamblang via Presiden Joko Widodo. Maka, setiap partai berupaya untuk mengulang sejarah kembali.
Setiap partai berlomba–lomba untuk mengusung kader dalam menyongsong kesuksesan Pilkada DKI Jakarta 2017. Namun kenyataannya, kuasa partai sangat kuat terutama PDIP yang memegang bandul dan kompas Pilkada tersebut.
Daripada menunggu keputusan calon yang diusung PDIP dan menyisakkan rasa penasaran publik, lebih baik kita menjelajah pemimpin muda harapan bangsa yang syarat prestasi untuk mewujudkan Jakarta yang baik dan bermartabat. Bukan hanya branding media atau kekuatan partai yang berpengaruh.
Kharisma pemimpin yang dicintai rakyat dan memiliki dedikasi tinggi dalam mewujudkan birokrasi pemerintahan yang bersih dan antikorupsi menjadi dambaan rakyat. Setiap orang memang bisa jadi kepala daerah dan penguasa, akan tetapi tidak semua kepala daerah menjadi pemimpin dambaan rakyat.
Hanya kepala daerah yang berprestasi dan inovatif yang diharapkan rakyat, militan dan tegas dalam memecahkan masalah di daerahnya serta berpegang teguh pada hukum, baik hukum adat, negara dan agama. Paling penting adalah pemimpin yang membela rakyat bukan menggusur rakyat.
Hasil gemilang dalam masa kepemimpinan dan berbagai penghargaan baik dari lembaga nasional maupun internasional sangat penting dalam pertimbangan memilih pemimpin muda harapan bangsa. Apalagi untuk Jakarta sangat dibutuhkan pemimpin yang mendengar keluh kesah rakyat, menjunjung tinggi kaum marhaen, dan mengambil kebijakan tepat bagi pembangunan Jakarta serta menyelesaikan polemik Jakarta tanpa mengabaikan aspek lingkungan dan hukum yang berlaku.
Jakarta adalah miniatur Indonesia. Dengan kompleksitas sebuah ibukota negara yang juga menjadi pusat pemerintahan sekaligus pusat ekonomi, Jakarta mempunyai permasalahan multidimensi.
Dimulai dari banjir air, banjir manusia hingga banjir kendaraan. Semua permasalahan tersebut telah mendarah daging dalam identitas Jakarta.
Dibutuhkan pemimpin dengan kecakapan manajemen dan kepemimpinan, termasuk gaya kepemimpinan yang tepat untuk menyelesaikannya. Karena kesalahan penanganan masalah bepotensi memicu konflik hingga kerusuhan yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat Jakarta bahkan Indonesia.
Potensi Jakarta yang digerakkan dengan dukungan APBN sebesar lebih dari Rp 67 triliun membutuhkan pemimpin yang mampu meminimalisir potensi KKN sehingga anggaran benar-benar terserap untuk kesejahteraan masyarakat.
Selain itu dibutuhkan juga situasi yang kondusif untuk beraktivitas memungkinkan produktivitas dan pertumbuhan. Jakarta butuh pemimpin yang mampu menjalin hubungan baik dengan semua pemangku kepentingan, yang mampu membangun antusiasme warga untuk terlibat aktif mengerahkan potensinya bersinergi menata dan membangun Jakarta.
Jakarta membutuhkan pemimpin yang mampu bersikap tegas tapi juga berhati lembut sehingga tercipta keamanan yang nyaman. Pemimpin yang menata dan melanjutkan pembangunan fisik dengan tetap menjadikan kesejahteraan dan kebahagiaan warganya sebagai tujuan, yang tidak mengutamakan pembangunan fisik hingga tega membiarkan warganya menderita, terlunta. Sosok yang membangun berbasis HAM.
Sosok Yoyok
Melihat kebutuhan riil Jakarta saat ini, Yoyok Riyo Sudibyo merupakan figur yang tepat. Pengalamannya sebagai Bupati Batang yang berprestasi menjadi modal penting.
Sudah paham birokrasi dan tata kelola APBD, Yoyok tidak perlu belajar dari awal, tidak perlu coba-coba. Selain itu, pengalamannya saat masih mengabdi sebagai intelijen BIN di Jakarta membuatnya sangat mengenal wilayah dan masyarakat Jakarta.
Modal yang memungkinkannya bisa langsung tancap gas membenahi Jakarta. Kemampuannya memimpin perubahan perbaikan juga sudah terbukti.
Pada 2012 atau masa awal Yoyok mulai memimpin, Batang masuk daftar 15 kabupaten termiskin di Provinsi Jawa tengah. Kini, bukan hanya keluar dari daftar termiskin.
Hanya butuh 2-3 tahun, batang sudah berhasil meningkatjan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga 300 persen. Dan di akhir masa jabatannya, Batang menjadi pusat belajar pengelolaan anggaran bagi daerah-daerah lain di Indonesia.
Bagaimana cara Yoyok mengubahnya? Apa yang dilakukannya? Untuk mewujudkan Visi “Birokrasi Bersih, Ekonomi Bangkit” yang dicanangkannya, sejak awal transparansi (keterbukaan) menjadi kata kunci. Mewarisi jabatan dari pendahulunya yang tersangkut kasus anggaran, Yoyok mendapatkan kepercayaan warga menjadi prioritas di awal kerja.
Yoyok meyakini bahwa kepercayaan warga bisa diperoleh jika pemerintahannya transparan. Dan warga yang percaya bisa diajak aktif bekerjasama menuntaskan pembangunan.
Dimulai dengan membuka pintu pagar rumah dinas 24 jam agar warga bisa mengadu kapan pun. Kemudian seluruh PNS dipersilakan bersuara memberikan masukannya tentang apa saja.
Anak buahnya didengar, dirangkul menjadi tim kerja. Tidak otoriter menindas tetapi juga tegas.
Sejak 2012 sudah melakukan lelang jabatan sehingga orang yang tepat yang memegang tanggung jawab sebuah jabatan, pintu nepotisme ditutup. Langkah selanjutnya, terobosan inovatifnya adalah membuka Unit Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik (UPKP2) yang sigap menangani semua usulan dan pengaduan masyarakat yang belum digarap atau belum masuk agenda pembangunan.
Tidak sampai disini. Transparansi masih disuguhkan.
Untuk mengaktifkan warga ikut mengawasi, setiap tahun rutin digelar Festival Anggaran. Inovasi spektakuler yang berhasil mengubah persepsi dan cara warga berhubungan dengan birokrasi.
Dengan adanya transparansi, masyarakat akan memiliki akses yang besar terhadap kebijakan yang dilakukan elite. Lewat transparansi, kedudukan masyarakat menjadi setara dan berdaya di mata elit birokrasi.
Ini adalah salah satu sisi positif dari proses demokrasi. Aparatur Pemkab Batang juga sadar bahwa uang rakyat harus digunakan dengan hati-hati.
Selain transparansi, Yoyok juga tegas menghapus KKN. Di awal menjabat, Yoyok membuat surat kepada kepala dinas melarang memberikan proyek kepada siapaun yang mengatasnamakan dirinya, keluarganya ataupun tim suksesnya. Bersih dimulai dari diri sendiri.
Dalam pengadaan barang dan jasa, diterapkan Sistem Pelayanan Pengadaan secara elektronik (LPSE) yang diadopsinya dari Risma, Walikota Surabaya, pertanda Yoyok yang tidak segan belajar dari yang lebih senior.
Kesungguhannya meningkatkan kualitas berbuah pengakuan dari lembaga internasional. Pada 2014, LPSE Kabupaten batang meraih standar ISO 27001 dari Lembaga Internasional ACS Registrars, dan masih dipertahankan pada 2016.
Melihat kebijakan dan strateginya yang jelas dan terukur, tidak heran jika berbagai penghargaan seputar kinerja birokrasi dan pencegahan KKN disematkan padanya. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) tahun 2013 menobatkan Kabupaten batang sebagai daerah terendah penyimpangan anggaran se-Jateng.
Penghargaan Akuntabilitas Kinerja 2014 dan 2015 dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Penghargaan bergengsi Bung Hatta Anti-Corruptions Award (BHACA) diterimanya pada tahun 2015.
Sebagai kabupaten yang terus berbenah, Batang mendapat penghargaan Adipura dari Presiden RI pada 2013, 2014, dan 2015. Kepeduliannya pada aspek nonfisik bisa kita lihat dari beberapa penghargaan yang diterimanya. Dalam pembinaan keluarga berencana, BKKBN memberikan penghargaan Manggala Karya Kencana pada 2014 dan 2015.
Yoyok yang Muslim taat mengamalkan ajaran agamanya. Selain selalu sholat di masjid, Yoyok membuat surat edaran yang mewajibkan anak buahnya melaksanakan sholat berjamaah. Terbukti kedisplinian sholat berdampak pada kedisiplinan kerja.
Sisi lain yang menarik dari Yoyok adalah keharmonisan keluarganya. Bersama istri tercinta, Budi Prasetyawati, SSos, pasangan ini harus menunggu tujuh tahun untuk mendapatkan momongan. Bukan waktu sebentar.
Ujian yang membuktikan kesetiaan dan cintanya kepada istri dan keluarganya. Hal menarik lainnya adalah peran ibundanya. Betapa penting arti seorang ibu bagi Yoyok.
Pernah juga dia meminta ibundanya hadir ke kantornya karena hampir menyerah pada awal tahun menjabat, karena merasa tidak bisa melakukan amanahnya.
Ibundanya lah yang menguatkan dengan mengingatkan bahwa dia telah bersumpah di hadapan Allah SWT. Jika rahasia kesuksesan adalah bakti kepada Ibu, Yoyok membuktikannya.
Sepertinya ini juga yang menjadi salah satu sebab Allah SWT merahmatinya. Jika pemimpin adalah yang teruji dan terpuji, kini saatnya Yoyok pimpin jakarta.
“Pemimpin itu pribadi yang dikorbankan, pemimpin akan lahir pada saat dan tempat dimana rakyat membutuhkan”
-Yoyok Riyo Sudibyo-