Rabu 28 Sep 2016 13:30 WIB

Menakar Keberanian Seorang Luhut Binsar Pandjaitan

Red: M.Iqbal
Heryadi Silvianto, Dosen Homebase Universitas Multimedia Nusantara
Foto: Dokpri
Heryadi Silvianto, Dosen Homebase Universitas Multimedia Nusantara

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Heryadi Silvianto, Dosen Homebase Universitas Multimedia Nusantara

 

Pada 31 Agustus 2016, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) secara resmi menginjakan kaki untuk pertama kali ke DPR RI sebagai Plt Menteri ESDM. Ada dua agenda pembahasan yang dibicarakan bersama Komisi VII DPR RI, yaitu asumsi makroekonomi sektor ESDM dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 dan laporan 20 hari kinerja Menteri Archandra Tahar yang diberhentikan oleh Presiden Joko Sidodo. 

Berbekal tujuh lembar bahan presentasi, Luhut dengan mantap menyampaikan paparannya di hadapan anggota DPR, penuh percaya diri dan mengimbau peserta rapat fokus pada pembahasan sesuai agenda. Sesi presentasi pun usai dan sebagaimana lazimnya dilanjutkan dengan sesi pertanyaan dari anggota DPR yang dilakukan secara bergilir. 

Beberapa pertanyaan meluncur deras dari para anggota. Ada yang mengapresiasi, bertanya atau sekadar menyapa sang menteri. 

Namun, ada  pertanyaan yang seakan menguji seluruh paparan yang telah dilakukan oleh Luhut dari seorang anggota DPR dari Fraksi PKS bernama Zulkieflimansyah. Sebelum ke inti pertanyaan, Zul (panggilan akrabnya) memaparkan tentang cerita dirinya yang dahulu pernah dicalonkan menjadi gubernur di Provinsi Banten bersama Marissa Haque. 

Zul dalam satu kesempatan kampanye pernah datang ke sebuah desa dan berdialog bersama warga di sana. Singkat cerita hasil dari dialog tersebut dirinya dinilai oleh warga cukup ‘berani’ dalam memberikan solusi atas permasalahan yang ada di sana. 

Apakah dari proses berani itu membuat dia menang? Tidak sama sekali. Sebab, dia kalah telak oleh Ratu Atut Chosiyah. 

Berbekal kisah itu, dirinya meragukan berbagai program yang telah dipaparkan Plt Menteri ESDM LBP akan mampu dilaksanakan dengan penuh keberanian. Dilalahnya, Zul menduga sikap berani Luhut tidak benar-benar datang dari keberanian yang sebenarnya atau pura-pura berani sebagaimana dirinya dahulu dianggap demikian. 

Sejatinya keberanian Zul saat itu ‘hanya bicara’ karena tidak paham landscape dari medan perang yang dihadapi; siapa jawara dan kekuatan yang memegang simpul-simpul kekuasaan di daerah tersebut. 

Saat seluruh pertanyaan anggota DPR usai, tibalah waktu bagi Luhut. Pria yang lama aktif di Kopassus TNI AD ini menjawab pertanyaan dengan mengawali sebuah filosofi hidup sebagaimana pernah dia katakan saat dipanggil pada kasus persidangan etik “papa minta saham” di Ruang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. 

Dirinya  yang telah menginjak usia 68 tahun ini menegaskan hanya ingin mengabdikan dirinya bagi bangsa dan negara, serta menjalankan perintah dengan baik dari atasannya, yaitu Presiden Joko widodo. Khusus menjawab pertanyaan Zul, Luhut memberi penekanan tersendiri dan khusus. 

Karena, pertanyaan itu seakan sedang menegasikan atas apa yang sudah diraihnya selama ini. Luhut menjawab bahwa dirinya sudah berulang kali hampir mati. 

Puluhan tahun di Kopassus dilewati dengan sederet capaian prestasi. Jikapun dirinya ada di posisi pelaksana tugas saat ini bukan sekedar pemain pengganti, namun karena lebih dari cukup menguasai permasalahan di sektor energi dan mineral. 

Selorohnya, jika harus beradu data dan argumentasi dengan anggota DPR cukup dirinya saja dan tidak perlu repot-repot menurunkan para staf ahli-nya yang bergelar doktor dan pintar-pintar. Tentu saja situasi ini membuat para anggota DPR merasa ada komunikasi tinggi hati yang kurang baik, saat makna tak sejalan dengan langgam. 

Puncaknya pada rapat kedua, (6/9), LBP hadir didampingi jajaran eselon I Kementerian ESDM. Rapat yang dimulai pukul 14.00 WIB ini dipimpin oleh Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu. 

Ditengah perdebatan mengenai subsidi untuk energi baru terbarukan (EBT), Luhut menyampaikan keberatan kepada para anggota dewan karena merasa seperti diinterogasi. Luhut meminta para anggota Komisi VII menyampaikan saran dan kritik dengan tetap menghormati pemerintah, tidak perlu berkata-kata kasar dan merendahkan pemerintah.

Sontak Wakil Ketua Komisi VII DPR Mulyadi dan Anggota DPR Inas Nasrullah meradang, tersinggung dengan pernyataan Luhut tersebut. Menurutnya, wajar-wajar saja kalau anggota DPR menyampaikan kritik, terlepas dari kasar atau tidak. 

Untuk menenangkan suasana di ruang rapat, akhirnya Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu memutuskan rapat ditunda selama 30 menit hingga pukul 16.45 WIB. 

Memetakan diri, menyimpulkan lawan.

Persepsi pada dasarnya dibangun atas dua kontruksi besar dalam sistem kepribadian seseorang, yaitu field of experience (ruang pengalaman) dan frame of reference (bingkai pengetahuan). Luhut tumbuh sebagai seorang militer pernah tergabung dalam satuan elite Kopassus yang berkarakteristik kombatan, taktis, dan efisien dalam operasi. 

Struktur berpikir teritorial dan sistematis menjadi pondasi utama pengambilan keputusannya. Setiap perintah dilaksanakan hampir tanpa banyak sanggahan. 

Akhirnya, membentuk sistem pengetahuan dan memeengaruhi cara pandang dirinya dalam menghadapi realitas. Berbasis pengalaman, politikus Partai Golkar ini hadir dengan personal style tegas dan tidak kompromis. 

Sebagian analis menyebut Luhut sebagai “Mr fixed” bagi Presiden Jokowi. Mendefinisikan diri sebagai orang yang paling paham dengan maunya Presiden dan tahu bagaimana merealisasikannya. 

Anggapan ini, setidaknya terlihat dari proses dirinya masuk dan berada di Kabinet Kerja, saat badai reshuffle (dua kali) menguncang banyak menteri, namun Presiden  tetap mempertahankan  mantan komandan kopasus ini. Meski awalnya hanya Kepala Staf Kantor kepresidenan, lalu bergeser menjadi Menkopolhukam, dan kini berlabuh dikantor Menkomaritim merangkap Plt Menteri ESDM. 

Fakta-fakta tersebut setidaknya menunjukkan LBP adaptif di posisi manapun sesuai perintah atasan. Sisanya biar dia yang menyelesaikan dengan ‘gaya’ nya.

Keberanian lainnya tercermin ketika Luhut akan “mem-buldozer” siapapun yang berani mengganti Archandra Tahar sebagai Menteri ESDM. Rasanya berlebihan sebuah keberanian dipertaruhkan hanya untuk seseorang yang nyata-nyata memegang paspor negara lain saat disumpah menjadi seorang menteri. 

Dus, Presiden pun memberhentikan AT. Bagaimana kabar Buldozer?

Kini Luhut ada dalam realitas politik, dunia yang sangat absurd di mana kawan bisa jadi lawan, sahabat jadi kompetitor atau sekadar kepentingan sesaat hingga jangka panjang -kekuasaan-. 

Sejatinya, dunia politik menawarkan kemuliaan jika ditunaikan, pengabdian jika diikhlaskan, dan pengorbanan jika dipahami sebagai kontribusi. Itu semua dapat dibaca secara sederhana dari tingkah polah para politikus.

Pertentangannya dengan para anggota DPR setidaknya menunjukan bahwa dunia tidak bisa (lagi) didefinisikan secara tunggal oleh LBP. Dirinya mungkin “alpa” bahwa politik dan proses pertukaran pesan di dalamnya adalah sesuatu yang tidak bebas nilai. 

Seringkali dibutuhkan kompromi dan mediasi dalam sebuah  kepentingan, tidak bisa linier seperti garis komando. 

Soal reklamasi

Kebijakan terbaru untuk melanjutkan reklamasi Pulau G di kawasan utara Jakarta menjadi pembuktian keberanian yang luar biasa dari seorang LBP di tengah tentangan publik yang sangat massif.  Dirinya bersikeras untuk melanjutkan proyek ribuan triliun (multiyears) tersebut dengan anggapan bahwa sudah disepakati oleh seluruh kementerian dan telah lama diatur, yakni sejak era Orde Baru melalui Keppres Nomor 52 Tahun 1995.

Padahal, dalam konteks hukum, proyek reklamasi Teluk Jakarta dilakukan dengan penuh ketidakpastian hukum. Bahkan, penuh kecacatan.  

Jika LBP bersikeras sama saja dengan tidak menaati moratorium yang telah diputuskan antara Komisi IV DPR dengan Pemerintah pada April 2016 silam. LBP sudah seharusnya menaati moratorium tersebut.

Sehingga jika ingin melanjutkan proyek reklamasi tersebut, harus bersama DPR mencabut terlebih dahulu kesepakatan moratorium ini.

Selanjutnya, putusan PTUN pada Mei 2016 bernomor 193/G/LH/2015 selaras dengan moratorium di atas bahwa pengadilan memenangkan gugatan para nelayan untuk menghentikan reklamasi, khususnya Pulau G. 

Adanya pengajuan banding ke Mahkamah Agung yang dilakukan Menko Maritim tidak serta membatalkan putusan PTUN tersebut. Justru, sebaliknya bahwa lahan reklamasi serta Kepgub soal izin reklamasi masih menjadi sengketa sehingga tidak boleh dilanjutkan.

Pelanggaran hukum selanjutnya adalah penerbitan izin reklamasi tanpa didasarkan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009, KLHS wajib dilakukan dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak atau risiko lingkungan hidup.

Dengan kata lain, proyek reklamasi yang berpotensi menimbulkan dampak atau resiko bagi lingkungan hidup harus diawali dengan adanya KLHS tersebut. Penerbitan izin reklamasi dilakukan dengan kajian AMDAL secara parsial (per pulau) bukan regional (kawasan). 

Sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05/2012, disebutkan bahwa jika luas lahan reklamasi lebih dari 25 hektare maka harus dilakukan AMDAL terpadu, yaitu mencakup daerah di sekitar Teluk Jakarta, termasuk di Provinsi Banten dan Jawa Barat.

Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar Peraturan Menteri PU No. 40/PRT/M/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2013 tentang Jenis Rencana Usaha dan Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis mengenai Dampak Lingkungan.

Dalam peraturan disebutkan bahwa reklamasi pantai yang memiliki skala besar atau yang mengalami perubahan bentang alam secara signifikan, wajib menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan. Penyusunan RDTR kawasan tersebut dapat dilakukan jika sudah memenuhi persyaratan administratif, yaitu studi AMDAL.

Adakah keberanian lain? 

Keberanian harus menjadi bara semangat, agar hal tersebut tidak hanya menjadi sumber malatapetaka. Jika keberanian hanya berbasis asumsi dan nafsu, sulit rasanya menemukan kejernihan dalam mengambil keputusan. 

Eleanor Roosevelt berujar: Anda mendapatkan kekuatan, keberanian, dan keyakinan oleh setiap pengalaman di mana Anda benar-benar berhenti untuk melihat ketakutan di wajah. Anda harus melakukan hal yang Anda pikir Anda tidak bisa lakukan.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement